Share

Eps 05

Hari yang di tunggupun akhirnya tiba, rumah sudah rapi dengan hiasan beberapa bunga. Tamu yang di undang juga mulai berdatangan, tak banyak hanya beberapa orang juga kolega milik keluarga Prambu juga keluarga Wirma.

"Saya tidak menyangka jika jawaban dari anda akan secepat ini tuan Wirma," ucap Beno yang tengah berdiri bersama Wirma.

"Buat saya lebih cepat juga lebih baik, sebelum mereka muncul sebaiknya kita dului dengan rencana yang sudah almarhum rencanakan."

"Saya setuju dengan anda tuan, dan mengenai kepulangan nona nantinya kembali ke Jakarta akan saya urus pengawalannya."

"Sebaiknya dari kejauhan saja ketika mengawasi, putra saya tidak suka jika privasinya terlalu diusik."

"Saya akan mengingat itu."

Pembicaraan itu usai ketika penghulu yang ditunggu telah tiba, duduk di tempat yang telah disediakan sembari menunggu kedua pengantinnya.

Di dalam kamar nampak Lecy tak hentinya memandangi calon kakak iparnya itu, cantik dan sungguh cantik dengan polesan make up sederhana. Dewi juga nampak takjub dengan itu, wajah Tian begitu mirip dengan Saci kala itu. Membuat Dewi tak bisa menahan air matanya untuk meluncur membasahi wajahnya.

"Bunda," tegur Lecy yang tak ingin Tian melihat air mata orang tuanya.

"Sudah waktunya, kita turun ya nak."

"Tante, kenapa aku harus menikah dengan kak Ardan?" tanya Tian yang baru  membuka suaranya.

Hati Dewi menghangat mendengar kembali suara  merdu itu, ingin sekali ia merengkuh dan menangis dalam pelukan Tian namun tatapan Lecy menggagalkan semua niatnya itu.

"Semua demi kamu nak, kamu percaya kan sama tente juga om? Kak Ardan akan menjaga kamu, melindungi kamu dari semua orang yang berniat jahat sama kamu," membelai kepala Tian dengan penuh sayang.

"Udah-udah nanti aja melow-melownya, ini udah waktunya princess cantik aku tampil dan menggemparkan semua tamu undangan," seru Lecy yang tak ingin larut dalam suasana sedih itu.

Benar saja, semua orang memang sudah menunggu. Sudah ada Ardan yang duduk berbincang dengan penghulu, dan ketika melihat calon istrinya turun ia pun segera bangkit dan menyambutnya.

Semua orang terpukau dengan penampilan Tian saat ini, banyak kolega Prambu yang menitikan air matanya melihat Tian yang begitu mirip dengan Prambu. Tak banyak dari mereka yang juga ikut memikirkan keselamatan Tian setelah ini, sebab mereka tahu setelah ijab kabul terucap maka setelah itu pula nyawa Tian bisa hilang kapan saja.

Ardan mengulurkan tangannya, menyambut calon istrinya. Tian menerima uluran tangan itu dengan senang hati, mengikuti langkah Ardan yang membawanya pada kursi pengantinnya.

"Pasangan yang cocok," seru Beno dengan pandangan berkaca-kaca.

Semua siap dan semua telah lengkap. Penghulu menjabat tangan Ardan, dengan sekali nafas Ardan kini telah resmi menyunting Tian sebagai istrinya.

Sah..

Sah..

Sah..

Seru semua orang dengan gembira, tangis pecah melihat keduanya telah resmi menikah. Tak banyak memang undangannya, namun itu adalah semua orang yang ada dipihak Tian kedepannya. Semua kolega Prambu yang setia siap berdisi di belakang Tian dan memperjuangkan hak miliknya.

Acara pasang cincin usai, kini Tian mengambil tangan Ardan dan menciumnya. Hatinya berdesir merasakan bibir Tian melekat dikulitnya secara langsung, hatinya menghangat begitu. Tanpa di duga Ardan juga menggerakkan tangannya, meletakkan tangannya tepat di kepala Tian saat istrinya itu mencium punggung tangannya.

Kini berganti Ardan yang mencium kening istrinya, cukup lama kala bibir itu mengecup langsung kulit istrinya. 

"Gadis yang selama ini sudah kuanggap sebagai adikku kini sudah resmi ku nikahi," batin Ardan.

Keduanya terlihat menikmati suasananya dengan sama-sama memejamkan mata. Cukup lama hingga semua orang menanti kapan usainya kecupan itu.

"Sudah sudah, kalau mau lama-lama nunggu kami semua pulang nanti ya. Sekarang kita lanjut acara berikutnya," seru penghulu yang menyadarkan keduanya dengan situasi saat ini.

Wajah keduanya memerah menahan malu, Ardan merutuki dirinya sendiri karena terlalu menikmati menjadi suami baru.

Dan acarapun usai, Beno juga bersiap untuk kembali ke Jakarta. Namun sebelum itu ia nampak sedikit berbincang dengan Ardan, Beno meminta Ardan untuk mendatanginya ketika sudah di Jakarta.

"Om pulang dulu ya, kamu baik-baik disini sama suami kamu," senyumnya pada Ardan yang ada di sebelah Tian selalu.

"Om," nampak wajah Tian memucat dengan sebelah tangannya mencengkeran kuat ujung baju Ardan.

"Ada apa nak?" nampak semua orang menatap Tian dengan penuh ke khawatiran.

Gadis itu menyembunyikan pandangannya ke bawah, Ardan merasa curiga dengan itu. Ia menatap ke arah Tian sebelumnya menatap, dan disanalah ia merasa curiga. Ada seseorang yang nampak sedang mengawasi, namun ia samar karena tak begitu jelas melihatnya.

"Jangan," cegah Tian saat Ardan hendak melangkah pergi.

"Jangan pergi, biar dia yang pergi. Ku mohon om Beno tetaplah disini, paling tidak untuk hari ini," pinta Tian yang baru banyak bicara.

Tak ingin membuat Tian semakin tertekan akhirnya Wirma menyudahi acaranya, ia dan keluarganya membawa Beno menuju kamar untuknya beristirahat. Namun Ardan masih penasaran dengan siapa yang tengah mengawasinya tadi, melihat ketakutan istrinya membuat Ardan curiga jika orang tersebut berhubungan dengan kecelakaan itu.

"Loh Tian, kok loe ada disini sih," tanya Lecy ketika mendapati sahabatnya itu ada di dalam kamarnya.

"Lalu aku harus di mana? Kamar yang biasanya sedang digunakan om Beno," polosnya.

Lecy menepuk keningnya, kakak iparnya itu sungguh polos dan begitu menggemaskan. Namun Lecy lebih suka seperti ini daripada seperti yang lalu.

"Ikut, aku tunjukin kamar kamu."

Dengan masih mengenakan kebaya lengkap Tian mengikuti langkah kaki Lecy di depannya. Keningnya berkerut saat kakinya ternyata melangkah menuju kamar Ardan kakaknya, ia segera menghempaskan tangan Lecy ketika keduanya tiba di tujuan.

"Kenapa kita ke kamar kak Ardan?"

Tok.. Tokk..

Tanpa menjawab Lecy justru mengetuk pintu kamar Ardan, tak lama pintu terbuka dan menampakan sosok penghuninya. Ardan berdiri dengan menggunakan kaos putihnya. Nampak begitu gagah juga berkarisma.

"Dari mana saja?" tanya Ardan yang melihat Tian hanya menundukkan kepalanya.

"Makanya kalau punya istri itu di jaga dong kak, masa istrinya nyasar ke kamar aku sih,"ledek Lecy.

"Masuk, ganti baju kamu," perintah Ardan.

"Ciee, udah nyuruh ganti baju aja nih. Matahari masih terang noh."

"Anak kecil diam ya, balik dan ganti baju juga."

"Istrinya juga anak kecil loh, lebih kecil malahan," ledek Lecy yang langsung kabur dari pandangan kedua kakaknya saat ini.

"Masuk."

"Ke mana?"

Tak menjawab justru Ardan membuka lebar pintu kamarnya, Tian tahu apa yang dimaksud suaminya. Agak canggung memasuki kamar lak-laki yang seperti kakaknya itu dengan statusnya saat ini .

"Lama."

"Akhhhhhhh."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bayu Wicaksono
keep it up
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status