"Arggg! Ibu Ina apa-apaan, sih?! Gue cuma telat dua belas menit malah disuruh buat cabut rumput lapangan!" kesal Rexi.
Ya. Rexi terlambat masuk kelas saat pelajaran sudah dimulai sehingga dia mendapatkan hukuman yang tak lain adalah mencabut rumput lapangan sekolah.
Seseorang tiba-tiba datang dan mendekati Rexi sehingga membuat wanita itu langsung mengangkat pandangannya dengan cepat.
Kedua bola mata Rexi menatap kaget ke arah orang itu.
"Lah! Lo lagi?!" pekik Rexi.
Orang itu tidak menanggapi ucapan Rexi dan lebih memilih untuk mencabut rumput yang ada di hadapan Rexi.
Rexi mendengkus kesal karena tidak dipedulikan oleh orang itu.
"Ck ... Berasa ngomong sama rumput gue!" batin Rexi di dalam hatinya.
Suasana hening di sekitar lapangan itu karena Rexi lebih memilih untuk fokus mencabut rumput lapangan begitupun dengan pria yang ada di sampingnya.
Sepertinya pria itu dihukum juga.
Sekitar hampir satu jam lebih mereka berdua mencabut rumput tanpa ada percakapan sedikit pun, akhirnya Rexi berdiri dari posisi jongkoknya.
"Arggg! Akhirnya udah selesai juga!" pekik Rexi bahagia.
"Waktunya pulang ke rumah!" ucapnya dengan bahagia lagu berjalan keluar dari lapangan itu karena mengingat bahwa dia dihukum hingga jam pulang sekolah.
Pria itu menatap kepergian Rexi dengan datar, kemudian menggelengkan kepalanya.
"Enggak jelas banget," gumamnya pelan.
░░️░░️░░░️░░️░░░️░░️░
Rexi kini terduduk di halte yang berada tak jauh dari sekolahnya, dia sedang menunggu bus ataupun taksi yang bisa mengantarkannya ke rumah.
"Ck ... Ini taksi sama bus nya kemana aja, sih?! Ditungguin enggak datang-datang! Sekali enggak ditunggu, udah datang aja!" kesal Rexi.
Sebuah mobil merah berhenti tepat di depan Rexi, Rexi menatapnya dengan memicingkan matanya.
Sang pemilik mobil menurunkan kaca mobil membuat Rexi melihat siapa pemilik mobil mewah itu.
"Masuk," ucapnya singkat.
Rexi menatap pria itu dengan tatapannya yang keheranan.
"Loh ... Dia bicara sama siapa?" tanya Rexi di dalam hatinya sambil mengitari pandangannya untuk mencari siapa saja orang yang menunggu di halte itu selain dirinya.
Orang itu menatap Rexi dengan datar, padahal sangat kentara sekali kalau di halte itu hanya ada dirinya.
"Enggak ada orang..." batin Rexi keheranan di dalam hatinya sambil menggaruk kepalanya.
Pria itu memutar kedua bola matanya dengan begitu malas karena merasa jengah saat melihat tingkah Rexi.
"Gue nyuruh lo," kata pria itu pada akhirnya.
"Lah?! Gue?!" tanya Rexi kaget.
Masalahnya, Rexi tidak kenal dengan pria itu dan bagaimana bisa pria itu memberikan tumpangan untuknya.
"Hum ..." jawabnya berdeham.
"Enggak ah!" tolak Rexi mentah-mentah.
"Lo nanti malah bakalan culik gue, apalagi tadi lo lempar gue pakai bola basket," kata Rexi malas.
Pria itu menatap Rexi dengan tenang.
"Ya udah kalau emang enggak mau. Hati-hati," kata pria itu memperingati.
"Ah ... Di atas atap halte dulu ada cewek yang gantung diri dan gue dengar kalau warga sekitar bilang dia gentayangan," kata pria itu dengan nada suara berbisik.
Rexi bergidik ngeri saat mendengarkan penuturan dari pria itu.
"Ya udah! Gue ikut sama lo!" kata Rexi pada akhirnya.
