Share

Bab 3

Author: Indri
Calista pindah keluar dari kamar utama dalam satu malam. Selain dokumen-dokumen penting, dia tidak mengambil apa pun, bahkan sepotong pakaian juga tidak. Dia langsung menyuruh pembantu untuk membuang semua barangnya supaya bisa mengosongkan tempat untuk Nadia.

Setelah kembali ke kamar, Calista merasa sangat lelah. Dia bahkan tidak bertenaga untuk pergi ke rumah sakit dan langsung beristirahat.

Sampai tengah malam, kepala Calista terasa berat dan pusing. Seluruh tubuhnya sangat panas bagaikan sedang berada di dalam oven. Ini jelas-jelas bukanlah hal yang normal setelah memasuki awal musim gugur.

Calista merasa tidak beres dan membuka matanya dengan kesulitan. Tak disangka, dia malah melihat Kayden duduk di sisi tempat tidur. Kayden sedang mengolesi obat ke luka bakar lengannya dengan serius.

Melihat Calista sudah bangun, Kayden meliriknya, lalu mengambil sebutir obat dari meja samping tempat tidur. Dia menyodorkan obat beserta air ke sudut mulutnya.

“Lukamu infeksi, makanya kamu demam. Minum dulu obat penurun panasnya sebelum tidur,” ujar Kayden dengan nada rendah yang bercampur dengan sedikit rasa khawatir.

Setelah Calista menelan obat yang disodorkannya, Kayden berkata, “Ini obat yang sengaja dibeli Nadia untukmu. Habis minum, istirahatlah. Kelak, jangan bermusuhan dengannya lagi.”

Selama tiga tahun pernikahan, ini adalah pertama kalinya Kayden merawatnya ketika sakit. Namun, Kayden malah menyuruhnya untuk tidak bermusuhan dengan Nadia, padahal ini semua jelas-jelas bukanlah salahnya.

Hanya saja, memangnya kenapa meskipun begitu? Kayden hanya peduli pada Nadia.

Calista merasa sangat ironis. Kesadarannya mulai kabur dan dia ingin tidur untuk menghilangkan pusingnya. Akan tetapi, tubuhnya terasa seperti terbakar dan makin panas. Kelopak matanya juga sangat berat hingga dia tidak bisa membukanya.

Entah sudah berapa lama Calista berjuang, dia akhirnya dapat membuka matanya dengan susah payah. Dia memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur, lalu menyentuh lehernya yang terasa sangat panas. Dia juga menyeret tubuhnya yang berat ke depan cermin. Matanya terlihat sangat merah.

Demam Calista tidak turun. Sebaliknya, malah makin parah.

Mengetahui bahwa dirinya tidak bisa menunda lebih lama lagi, Calista berjalan keluar dengan terhuyung-huyung. Tepat ketika mencapai pintu, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berbalik untuk mengambil obat penurun panas di meja samping tempat tidur.

Ketika tiba di rumah sakit, demam Calista telah mencapai 40 derajat. Pada satu titik, dia bahkan merasa kesulitan bernapas dan segera dilarikan ke ruang gawat darurat. Dokter mengatur agar dia dirawat di rumah sakit, melakukan tes darah, mengobati luka bakar di lengannya, dan memberinya infus sepanjang malam sebelum suhu tubuhnya perlahan turun.

“Apa yang terjadi? Lenganmu sudah infeksi sampai begini, tapi kamu nggak oles obat. Sudah demam, masih asal minum obat lagi. Kamu mau mati?”

Calista mengerutkan kening, jantungnya berdebar kencang.

“Dokter bilang aku nggak oles obat ke lenganku? Aku jelas sudah obati lukanya. Aku juga minum obat penurun demam yang dikasih keluargaku. Kenapa bisa begini?”

Saat bertanya, sebuah pemikiran perlahan muncul di benak Calista.

Mata Calista menjadi kelam dan dia mengerutkan bibirnya. Dia berbalik dan mengambil pil dari tasnya, lalu menyerahkannya kepada dokter. “Ini obat yang diberikan kepadaku. Coba Dokter bantu aku periksa apa ini obat penurun demam atau bukan?”

Dokter mengambil pil itu dan melihat tanda di atasnya dengan hati-hati. Ekspresinya tiba-tiba menjadi serius.

“Sembarangan! Ini obat yang sudah dilarang di negeri ini! Selain nggak bisa turunkan demam, efek sampingnya bisa sebabkan keracunan ginjal dan pendarahan lambung. Siapa yang kasih ke kamu? Orangnya sengaja mau celakai kamu!”

Calista menatap pil itu. Panasnya yang baru reda itu pun menyerang lagi hingga membuat ujung jarinya mati rasa.

Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Itu adalah pesan dari Kayden. Saat mengklik pesan masuk itu, Calista melihat video Nadia yang tersenyum cerah.

“Calista, habis minum obat yang kukasih, apa kamu merasa nyaman di rumah sakit? Itu obat yang kubeli untukmu. Aku jamin jantungmu akan berdebar kencang sepanjang malam. Oh iya, aku juga aku salah ambil obat untuk lenganmu. Aku baru sadar yang kuberikan itu air. Kamu harus segera mengatasi lukanya. Kalau nggak, lukanya akan tinggalkan bekas.”

Sebelum Calista sempat mengambil tangkapan layar pesan, orang di ujung telepon telah menarik kembali pesan itu. Calista tahu bahwa Kayden-lah yang melakukannya. Dia takut Calista akan membaca pesan tersebut, lalu meminta pertanggungjawaban dan menimbulkan masalah bagi Nadia.

Nadia tersenyum mengejek, menunduk, dan menarik napas dalam-dalam sebelum menelepon polisi.

“Halo? Aku mau buat laporan, Ada orang yang mencoba membunuhku.”

Setelah menelepon polisi, Calista kembali tertidur lelap. