Share

Bab 2

Author: Indri
Setelah mendengar ucapan adiknya, pria di ujung telepon yang sedang merasa gundah di dalam bar pun duduk dengan bersemangat.

“Serius? Calista, pikiranmu benar-benar sudah terbuka? Sudah kubilang Kayden itu bukan orang baik! Selain kasar, dia juga sangat keras kepala! Dengan tinggal di sisinya, kamu pasti akan menderita! Baguslah kalau pikiranmu sudah terbuka. Kamu sudah kemas barang-barangmu? Aku akan pergi menjemputmu sekarang juga!”

Saat mendengar suara Vincent yang begitu gembira hingga agak gemetar, hati Calista terasa getir. Dia berusaha menyembunyikan rasa tidak nyaman tubuhnya dan menjawab, “Kak, kamu bantu aku urus semua prosedurnya dulu. Sebulan lagi, aku akan ke sana. Aku mau tangani semua yang ada di sini sampai tuntas biar nggak usah kembali lagi.”

Saat ini, Vincent baru teringat bahwa berimigrasi ke luar negeri harus melalui prosedur. Dia buru-buru mengangguk, lalu langsung mengurus prosedurnya begitu memutuskan sambungan telepon.

Setelah sambungan telepon terputus, tatapan Calista menjadi gelap. Dia hanya memiliki waktu satu bulan. Sebelum Kayden memalsukan kematiannya, dia harus memutuskan semua hubungan Grup Lisano dengan Grup Farista. Dia ingin terlebih dahulu melepaskan diri dari Grup Farista dan Kayden.

Selama tiga tahun ini, Calista sama sekali tidak berutang pada Kayden. Dia tidak seharusnya lanjut tinggal di tempat ini dan menangani kekacauan yang akan ditinggalkan Kayden setelah Kayden memalsukan kematiannya.

Calista dirawat di rumah sakit seorang diri selama lima hari dan Kayden tidak pernah muncul sekali pun.

Setelah mengambil darah dan kulit Calista, Kayden langsung menelantarkan Calista di rumah sakit. Dia bahkan malas untuk mengirim sebuah pesan berisi penjelasan singkat. Kayden sepertinya sama sekali tidak peduli pada reaksi Calista setelah sadar.

Calista pun tersenyum mengejek. Dia menyeka air mata yang entah sejak kapan mengalir membasahi pipinya, lalu menghubungi orang untuk membuatkan surat perceraian.

Di hari Calista keluar dari rumah sakit, dia membawa surat perceraian itu kembali ke Kediaman Keluarga Farista. Ketika mendekati pintu kamar, dia mendengar suara percakapan orang dari dalam.

“Kayden, demi aku, kamu sudah telantarkan Calista di rumah sakit. Selama seminggu ini, kamu juga cuma temani aku, gimana kalau dia marah dan nggak pulang? Kamu jangan mengantre beli bubur buatku lagi, juga jangan selalu berjaga di sisiku. Sebaiknya kamu pergi jenguk dia ....”

Kayden memijat pergelangan kaki Nadia dengan lembut sambil menatapnya dengan penuh kasih sayang. Begitu mengungkit tentang Calista, ada sedikit kejengkelan yang melintasi matanya.

“Nggak usah. Dia nggak akan tega meninggalkanku. Meski sudah pergi, dia juga akan kembali lagi dengan tampang menyedihkan setelah tiga hari.”

Tubuh Calista pun menegang. Ada rasa sakit yang melintasi matanya.

Ternyata, di mata Kayden, Calista begitu mencintainya sampai tidak mungkin meninggalkannya. Oleh karena itu, dia baru berani berbuat hal-hal yang begitu keterlaluan.

Calista pun tersenyum pahit dan menahan rasa getir sambil mendorong buka pintu kamar. Dalam sekejap, keadaan di dalam ruangan menjadi hening.

Seluruh kasih sayang di mata Kayden seketika menghilang. Dia menepuk-nepuk Nadia untuk menghiburnya, lalu menoleh ke arah Calista dengan penuh waspada.

Awalnya, Kayden mengira Calista akan merengek dan menangis untuk beberapa saat. Tak disangka, Calista hanya dengan tenang menyerahkan sebuah dokumen kepadanya.

“Tandatanganilah ini.”

Berhubung Calista tidak membuat keributan seperti dugaannya, Kayden pun tertegun. Dulu, Calista juga menyerahkan kontrak kerja kepadanya seperti ini. Jadi, dia tidak merasa ada yang tidak beres. Dia pun menerima dokumen itu, lalu menandatanganinya.

Baru saja Kayden hendak mengatakan sesuatu, ponselnya tiba-tiba bergetar. Berhubung itu adalah telepon tentang kerjaan, dia pun berpamitan pada Nadia, lalu pergi ke ruang baca.

