Share

04. Memutuskan

Penulis: kirito
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-22 13:51:35

Tian Sen terus berjalan mencari petunjuk, meskipun tubuhnya masih kecil dan umurnya juga belum sepuluh tahun. Tapi hatinya benar-benar kuat bahkan jika melihat mayat yang hangus di dalam lautan api pun tidak membuatnya menjadi takut dengan semua itu.

Dia terus melangkah, satu demi langkah terus dia lalui dan setiap dia melangkah akan ada mayat hangus atau bagian tubuh yang terlihat di matanya. Dan semakin dia terus melangkah, Tian Sen menemukan beberapa sosok yang di ikat dengan tubuh penuh luka dan di tengah-tengah beberapa sosok itu ada satu orang tua yang masih tampak bernafas.

Saat melihat orang tua itu Tian Sen langsung mempercepat langkahnya, setelah lama melangkah di desa akhirnya Tian Sen menemukan satu orang hidup. Meski hanya satu dia ingin menyelamatkan satu orang itu apapun yang terjadi apalagi sosok itu adalah kepala desa tua yang sering berkunjung ke rumahnya.

“Kepala desa, kakek!” Tian Sen berhasil menurunkan pria tua itu dengan susah payah.

Dia juga mencoba mengikat luka pada tubuh orang tua yang sudah kehilangan banyak darah tersebut. Kepala desa itu yang sudah di ujung hidupnya berusaha membuka mata, saat dia melihat sosok yang memangkunya adalah Tian Sen entah kenapa kepala desa itu tersenyum sambil mengangkat tangannya.

“Ti…an Sen! Kamu hidup kah? Bagus…. Bagus… anak yang baik!” Pria tua itu senang melihat Tuan Sen masih hidup bahkan dia terus bersyukur saat melihat pria muda yang memangku dirinya tersebut masih hidup.

“Kakek, apa yang terjadi? Kenapa semua orang mati? Dimana ayah dan ibuku?” Tanya Tian Sen yang sudah mengeluarkan emosinya kembali.

Meski tadi dia sangat tenang tapi kenyataannya dia benar-benar sangat ketakutan dan sangat sedih karena tidak melihat orangtua serta orang desa yang masih hidup. 

“Tian Sen, ingatlah ini… Meski kamu menjadi orang yang kuat, jangan lupakan kemanusianmu! Berbaik hatilah kepada mereka yang baik padamu, jangan membalas kebaikan dengan kejahatan. Mengerti?” Perkataan dari kepala desa sedikit terbata-bata, tapi Tian Sen paham semua yang dikatakan oleh orang tua tersebut padanya. 

“Lalu jika mereka jahat atau memperlakukan aku dengan buruk, apa yang harus aku lakukan?” Tanya Tian Sen yang dibalas dengan kata-kata bijak dari kepala desa itu sambil tersenyum menatap anak berumur sepuluh tahun yang saat ini berusaha meneteskan air mata tapi jelas dia tidak bisa.

Dan kepala desa sadar kenapa anak kecil di depannya tidak bisa melakukan itu semua karena hal inilah kepala desa menasehati Tian Sen agar hidup dengan baik.

“Jika mereka berbuat kejam padamu, balaslah dengan seratus kali lebih kejam jika mereka memperlakukanmu dengan buruk selama itu tidak membahayakan kamu dan orang-orang yang kamu sayangi. Berilah mereka kesadaran diri! Tentukan musuhmu dengan perbuatan mereka dan perlakukan mereka sesuai dengan perbuatan mereka! Nak… Jangan cemaskan orangtuamu, kamu… harus… hidup!”

Pada akhirnya kepala desa yang sudah banyak kehilangan darah itu mati di dalam pangkuan Tian Sen. Kepala desa yang menganggap Tian Sen sendiri adalah cucunya dan selalu memanjakan Tian Sen sejak kecil.