Rexi langsung masuk ke dalam mobil pria itu tanpa menunggu jawaban lagi dan pria itu hanya tersenyum tipis melihat tingkah Rexi.
Rexi mengalihkan pandangannya sambil menatap pria yang menyetir di sampingnya itu dengan intens.
"Kalau diperhatikan, dia ganteng juga, sih," batin Rexi di dalam hatinya.
"Tapi ..."
Rexi menghentikan ucapannya, lalu memasang tampang datarnya.
"Gila banget lo, Rex!" batinnya di dalam hati.
"Mana?"
"Ha?!" bingung Rexi dengan pertanyaan pria itu.
Pria itu memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Ini cewek enggak peka banget, sih!" batin pria itu di dalam hatinya.
"Di mana rumah lo?" tanyanya datar.
"Ah ... Kalau nanya yang jelas dong!" kata Rexi kesal.
"Perumahan Griyadi Blok A," jawab Rexi menyebutkan alamat rumahnya.
Pria itu menganggukkan kepalanya lalu mulai menjalankan mobilnya menuju alamat yang diucapkan Rexi.
Sekitar beberapa menit perjalanan, akhirnya Rexi dan pria itu sudah sampai tepat di depan rumah Rexi.
"Makasih udah mau nganterin gue. Sorry kalau tadi gue tuduh lo mau culik gue," kata Rexi dan pria itu hanya berdeham sebagai jawaban.
Rexi berlari turun dari mobil pria itu menuju rumahnya.
Tapi tak lama Rexi kembali datang menghampiri pria itu, sedangkan pria itu langsung mengangkat sebelah alisnya karena tak tahu maksud Rexi kembali datang dan menghampirinya.
"Rexi!" ucap Rexi sambil mengulurkan tangannya kepada pria itu.
Pria itu menatap sepersekian detik uluran tangan Rexi.
"Deian," jawabnya.
░░️░░️░░░️░░️░░░️░░️░
Rexi berjalan masuk apartemennya sambil berjalan dengan lunglai karena terlalu lelah di hari ini.
Degh!
Rexi langsung meremas dadanya saat melihat pemandangan yang baru saja terpampang pada kedua bola matanya.
Rexi membuang tasnya di atas sofa dengan posisi tangannya yang masih memegang dadanya.
"Ekhem!"
Dua orang yang tengah asyik pada dunia mereka langsung kaget.
Bellina mendorong Barack dengan cepat, sedangkan Rexi tersenyum menyeringai dan sok bersikap santai walau hatinya seakan terasa tersayat.
"Uhm ... Kalau mau kissing jangan di ruang tamu. Emangnya kalian enggak malu kalau kepergok gitu?" tanya Rexi menyindir Bellina dan Barack.
Rexi menuangkan segelas air pada gelas bening yang ada di hadapannya, kemudian meminumnya dengan tenang.
"Silakan nikmati ciuman kalian, soalnya malam ini gue enggak pulang," kata Rexi tenang sambil memasang senyuman manisnya.
Barack menatap anak perempuannya itu dengan geram dan perlahan dia berjalan mendekati Rexi.
Plak!
Sebuah tamparan berhasil melayang pada pipi Rexi, itu tamparan dari Barack untuk sang anak.
Rexi memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh Barack. Kedua bola matanya menatap Barack dengan tatapan yang begitu nanar.
Rexi terkekeh miris.
"Bahkan Papa sudah berani menampar Rexi? Ini juga salah satu cara papa mempermalukan Rexi di depan dia," Rexi menunjuk Bellina.
"Papa sudah ingkar janji untuk enggak melukai fisik Rexi," kata Rexi sambil terkekeh.
"Papa enggak akan pernah menampar kamu kalau kamu menjaga sikap, Rexi!" tegas Barack.
"Papa bahkan tidak pernah mengajarkan kamu untuk berlaku kurang ajar dan juga berlaku seenaknya begini, Rexi!" kata Barack lagi dengan geram.
Rexi tersenyum masam sambil menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya.
"Papa jahat! Papa enggak pernah gini sebelum kenal wanita sialan itu!" teriak Rexi emosi sambil menatap Bellina dengan tajam.
