Share

2 - Darah

Author: Luna Maji
last update Last Updated: 2025-09-25 18:34:07

Ruangan rahasia itu tersembunyi di balik kemegahan istana yang berlapis emas dan permata. Dindingnya terbuat dari batu marmer yang halus, yang dingin bila disentuh. Beberapa gulungan kitab kuno bersandar usang di rak kayu, bersamaan dengan beberapa botol kecil berisi cairan obat yang tidak diberi label. 

Di tengah ruangan, sebuah tempat tidur batu polos dan datar—yang biasanya menjadi tempat Shangkara bermeditasi hingga larut malam—kini tergeletak seorang gadis tak dikenal yang napasnya tersengal-sengal. 

Cahaya biru dari kristal-kristal energi yang tertanam di dinding menerangi segala sudutnya, menciptakan bayangan-bayangan yang menari. Tidak ada satu pun simbol kebesaran kerajaan yang terpajang. Ini adalah tempat Sang Kaisar melepas semua topeng dan mahkotanya, menjadi dirinya yang paling sederhana dan paling tersembunyi—sebuah ruang yang selalu dia sembunyikan dari seluruh dunia.

Ren adalah satu-satunya orang yang ia izinkan masuk.

Tiba-tiba tubuh Cailin yang terbaring tak sadarkan diri bergetar hebat. Punggungnya naik turun, tangan dan kakinya bergerak tak terkendali. Napasnya tersengal, gigi gemeretak, walau tubuhnya masih tetap tak sadarkan diri.

Kulitnya yang pucat kini memerah tidak wajar, urat-urat di pelipis dan leher menyala merah sebagai tanda energi milik Shangkara membakar tubuhnya dari dalam.

“Dia tidak akan bertahan sampai fajar, yang mulia.” Suara Ren datar, tapi ada nada keputusasaan di sana. “Energi anda terlalu kuat, tubuhnya akan hancur.” 

Shangkara menatap tajam ajudannya yang paling setia. “Jadi maksudmu, kita membawanya ke istana hanya untuk menontonnya mati?” suaranya rendah, namun nadanya berbahaya.

Suara ajudannya kian meninggi untuk pertama kalinya. “Kita tidak tahu siapa dia, atau dari mana asalnya. Dan kondisi yang mulia yang harus diperhatikan Mengorbankan sisa tenaga untuknya adalah—”

“—adalah kewajibanku!” sergah Shangkara, memotongnya. Ren sedikit menundukkan kepalanya. “Dia terluka karena menolongku. Seorang kaisar tidak meninggalkan hutang nyawa.”

Shangkara menarik napas dalam. Matanya menatap Cailin yang masih sesekali kejang dan semakin lemah. Sebuah ingatan melintas—sebuah kitab kuno yang dia baca, berbicara tentang sifat darah leluhurnya. 

Shangkara melangkah ke rak yang berisi gulungan kuno. Ia memilah, membuka dan menyimpannya kembali, sampai ia menemukan satu gulungan yang ia cari. 

Jarinya menunjuk tulisan kuno yang tertulis. “Hanya api yang bisa memadamkan api. Hanya darah yang bisa menawar racunnya.”

Itu adalah teori gila, berbahaya dan belum pernah diuji, namun, itulah satu-satunya harapan.

“Darahku,” ucap Shangkara, suaranya tiba-tiba tenang dan penuh keyakinan. “Hanya darah Vermilion-ku yang bisa menetralisir energiku sendiri yang membakar di dalam tubuhnya.”

Wajah Ren berubah pucat. “Yang mulia, tidak! Itu terlalu berisiko! Memberikan darah suci anda kepada orang luar… itu adalah pantangan! Tidak boleh! Bagaimana kalau ada efek samping pada anda, atau… atau menciptakan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan!” Protesnya dengan nada panik.

“Apa kau punya usulan lain, Ren?” tanya Shangkara dingin. 

Ren membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Dia tidak punya jawaban.

Shangkara mengulurkan tangannya, “Pisau.”

Ren terdiam sejenak, konflik batin terpancar jelas di wajahnya. Akhirnya, dengan gerakan lambat dan penuh keengganan, dia mengeluarkan belati pendek dari balik bajunya dan menyerahkannya kepada Shangkara.

Shangkara duduk di samping tempat tidur batu, matanya menatap intens ke wajah gadis itu. Tubuh Cailin sesekali masih bergetar. 

Shangkara menorehkan mata pisau ke telapak tangannya. Darah merah keemasan segera mengalir, hangat. 

Tanpa ragu, ia mendekatkan telapak tangannya perlahan, darah menetes tepat ke bibir pucat Cailin. Gadis itu merintih pelan, tubuhnya seolah bereaksi pada setiap tetes darah. 

