แชร์

23 - Tertangkap

ผู้เขียน: Luna Maji
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-02 20:00:01
Cahaya kristal biru menyapu wajah mereka. Cailin dan Lian membeku di atas tembok, kerudung tipis tak lagi mampu menyamarkan sosok mereka.

Di hadapan mereka, dua penjaga menatap tajam. Tombak-tombak terangkat setengahnya. Jantung Cailin berdentum keras. Lian meremas lengannya, tubuhnya bergetar.

“Siapa di sana?! Ini area terlarang!” suara penjaga itu menggema, berat dan tajam.

Penjaga lainnya mengacungkan tombak ke arah mereka. “Jangan bergerak! Turun perlahan dari tembok!”

Cailin yang masih berada di atas tembok mencoba menjelaskan. “Kami hanya … tersesat! Kami pelayan baru—”

Satu penjaga mengarahkan ujung tombak runcingnya ke Cailin, “Bohong! Kalian akan ikut kami ke Istana Tengah untuk diinterogasi!” desak penjaga itu, mengambil langkah maju.

Tiba-tiba, langkah kaki cepat dan teratur terdengar mendekat.

Ren muncul dengan jubah hitam pengawal kekaisaran, langkahnya tenang tapi penuh wibawa. Ia mengangkat lencana bergambar Vermilion, segelnya bersinar samar. “Dua gadis ini dala
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    118 - Penculikan

    Malam itu, di saat Cailin merasakan getaran ikatan Shangkara di Kuil Bulan, Shangkara sendiri berada di ruang kerjanya, frustrasi memikirkan kemungkinan pelaksanaan upacara pernikahan spiritual.Pintu ruangannya berderit pelan. Daiyu masuk, mengenakan hanfu sutra anggun, wajahnya menunjukkan kekhawatiran palsu.“Yang Mulia,” sapanya lembut. “Saya datang untuk memastikan Anda baik-baik saja.”Shangkara tidak mengangkat kepalanya. “Apa lagi yang kau inginkan?”Daiyu berdiri di depan meja Shangkara. “Besok pagi, segalanya akan berubah, Yang Mulia.”Shangkara mengabaikannya. Ia mengambil dan membuka satu gulungan yang ada di mejanya, pura-pura membaca isinya.Daiyu tersenyum sinis, “upacara spiritual akan terlaksana, dnegan atau tanpa persetujuanmu. Langit … akan kupaksa untuk berpihak padaku.”Shangkara berdiri, mata vermilionnya berapi. “Kau tidak akan berhasil“Kita lihat saja,” ucap Daiyu mengabaikan dinginnya sikap Shangkara. Ia melangkah mendekat, dan dengan berani menyentuh Segel d

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    117 - Firasat

    Di Paviliun Selir Ibu, suasana terasa lebih dingin dan penuh perhitungan setelah Pemimpin Naga Hitam meminta gadis untuk dikorbankan dalam Ritual Pemaksaan Takdir. Selir Ibu, Daiyu, Tetua Wen, dan Pemimpin Klan Naga Hitam saling pandang.Selir Ibu menghela napas, bukan karena ragu, melainkan karena menimbang apa yang perlu disiapkan. “Akan kusiapkan semuanya,” katanya dingin. “Mereka ada di Kuil Bulan. Tunggu di Danau. Kita sambut mereka begitu mereka keluar.”Pemimpin Klan Naga Hitam tersenyum tipis. “Panggil aku begitu semua bahan untuk ritual siap.”Selir Ibu menatap Tetua Wen. “Kirim pemburu terbaik. Diam-diam. Perintahkan mereka untuk bersembunyi di sektar danau. Begitu pintu terbuka, tangkap gadis itu hidup-hidup. Kita butuh nyawa, bukan mayat.”