Melihat kakeknya mati hati Tian Sen sangat marah, benci, dan di penuhi dendam terhadap pelakunya. Jika dia tahu siapa yang melakukan ini semua, maka dia pasti akan membalas dendam kepada mereka. Tian Sen terus menggenggam tangan kepala desa, dia mencium sambil berjanji akan terus hidup di hadapan kepala desa yang sudah tidak bernyawa itu. 

Hal yang terjadi selanjutnya benar-benar bukan sesuatu yang bisa dilakukan seorang anak seusia Tian Sen. Dalam beberapa hari itu dia menggali kuburan untuk semua orang yang mati di desa, dia tidak merasa jijik atau pun takut dengan mayat-mayat yang sudah hangus atau tidak berbentuk maupun wajahnya yang sudah menjadi menakutkan. Entah karena emosinya berbeda dari anak biasa, Tian Sen melakukan itu dengan ekspresi yang datar seolah tidak menganggap aneh semua hal tersebut.

Itu dia lakukan dengan tubuh kecilnya sendiri selama satu Minggu sebelum akhirnya berhasil menguburkan semua tubuh dari orang desa yang telah bersamanya semenjak kecil. Melihat kuburan di depan matanya, Tian Sen bersumpah akan membalas dendam kepada orang yang telah melakukan semua itu kepada desanya. Tempat dimana dia merasakan semua hal kehidupan yang menyenangkan dan tempat dimana dia hidup dengan orangtuanya. 

“Kepala desa, paman, bibi, adik dan kakak yang bersamaku di desa, aku akan membalas dendam kepada mereka yang telah melakukan ini kepada desa kita! Aku akan membuat mereka menyesal karena telah menyerang desa kita ini, pasti… Aku pasti membunuh mereka dengan tanganku sendiri!” Ucap Tian Sen dengan tangan terkepal dan mata yang sangat dingin menatap ke arah makam di depannya itu.

Selama lebih dari satu bulan Tian Sen hanya duduk di depan makam tanpa makan maupun minum, meski dia lapar tidak ada pergerakan disana sampai satu bulan berakhir. 

Tian Sen berdiri dan terakhir kalinya dia memberi penghormatan kepada semua orang yang telah dimakamkan tersebut. Tian Sen kembali ke tempat dimana ayahnya meninggalkan dia dengan segala hal yang, Tian Sen membawa semua yang dia butuhkan dan semua harta dari keluarganya sendiri termasuk sebuah kalung yang melambangkan seekor burung sedang terbang.

Dia mengalungkan di lehernya dengan tanpa ekspresi, sikap Tian Sen sangat jauh berbeda dari sikapnya saat bersama dengan orangtua maupun orang di desanya. Matanya meski terlihat hitam ada sedikit cahaya merah api yang menembus keluar.

Dengan langkah kakinya, Tian Sen pergi dari desa yang telah hancur itu menuju keluar dari dalam hutan. Meski umurnya belum sepuluh tahun tapi sikapnya benar-benar lebih dewasa dari anak seusianya, tidak hanya sikap tapi arua Tian Sen sedikit berubah daripada sebelumnya. 

“Ayah, ibu, aku pasti akan mencari kalian meski harus menghancurkan dunia ini!” Ucap Tian Sen dalam hatinya untuk menemukan orangtuanya.

Jika kedua orangtua Tian Sen mati maka dia ingin melihat mayat mereka, jika mereka masih hidup maka Tian Sen akan mencari mereka meski harus menghancurkan dunia ini. 

“Nak, ingatlah! Di masa depan apapun yang terjadi pada kami, kamu jangan pernah mencari kami. Jika masalah kami selesai, kami sendiri yang akan mencarimu jadi hiduplah dengan baik di dunia ini. Lakukan yang kamu mau dan temukanlah cinta sejatimu sendiri di dunia yang kejam meskipun kamu tidak menjadi orang kuat!”

Kata-kata itu masih terbayang dalam pikiran Tian Sen sambil melangkah keluar dari hutan, hal yang seharusnya dia lakukan bukan menunggu tapi mencari kedua orangtuanya dengan tangannya sendiri. 