Shangkara menahan napas, membungkuk sedikit, lalu dengan gerakan mantap, ia menempelkan ibu jarinya di bibir Cailin. Perlahan, ia mengoleskan darah itu, merasakan bibir Cailin yang lembut di bawah sentuhannya. Sentuhan lembut itu membuat dada Shangkara bergetar.

Ren berbalik, merasa tak seharusnya ia menyaksikan momen itu.

Bibir Cailin hangat di bawah kulitnya. Shangkara bisa merasakan darahnya ditarik, mengalir masuk ke tubuh gadis itu, setiap denyut seperti mengikat mereka.

Di atas tempat tidur, tubuh Cailin yang berguncang tiba-tiba melengkung keras, sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya. Cahaya merah menyusuri urat-uratnya. Shangkara ikut terhuyung, jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan karena kehilangan energi, tapi karena kesadaran bahwa bagian dari dirinya kini hidup di dalam gadis ini.

Perlahan, cahaya itu mereda. Kulit Cailin kembali ke warna normal, napasnya menjadi teratur dan dalam. Dia tertidur lelap, wajahnya damai.

Shangkara menarik napas lega. Tapi, saat itulah dia merasakannya.

Sebuah sensasi aneh. Bukan sakit. Bukan juga senang. Tapi sebuah… kehadiran. Sebuah keheningan yang nyaman di sudut jiwanya yang biasanya dipenuhi gejolak api yang tidak pernah padam. Seperti ada bagian dari kekacauan dalam dirinya yang tiba-tiba menjadi tenang.

Ren berbalik perlahan, melangkah mendekat, melihat perubahan ekspresi di wajah Tuannya. “Yang mulia? Apa yang terjadi? Apakah… apakah berhasil?”

Shangkara tidak menjawab. Dia menatap telapak tangannya yang sudah sembuh tanpa bekas, lalu menatap gadis yang sekarang tidur nyenyak di depannya.

Untuk sesaat, ia merasa dadanya lebih ringan… terlalu ringan. Api yang biasanya selalu bergolak di dalam dadanya mendadak mereda, meninggalkan keheningan yang asing namun menenangkan.

Dia memandangi Cailin sekali lagi, merasakan gema kelelahannya sendiri di sudut jiwanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    7 - Peluk

    Ruang batu itu terasa sejuk, nyaris membekukan. Shangkara merebahkan Cailin di tempat tidur batu yang datar dan dingin. Di luar, suara-suara istana seperti lenyap. Dengan belati, Shangkara kembali melukai tangannya. Darah vermilionnya menetes perlahan ke bibir Cailin. Cailin yang menggigil, sedikit mengerang saat darah hangat itu masuk. Tangan Shangkara yang lain dengan lembut mengusap dahi Cailin yang basah oleh keringat dingin. Perlahan, suhu tubuh Cailin mulai turun, namun ia masih menggigil, napasnya tersendat.“Tubuhnya dingin,” Shangkara menoleh kepada Ren, “cari selimut!” perintahya.Shangkara menggenggam tangan Cailin. Menggososknya dengan tangannya sendiri.Ren kembali dengan selimut tebal, lalu memberikannya pada Shangkara. Shangkara segera menyelimuti Cailin, tapi gadis itu masih menggigil hebat, bibirnya mulai membiru. “Tubuhnya masih dingin, Ren. Sangat dingin,” bisik Shangkara. “Aku harus menghangatkannya.” Ren mengerti, wajahnya berubah pucat. “Yang mulia, anda tidak

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    6 - Energi

    Keesokan paginya, istana timur sudah sibuk dengan berbagai aktivitas. Lian sudah menarik lengan Cailin dengan semangat.“Cailin, ayo ikut aku ke kuil! Kamu terlalu lemah. Kamu harus melatih energimu. Guru Fen akan menguji energi spiritualmu, supaya kita bisa berlatih bersama.”Cailin mengikuti langkah Lian dengan sedikit tertatih, karena luka di lututnya belum sembuh sempurna. “Tapi... aku tidak pernah belajar menggunakan energi. Aku bahkan tidak tahu apa itu energi spiritual.”Lian tersenyum lembut. “Tenang saja. Banyak gadis di sini juga baru mulai. Guru Fen akan membantumu.”Mereka berdua akhirnya tiba di kuil tempat latihan di wilayah istana timur. Lian membawa Cailin menemui seorang tetua berjubah abu-abu yang duduk tenang di depan sebuah batu kristal besar.Guru Fen membuka matanya perlahan. “Siapa ini, Lian?”“Guru, ini Cailin. Dia baru datang. Bisakah anda mengujinya?”Guru Fen mengangguk, lalu menatap Cailin. “Letakkan tanganmu di atas batu ini. Tutup matamu, dan coba rasakan