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    Bab Bonus – Ide Dua Kekuatan Itu Datangnya dari Sini

    Oke, izinkan aku sedikit curhat, karena mungkin di antara kalian ada yang mikir: “KENAPA CAILIN PUNYA API VERMILION DAN ES BULAN, GILA, GAK NGOTAK NIH AUTHOR!” Jawaban singkatnya: iya, gila. Tapi gila dengan alasan. 😌 Aku tuh dulu suka banget sama konsep dual core power, dan yang pertama kali ngenalin itu ke otak aku ya ... Tang San, Soul Land. Kalian tahu kan? Dua martial soul, dua sistem energi, dua takdir yang harus ditanggung satu tubuh. Aku suka karena dia bukan sekadar kuat — tapi dia punya beban “dua dunia” di dirinya, kayak nggak pernah bisa jadi satu orang penuh. Nah, dari situ aku mikir: gimana kalau ide kayak gitu dibawa ke dunia Vermilion? Tapi jangan salin konsepnya mentah. Aku pengen versiku tuh lebih emosional, bukan cuma teknikal. Jadi, jadilah Cailin, gadis yang dibuang ibu tirinya ke hutan yang aslinya adalah pewaris klan bulan, tapi tiba-tiba dapat energi Vermilion gara-gara satu kaisar sok pahlawan ngasih darahnya tanpa mikir dulu. Boom. Dua energ

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    116 - Persiapan

    Cahaya pagi yang lembut menyelimuti kamar Kaisar. Shangkara dan Cailin bangun, tidak ada raut kelelahan di wajah Shangkara setelah malam yang intens. Justru wajahnya berseri-seri dan inti Qi Vermilion nya berdenyut dengan stabil dan kuat.“Tidak lelah, Yang Mulia?” bisik Cailin, tangannya membelai Segel Vermilion di dada Shangkara.Shangkara tersenyum puas. “Tentu saja tidak, kalau kau mau lagi, aku siap,” godanya.Tawa lepas lolos dari bibir Cailin. “Aku harus kembali.”Ia bangkit dan duduk di tepi ranjang, rambutnya masih berantakan. Ada jejak samar cahaya merah di kulitnya, seolah Vermilion tadi malam masih menolak pergi.Shangkara bangun dan duduk di sebelahnya. Tangannya merapikan ramb

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    115 - Pertahanan

    Tetua He menatap ketiganya — Shangkara, Cailin, dan Guru Fen — dengan sorot mata dalam, seperti sedang membaca garis takdir.“Langit jarang memberi dua cahaya dalam satu kerajaan tanpa alasan,” katanya akhirnya. “Tapi arah cahaya itu … belum selesai ditulis.”“Dan bintang yang kau lihat itu?” tanya Shangkara.“Bintang itu, Putri Bulan," jawab Tetua He, menunduk ke arah Cailin. “Bintang baru belum sepenuhnya stabil. Langit belum selesai menulis.”Guru Fen menunduk hormat. “Apakah artinya bintang itu membawa pertanda baik, Tetua He?”Tetua He menghela napas panjang, lalu berjalan ke jendela. “Baik atau buruk bukan urusan manusia. Langit h

  • Kaisar, Jangan Meminta Lebih    114 - Keseimbangan

    Cahaya matahari menembus kisi jendela, menciptakan garis-garis lembut di lantai batu. Cailin terbangun, menikmati kehangatan yang luar biasa di pelukan Shangkara. Ia enggan beranjak. Ia memejamkan matanya kembali dan membiarkan momen itu berlangsung sedikit lebih lama. Shangkara terbangun, tapi ia juga tidak bergerak. Tangannya masih melingkari pinggang Cailin. Ia menyentuh rambut Cailin pelan, menatap wajahnya yang damai. Ia ingin bangun, tapi tubuhnya menolak meninggalkan ketenangan itu. Cailin bergerak pelan, matanya terbuka sedikit. “Kau sudah bangun?” bisiknya. “Sudah dari tadi,” jawab Shangkara lembut. “Tapi aku tidak mau bergerak, takut kau menghilang.” Cailin tersenyum samar, matanya ditutup kembali. “Kalau begitu, aku akan disini dan biarkan dunia menunggu sebentar.” Mereka diam cukup lama, menikmati ketenangan dan kehangatan di antara mereka. Sampai akhirnya, Shangkara berbisik, “Hari ini Dewan Langit akan melapor soal tanggal pernikahan spiritual itu.” Cailin membuka

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status