"Bar ... Udah. Jangan marahin Rexi," kata Bellina memperingati Barack.Rexi tersenyum sinis saat mendengarkan pembelaan Bellina untuk dirinya."Ck ... Cari muka sama gue?" tanya Rexi di dalam hatinya."Dengan drama lo yang mau belain gue dari bentakan papa gue! Jangan harap kalau gue udah mau terima lo di dalam kehidupan gue sebagai pengganti mama gue!" tegas Rexi sambil menatap Bellina dengan tajam.Bellina menatap Rexi dengan nanar sedangkan Barack menatap anaknya dengan geram."Orang asing tetap orang asing! Camkan itu!" lanjut Rexi emosi sambil menunjuk wajah Bellina dengan sarkas."REXI!" bentak Barack keras.Rexi tersentak kaget saat mendengarkan bentakan sang ayah.Kedua bola mata Rexi berkaca-kaca. Rexi mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat di bawah sana karena emosi, lalu kemudian dia berjalan pergi meninggalkan Barack dan Bellina.
Plak!Tamparan keras itu berhasil melayang pada pipi kanan mulus Rexi. Untuk yang kedua kalinya dia mendapatkan tamparan pada pipinya dari sang ayah.Rexi menundukkan kepalanya dengan dalam, dia merasa kehilangan ayahnya yang selama ini dia banggakan."Kenapa kamu begini?!" tanya Barack emosi sambil memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh Rexi."Pakaian kamu bahkan kekurangan bahan, Rexi Alexa!" geram Barack pada pakaian Rexi."..."Rexi bergeming di tempatnya."Sejak kapan Papa mengajar kamu seperti ini?! Ha?! Papa bahkan enggak pernah beli pakaian model seperti ini untuk kamu, Rexi!" bentak Barack lagi dengan emosi."Papa mana ada pernah ajar Rexi pakai pakaian kayak gini? Papa kan cowok," jawab Rexi melantur karena dalam keadaan mabuk karena pengaruh alkohol."Dan sekarang, kamu jawab pertanyaan Papa dengan mudah karena mabuk,"
- Group Chat -- Bang Tamvan Sat -Brave Ice :Lo ke apart gue semuanya.Brave Ice :Ke apartemen gue tanpa terkecuali.Brave Ice :Oke.Deian Elbar Online*Deian Elbar :Lah! Tumben banget?!Deian Elbar :Biasanya juga introver banget.Deian Elbar :Sampai kita dilarang buat datang ke apart-nya.Alvaro Addison Online*Brave Ice :Kesini aja lah ...Brave Ice :Gue bosen gak bisa ngapa-ngapain.Brave Ice :Mana gue baru dateng.Brave Ice :Adek sialan gue udah buat gue langsung darah tinggi pula.Brave Ice :Bikin naik pitam anjir!Alvaro
Rexi melempar gulingnya dengan emosi ke arah Al. Al yang mendapatkan serangan tiba-tiba itu langsung menangkis guling yang dilempar oleh Rexi.“Apaan, sih?!” kesal Al.“Kalau bukan karena Papa! Gue najis banget buat satu kamar sama lo!” sarkas Al.“Yakhh!” teriak Rexi.“Apa?!” sinis Al lalu duduk di samping Rexi.“Mending lo tidur aja, enggak usah banyak bicara,” kata Al, dia berbaring begitu saja di samping Rexi.“Yakhh! Lo nyaman banget tidur di atas kasur gue! Serasa kayak lagi di apartemen lo aja!” teriak Rexi tidak terima.“Keluar lo dari sini!” perintahnya emosi sambil mendorong Al yang berbaring.Al menahan pergerakan Rexi agar berhenti untuk mendorongnya, perlahan dia juga memejamkan matanya."Yakh! Ish!" geram Rexi.Rexi memukul badan Al berkali-kali, berharap pria itu keluar dari kamarnya.Tapi, Al malah berlaku se