Setelah mengantarkan surat perceraian, Calista juga berbalik dan hendak kembali ke kamarnya. Namun, Nadia malah menghentikannya.

“Kamu Calista, ‘kan? Aku pernah dengar Kayden ngomong soal kamu. Kamu itu pemujanya yang menghalalkan segala cara untuk menikahinya,” ujar Nadia sambil tersenyum sinis.

“Dengar-dengar, kamu sangat pandai melayani orang. Begini saja, buatkanlah secangkir kopi untukku. Aku mau yang panas.”

Ketika berbicara, Nadia tidak sengaja menyingkap rambutnya dan menunjukkan kalung permata yang bertengger di lehernya. Itu adalah kalung juara yang dimenangkan Kayden setelah bertanding tinju 12 ronde berturut-turut. Kalung itu melambangkan cinta abadi yang penuh gairah.

Calista tahu Nadia sedang pamer sekaligus memperingatinya. Dia pun mengernyit. Berhubung tidak ingin ribut dengan Nadia, dia pun secara refleks hendak menolak.

Namun, Nadia dapat menebak pemikirannya. Dia berkata lagi dengan santai, “Kalau kamu nggak menurut, aku akan beri tahu Kayden kamu menindasku. Aku rasa Kayden seharusnya akan sangat marah, sedangkan kamu juga nggak akan berakhir baik, lho.”

Calista mengepalkan tangannya dan tatapannya juga meredup. Yang dikatakan Nadia benar. Apa pun yang dikatakan Nadia, Kayden akan percaya padanya tanpa ragu.

Calista masih harus menunggu beberapa saat sebelum bisa meninggalkan tempat ini. Selama masa ini, dia ingin mengurangi masalah sebisa mungkin untuk menjamin dirinya dapat pergi dengan selamat.

“Oke. Aku akan membuatkannya.”

Sepuluh menit kemudian, Calista membawa datang secangkir kopi. Nadia menyesapnya dengan alis terangkat dan ekspresinya langsung menjadi masam. Pada detik berikutnya, dia pun menyiramkan kopi itu ke wajah Calista.

“Kopi macam apa yang kamu buat ini! Jijik banget!”

Seusai menyiram, Nadia masih belum puas dan melemparkan lagi cangkirnya ke kepala Calista.

“Duk!”

“Ugh!”

Cangkir kopi itu jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping. Sementara itu, dahi Calista juga berdarah akibat hantaman itu. Setetes demi setetes darah menetes ke lantai. Noda merah tersebut terlihat sangat menusuk mata.

Sakit. Ini adalah perasaan paling nyata yang dirasakan Calista.

Sebelum Calista sempat bereaksi, Nadia yang sepertinya melihat sesuatu tiba-tiba mengambil air dingin dari meja dan menyiram dirinya sendiri. Kemudian, dia menjerit kesakitan dan berpura-pura jatuh ke lantai.

Kayden kembali tepat pada saat ini. Begitu mendengar keributan, dia segera menerjang masuk. Ketika melihat Nadia yang memeluk kepalanya sambil meringis, amarahnya langsung memuncak. Dia mendorong Calista dan segera menggendong Nadia.

Berhubung Kayden tidak mengendalikan kekuatannya, Calista pun kehilangan keseimbangan. Demi menopang tubuhnya, kedua tangannya menekan serpihan kaca di lantai. Kulitnya langsung robek dan berdarah.

“Nadia, kamu nggak terluka, ‘kan? Apa kakimu terkilir? Tubuhmu terbakar?”

Nadia bersandar dalam pelukan Kayden dengan tampang kasihan dan juga meringkuk ketakutan.

“Kayden, aku nggak apa-apa. Dia seharusnya marah karena kamu selalu temani aku. Aku nggak sengaja tumpahkan kopi ke tubuhnya, tapi dia langsung siram aku pakai air panas dan mendorongku. Tapi, nggak apa-apa. Wajar saja Calista marah. Aku nggak menyalahkannya.”

Kayden menatap Calista dengan kebencian yang sama sekali tidak disembunyikan.

“Calista, kamu benar-benar nggak bisa berubah! Trikmu selalu begitu kotor, hatimu juga sama.”

Tatapan Kayden langsung menjadi kelam. Dia yang menggendong Nadia pun berjalan ke meja kopi, lalu mengambil secangkir air panas yang tersisa.

“Calista, aku sudah pernah bilang. Jangan sentuh Nadia! Kamu harus rasakan sendiri akibat perbuatanmu.”

Begitu selesai berbicara, Kayden langsung menyiramkan air panas itu ke arah Calista tanpa memberikan waktu baginya untuk menjelaskan.