“Aku akan menjadi kuat sehingga tidak ada yang berani padaku!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misteri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kaisar Naga Beladiri S3 : Perjalanan Dewa Tian   605. membunuh dengan belati jiwa

    “Tapi bibi, lihatlah orang ini. Dia saja sudah tidak punya kekuatan puncaknya yang dulu, bagaimana jika bibi serahkan padaku? Ayolah, duduk dulu.. duduk!” Tian Sen mengeluarkan kursi dari cincin lalu menarik rubah putih untuk duduk. Melihat sikap Tian Sen, entah kenapa rubah putih yang memiliki kemarahan kuat malah langsung menghilang. Dirinya kembali ke seperti awal, ekspresi dan senyumannya juga kembali muncul karena sikap Tian Sen tersebut. “Baiklah, lakukan sesukamu!” “Bajingan, kalian pikir aku apa? Berani merendahkan aku seperti ini, kalian akan benar-benar aku bunuh!” Dengan nada marah sosok itu segera terbang menyerang Tian Sen. Melihat serangan dari kabur tersebut, Tian Sen tersenyum dingin karena kabut itu masih tidak sadar betapa besar kekuatan yang dimiliki Tian Sen sekarang. Memutar tubuh Tian Sen, kabur itu mengunci Tian Sen sehingga tidak dapat bergerak lagi. “Hahaha, sekarang kau tidak akan dapat bergerak. Nak, matilah! Teknik pengikat jiwa, rantai penelan jiwa!” k

  • Kaisar Naga Beladiri S3 : Perjalanan Dewa Tian   604. Melawan

    “Hei, bocah kecil. Kamu siapa? Apa maksudmu dengan aku bukan leluhur suku rubah? Apa ada hal aneh dari diriku ini?” Tanya leluhur suku rubah yang tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi dingin. Itu bukan ekspresi yang sebelumnya di lihat oleh Lu Lu, kali ini ekspresi dari leluhur menjadi terlihat seperti orang yang berbeda. Auranya juga berbeda dan ada niat membunuh di dalam aura dari leluhur suku rubah tersebut yang membuat Lu Lu merasakan badannya kedinginan di tempat itu.“Hahahaha, sekarang aku paham! Ternyata kamu jiwa dari kelompok bajingan itu, apa leluhur suku rubah ubah menyegel kamu disini? Tidak, tampaknya Kamu benar-benar mengambil alih kesadaran dari leluhur suku rubah. Jadi, orang-orang yang datang kesini mati karena kamu bukan?” Tian Sen tiba-tiba dapat merasakan sesuatu yang membuatnya sangat jijik. Dan rasa jijik ini juga datang dari dua elemen yang ada dalam tubuhnya, sesuatu yang selalu menjadi musuh benda di dalam tubuhnya tersebut. Leluhur rubah melihat Tian Sen bis

  • Kaisar Naga Beladiri S3 : Perjalanan Dewa Tian   603. Leluhur rubah yang aneh

    “Anak yang benar-benar membuatku tertarik, yah! Aku juga tidak masalah jika harus memberi perhatian kepada mereka,” kucing putih sadar kalau suku rubah ini juga sangat penting bagi rubah putih. Jadi tidak ada salahnya membuat wanita rubah itu berhutang Budi padanya. Setelah melihat semua petinggi suku rubah bubar, kucing itu berbalik dan mulai berkeliling untuk menghabiskan waktu. Tentu dia juga melaksanakan tugas yang diberikan Tian Sen padanya tanpa disadari oleh orang lain. Sedangkan dalam tanah leluhur suku rubah, Tian Sen yang masuk bersama Lu Lu tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Tapi rubah putih tiba-tiba keluar dan ekspresi yang ditampilkan oleh rubah putih sedikit bermasalah. Memang dari aura dalam gua ada aura dari suku rubah, tapi entah kenapa dia merasa kalau aura dari gua itu benar-benar berbeda daripada bayangannya. Saat itu rubah putih mencoba untuk memeriksa lebih hati-hati tapi tidak di sangka kalau formasi di dalam tanah suku rubah menghalangi matanya. Tian