Rexi menepis tangan Al dengan kasar, pasalnya Al menarik pergelangan tangannya dengan begitu kuat dan penuh emosi.Hey! Memangnya, anak mana yang tidak emosi bila mamanya dihina dan dicaci maki seperti itu oleh orang lain?! Pasti seorang anak tidak akan terima, kan? Begitulah yang dirasakan oleh Al."Lo apa-apaan, sih?! Ngapain lo narik gue?!" kesal Rexi."Biarin gue ke sana dan labrak pelakor sialan itu!" lanjutnya penuh amarah."Ck ... Perempuan kayak dia miris banget. Suka banget rebut suami orang. Kayak enggak ada ada laki-laki di dunia ini. Miris!" ocehnya."Lo jaga ucapan lo, yah!" sinis Al."Ck ... Harusnya gue yang bilang sama lo. Jagain Mama lo. Jangan ganjen sama Papa gue," ucap Rexi meremehkan."Udah! Stop! Jangan sekali-kali lo hina Mama gue!" seru Al emosi.Rexi tersenyum sinis."Asal lo tahu anak yang sok tahu. Mama gue udah berkali-kali nolak permintaan Papa lo yang mau nikah sama dia. Tapi, apa?! Papa lo yang kaya
Waktu berlalu dengan begitu cepat, bahkan tak terasa kalau ternyata sekarang dua hari telah berlalu.Altar megah sudah terbentuk di dalam apartemen kediaman keluarga Rexi.Susunan demi susunan stand makanan terbentuk dengan begitu mewah. Makanan yang tampak terlihat menggugah selera sudah terpampang dengan jelas.Sungguh dekorasi pesta pernikahan yang begitu mewah dan megah."Ck ... Pembohong!" seru Rexi saat melihat seluruh desain altar itu."Dia bilang kalau dia bakalan bujuk Mamanya biar enggak nikah sama Papa gue. Tapi, nyatanya cuma bohong doang!" serunya lagi dengan emosi.Rexi berjalan dengan emosi sambil mengarahkan pandangan matanya untuk terus memperhatikan dekorasi pesta pernikahan itu."Ck ... Desain macam apa ini?!" tanya Rexi sambil memegang bunga mawar putih yang bertaburan di atas altar."Norak! Alay! Emang desain Pelakor itu beda! Suka desain
Pagi hari telah tiba.Rexi melangkahkan kakinya berjalan turun menuju ruang makan. Kedua bola matanya mencari sesuatu di ruang makan itu."Mama sama Papa pergi ke Maldives. Mereka liburan di sana selama seminggu," kata Al yang paham dengan arah mata Rexi."What?! Mereka berdua liburan tanpa ada minta izin terlebih dahulu sama gue?!" tanya Rexi tak terima.Al hanya diam saja di tempatnya dan tidak menanggapi pertanyaan heboh dari Rexi.Rexi menatap Al dengan tajam karena pria itu tak memperdulikan dirinya."Woy, sialan!" teriak Rexi emosi.Al mengangkat sebelah alisnya sebagai jawaban."Kok, mereka bisa pergi tanpa bilang sama gue, sih?!" tanya Rexi lagi, Al hanya mengangkat bahunya secara bersamaan sebagai jawaban.Rexi mendecih sinis, lalu berjalan pergi dari ruang makan itu.***Rexi berjalan masu
Rexi kaget bukan main saat tahu fakta mengejutkan yang baru saja dia dapatkan."Kok, bisa?!" pekik Rexi kaget."Hum ... Oleh karena itu, gue turutin semua apa mau Mama gue ..." Al menjeda ucapannya."Karena gue tahu kalau suatu saat nanti, kalau bukan Mama yang ninggalin gue, gue yang bakalan ninggalin Mama ..." lanjutnya dengan begitu lirih.Degh!Jantung Rexi seakan terhantam bebatuan besar saat dia mendengarkan nada suara Al yang terdengar begitu sedih dan putus asa."Gue tahu banget, gimana rasanya kehilangan seorang Mama. Rasanya itu sesak banget," batin Rexi, dia kembali mengingat saat dirinya harus kehilangan sosok sang mama untuk selama-lamanya.Grep!Rexi tiba-tiba menghamburkan pelukannya pada tubuh Al, membuat Al langsung kaget, tetapi Al membalas pelukannya secara perlahan."Al ... Tolong bantu gue. Tolong bantu gue biar