Calista secara refleks mengadangnya. Lengannya langsung terbakar dan berasap. Rasa sakit yang membara itu membuatnya menjerit kesakitan. Dahinya sudah dibasahi keringat dingin. Meskipun sekujur tubuhnya gemetar kesakitan, Kayden masih tidak berniat untuk mengampuninya.

Melihat Kayden yang masih melangkah mendekat, Calista menahan rasa sakit dan menjelaskan sambil menggertakkan gigi, “Kayden, aku nggak menyentuhnya!”

Calista memanggil kepala pelayan yang sudah disuruhnya pergi mengambil rekaman CCTV untuk keluar dan berujar, “Lihat saja sendiri! Nadia yang memfitnahku!”

Kepala pelayan yang menggenggam laptop berjalan ke hadapan Kayden. Dari Nadia mulai memfitnahnya, Calista sudah mencari cara untuk menghadapinya. Tak disangka ....

Setelah menonton rekaman ulang sampai akhir, ekspresi Kayden pun berubah. Namun, Nadia masih bersandar dalam pelukannya sambil menangis. Jadi, dia pun menekan rasa aneh itu.

Kayden mengelus rambut Nadia dan menghibur dengan suara kecil, “Jangan takut. Aku tahu kamu bukan sengaja.”

Setelah wanita dalam pelukannya berhenti menangis, Kayden baru menatap Calista dan berujar dengan nada seolah sedang memberi sedekah, “Akhiri saja masalah ini sampai di sini. Kemas barangmu dan pindah ke kamar tamu.”

Seusai berbicara, Kayden melirik luka Calista, lalu berbalik dan kembali ke kamar.

Calista tidak menyangka bahwa meskipun ada bukti kuat yang terpampang di hadapannya, Kayden masih tetap membela Nadia dengan tenang.

Calista berusaha mengangkat tangannya yang berdarah. Ada rasa ironis dan putus asa yang terkandung dalam matanya. “Oke, aku pindah.”
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 22

    “Dia nggak setuju!”Kayden berdiri di bawah panggung dan masih mengenakan pakaian rumah sakit. Di balik pakaiannya, terlihat luka-luka yang bersilangan. Rambutnya yang selalu tersisir rapi juga sangat berantakan. Tampangnya sangat menyedihkan, tetapi juga menakutkan.Kayden sama sekali tidak peduli pada tatapan aneh orang lain. Dia hanya menatap Calista lekat-lekat.“Pak Kayden, apa maumu?” Aciel memicingkan mata dan mengadang di depan Calista. “Kamu mau merebut tunanganku?”Kayden yang terbakar api cemburu memelototi Aciel dengan tangan terkepal erat. Namun, ketika teringat tujuannya, dia buru-buru berjalan ke depan Calista.“Calista, jangan menikah dengannya! Jangan menikah dengannya, ya? Aku sudah sadari semua kesalahanku. Aku tahu semua yang terjadi dulu adalah salahku. Tapi, aku mohon berikanlah aku sebuah kesempatan lagi. Aku pasti akan berubah. Kelak, aku akan mencintaimu dengan sepenuh hati ....”Berhubung khawatir Calista tidak percaya, Kayden mengeluarkan kotak yang disembuny

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 21

    Melihat Calista tidak membantah, Vincent segera memeriksa luka di tubuh Calista. Dari dulu, dia sudah khawatir Kayden akan melukai Calista. Namun, Calista selalu membela Kayden dan tidak bersedia memberi tahu apa pun kepadanya.Begitu memikirkan bagaimana putri Keluarga Lisano yang dibesarkan dengan hati-hati itu dilukai seperti ini, Vincent langsung merasa sangat sakit hati. Dia bertukar pandang dengan Aciel dan dapat langsung membaca niat yang terpancar dari matanya. Dia pun mengangguk, lalu menyuruh pengawal untuk menyeret Kayden keluar.Vincent tinggal di vila untuk menjaga Calista. Sementara itu, Aciel mengikuti pengawal keluar. Dia menyaksikan mereka menyeret Kayden ke sebuah gang yang gelap dan sepi, lalu melemparnya ke atas lumpur dengan kuat. Setelahnya, dia memberi perintah dengan dingin, “Sayat dia 99 kali. Jangan kurang sekali pun.”Dengan kesadaran yang kabur, Kayden merasa dirinya seperti sudah kembali ke masa lalunya bersama Calista. Dia kembali ke hari di mana Nadia me