  • Kaisar Naga Beladiri S3 : Perjalanan Dewa Tian   602. Memasuki tanah leluhur rubah

    “Pemimpin, sebenarnya kenapa anda sangat terobsesi dengan suku rubah? Apa yang tersimpan di suku kecil ini?” Tanya bawahan yang ada di belakang pemimpin bertubuh besar itu. Setelah semua orang pergi, sosok itu muncul dan menampakan diri kepada pemimpin bertubuh besar itu sendiri. “Itu karena suku ini benar-benar mempunyai banyak kelebihan. Katakan saja begini, suku rubah adalah suku yang tingkatnya sama dengan lima suku beast kuno di benua kekacauan dahulunya. Tapi karena perang, banyak ahli kuat dari suku rubah mati dan meninggalkan banyak harta serta warisan di dalam suku!” Dia dengan tenang menjelaskan tentang asal-usul dari suku rubah kepada bawahannya, dan dia bahkan memberitahu sendiri apa yang terjadi dahulu kepada salah satu suku terkuat di benua kekacauan tersebut. Setelah mendengar cerita dari pemimpin bertubuh besar, bawahannya segera paham tujuan dari pemimpin sukunya. Jika mereka berhasil menguasai suku rubah, mungkin mereka bisa menemukan warisan dan harta kuno tersebu

  • Kaisar Naga Beladiri S3 : Perjalanan Dewa Tian   601. bahaya yang mengintai

    “Apa?” “Nak, kamu serius?” Beberapa tetua merasa apa yang akan dilakukan oleh Lu Lu sangat berbahaya. Bukan hanya untuk diri Lu Lu sendiri tapi juga suku rubah karena membuka tanah leluhur adalah hal yang membuat mereka banyak kehilangan talenta muda. Apalagi mereka hanya punya satu kali kesempatan lagi untuk membuka tanah leluhur, jika mereka gagal lagi tidak ada masa depan untuk suku rubah mereka.“Iya, aku serius. Daripada aku menempatkan tanggung jawab ini kepada orang lain, lebih baik aku sendiri yang maju untuk mengemban tanggung jawab ini. Apalagi meski kita mendapatkan dukungan itu hanya akan berlangsung sesaat saja, setelah itu apa? Apa kita harus melakukan hal yang sama lagi? Haruskah kita mengulang lagi seperti itu terus menerus? Aku tidak mau ibu, aku tidak mau!” Lu Lu lebih baik mati dalam perjuangan daripada dia malah berakhir harus membuat pilihan yang sama di masa depan. Karena itu, lebih baik melakukan semua dengan harapan terakhir. Jika memang langit masih berpihak

  • Kaisar Naga Beladiri S3 : Perjalanan Dewa Tian   600. Tekad Lu Lu

    Rubah putih tersenyum, dia sedikit memberitahu Tian Sen keadaan suku rubah sekarang. Meskipun antara dia dan suku rubah disini tidak terlalu punya ikatan yang kuat, tapi tetap saja mereka semua adalah keturunan dari beast kuno rubah berekor sembilan. Melihat keturunannya menjadi seperti sekarang, tentu saja membuat rubah putih menghela nafas. Jadi dia berharap Tian Sen bisa melakukan sesuatu kepada suku rubah ini, karena dia yakin meski tidak terlalu banyak ikatan kuat tapi dari pandangannya, suku rubah disini memiliki hubungan dengan salah satu saudarinya. Tian Sen mendengar itu langsung paham tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, rubah putih hanya tersenyum.“Kamu akan tahu pada waktunya nak, tidak akan lama lagi mungkin kamu bisa menebak apa yang mereka inginkan!” Ucap rubah putih yang tersenyum lembut menatap ke arah pintu di depan matanya. Tepat pada saat Tian Sen ingin bertanya lebih dalam, suara ketukan pintu membuat Tian Sen menoleh ke arah pintu. Dan dari suaranya itu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status