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    5 - Lutut

    Cailin duduk di tempat tidurnya. Lian membersihkan luka di lutut Cailin dengan air hangat. “Kau harus hati-hati, Cailin,” ujar Lian. Ia mencelupkan kain ke dalam wadah air hangat, perlahan ia menusap kembali luka di lutut Cailin. “Kau bisa terus-terusan di ganggu Daiyu.”Brak!Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan suara keras.Cailin dan Lian terkejut, menoleh ke arah pintu. Cailin langsung menurunkan roknya untuk menutupi kakinya yang terbuka.Seorang pria tinggi tegap berdiri di ambang pintu, napasnya sedikit tersengal. Matanya langsung menatap ke arah kaki Cailin. Ia melangkah mendekat.Lian langsung berdiri, maju melindungi Cailin, “Siapa Anda?” tanyanya, suara bergetar. “Apa maksud kalian masuk kamar ini tanpa izin. Akan ku panggil penjaga.”Shangkara mengabaikan pertanyaannya. Langkahnya mendekat, matanya terus menatap rembesan darah di baju Cailin. Ia ingin memastikan dugaannya.Ren muncul dari belakang Shangkara, melangkah masuk mengikuti tuannya. Ia mendekati Lian, menunju

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    4 - Istana Timur

    “Kau harus ganti baju,” desisnya, membuka lemari dan mengeluarkan sebuah hanfu berwarna pastel. “Pakaianmu yang sekarang... terlalu mencolok. Itu akan membuatmu menjadi target.”“Aku Lian,” kata gadis itu, memecahkan keheningan yang menegangkan setelah ucapannya tentang ‘calon selir’ menggantung di udara. “Ayo, masuk ke kamarmu sebelum yang lain memperhatikanmu lebih jauh.”“Target? Target apa? Aku bukan calon selir!” bantah Cailin, suaranya masih bergetar.Lian hanya menghela napas, “Ah! Kamu tamu?”Cailin mengangguk cepat.Lian melanjutkan, “Di istana timur ini, persepsi lebih penting daripada kenyataan. Tidak peduli kamu tamu atau calon. Sekarang, ganti bajumu. Akan kuceritakan semuanya.”“Itu pakaian siapa?” tanya Cailin melihat hanfu warna pastel yang dipegang Lian.“Ini disiapkan istana. Kamu penghuni kamar ini, semua yang ada disini berarti milikmu.”Lian membantu Cailin mengganti baju, dan menyisir rambutnya. “Oh, ya. Siapa namamu? Kamu dari keluarga mana?” tanyanya, tangannya

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    3 - Bangun

    Kesadaran merambat perlahan ke dalam diri Cailin, seperti kabut yang tersibak.Hal pertama yang dirasakannya adalah hangat.Bukan hangatnya selimut, tetapi sebuah kehangatan aneh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, menyebar ke seluruh tubuhnya yang lemas. Dia membuka mata, perlahan, berkedip mencoba menyesuaikan pandangan.Langit-langit batu.Itu bukan langit-langit pondok kayunya di hutan. Ini... berbeda. Dingin. Asing.Ia mencoba duduk, kepalanya pusing. Meski lemah, tubuhnya terasa ringan dan hangat.Ia melihat sekeliling. Ruangan ini aneh. Dindingnya batu marmer yang halus dan dingin, diterangi cahaya biru misterius dari kristal-kristal yang menempel. Ada rak kitab kuno dan botol-botol aneh. “Kau sudah bangun.”Suara itu, rendah dan berwibawa, membuatnya terkejut. Cailin menoleh ke sumber suara.Seorang pria berdiri di dekat lengkungan batu, membelakangi cahaya biru sehingga wajahnya sebagian tersembunyi dalam bayangan. Ia tinggi tegap, mengenakan tunik praktis berwarna ge

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    2 - Darah

    Ruangan rahasia itu tersembunyi di balik kemegahan istana yang berlapis emas dan permata. Dindingnya terbuat dari batu marmer yang halus, yang dingin bila disentuh. Beberapa gulungan kitab kuno bersandar usang di rak kayu, bersamaan dengan beberapa botol kecil berisi cairan obat yang tidak diberi label. Di tengah ruangan, sebuah tempat tidur batu polos dan datar—yang biasanya menjadi tempat Shangkara bermeditasi hingga larut malam—kini tergeletak seorang gadis tak dikenal yang napasnya tersengal-sengal. Cahaya biru dari kristal-kristal energi yang tertanam di dinding menerangi segala sudutnya, menciptakan bayangan-bayangan yang menari. Tidak ada satu pun simbol kebesaran kerajaan yang terpajang. Ini adalah tempat Sang Kaisar melepas semua topeng dan mahkotanya, menjadi dirinya yang paling sederhana dan paling tersembunyi—sebuah ruang yang selalu dia sembunyikan dari seluruh dunia.Ren adalah satu-satunya orang yang ia izinkan masuk.Tiba-tiba tubuh Cailin yang terbaring tak sadarkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status