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 20

    Namun, tidak peduli bagaimana Kayden berseru atau mengejar di belakang, mobil itu tetap melaju makin jauh tanpa mengurangi kecepatannya sedetik pun.Tiga bulan lalu, Kayden tidak pernah membayangkan bahwa ada hari di mana dirinya akan mengesampingkan harga dirinya dan melepaskan semuanya hanya demi Calista memaafkannya. Dia juga tidak menyangka bahwa setelah mengesampingkan semuanya dan mengucapkan semua hal baik, Calista tetap tidak meliriknya bahkan sekali pun.Secara berangsur-angsur, Kayden pun tertinggal jauh di belakang mobil. Dia hanya bisa menyaksikan lampu berwarna merah di belakang mobil kian menjauh. Hatinya terasa sangat hampa. Matanya dipenuhi dengan berbagai emosi. Pada akhirnya, yang paling mendominasi adalah obsesi dan keras kepala.Kayden tidak akan menyerah semudah ini. Dia pasti sudah melukai Calista terlalu dalam. Namun, tidak apa-apa. Dia harus sabar dan menemukan cara yang benar. Biar bagaimanapun, dia harus membuat Calista kembali ke sisinya.Kayden meninggalkan

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 19

    “Ada orang yang cari masalah di sini dan sengaja memukul pacarku.”Mata Kayden membelalak lebih besar lagi. Dia terpaku di tempat dengan tidak percaya dan tidak dapat melontarkan sepatah kata pun untuk waktu yang sangat lama.Kayden hanya bisa melihat Calista memberi pesan kepada kepala pelayan untuk menangani urusan dengan polisi, lalu menyaksikan Calista membawa Aciel pergi tanpa meliriknya sekali pun.Hati Kayden terasa sangat sakit. Dia benar-benar tidak percaya bahwa Calista tega melakukan hal seperti ini. Di mata Calista, dirinya sudah benar-benar tidak penting lagi. Meskipun dia terluka, Calista juga sama sekali tidak peduli.Kayden dibawa pergi polisi, sedangkan Calista membawa Aciel ke rumah sakit. Lukanya tidak termasuk serius, tetapi memar yang tertinggal di tubuhnya terlihat menakutkan.Calista mengamati memar di wajah Aciel, lalu meminta dua kotak disinfektan dari staf medis dan menangani lukanya dengan hati-hati.“Aku benar-benar nggak menduga masalah hari ini. Maaf. Sete

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 18

    Kayden menggerakkan bibirnya dan masih ingin mengucapkan sesuatu. Namun, Calista sudah sepenuhnya kehilangan kesabaran. Tanpa meliriknya, Calista langsung berbalik dan berjalan masuk.Hati Kayden pun bergetar. Dia secara refleks mengejar Calista. “Calista, jangan pergi. Dengar dulu penjelasanku. Aku minta maaf. Bisa nggak kamu dengar kata-kataku sampai akhir ....”Kayden mengikuti Calista sampai ke depan pintu sambil berusaha menekan rasa paniknya. Dia hendak meraih tangan Calista dengan hati-hati. Namun, sebelum sempat melakukannya, pintu rumah sudah ditutup dengan kuat dan sepenuhnya menghalanginya di luar.“Calista, aku tahu aku sudah salah menyalahkanmu. Aku sudah selidiki dengan jelas masalah Nadia. Aku juga sudah buat dia rasakan akibatnya. Sekarang, aku sudah mengusirnya. Calista, aku nggak mau cerai!”“Aku tahu aku sudah menyakitimu dulu, tapi aku sudah sadari kesalahanku. Aku akan berubah! Aku akan mengubah semuanya! Kamu jangan berhubungan dekat sama Aciel. Kamu jangan ....”

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 17

    Kayden buru-buru berbalik dan kebetulan melihat dua orang yang turun dari mobil sambil bergandengan tangan.Dulu, karena harus mengurus dua perusahaan seorang diri, Calista selalu berdandan rapi dan profesional. Setelah datang ke Negara Moriko, penampilannya sudah berubah. Sekarang, dia mengenakan rok pendek hitam, mengikat rambut panjangnya, juga memasang senyum ceria di wajahnya yang mulus.Tampang Calista yang seperti ini hanya pernah dilihat Kayden sebelum Calista menginjak usia 20 tahun. Sejak mereka menikah, keceriaan dan semangat hidup Calista perlahan-lahan terkubur dalam kuburan pernikahan yang dia gali untuk Calista.Kayden pun mematung di tempat dan membelalak terkejut. Dia memandang lekat-lekat kedua orang yang berada tidak jauh darinya. Dari yang awalnya hanya bergandengan tangan, mereka mulai berjarak makin dekat dan hampir berciuman.Kayden pun terbakar api cemburu hingga kehilangan akal sehat.“Calista! Lagi ngapain kamu!” bentak Kayden dengan suara rendah dan dingin.K

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status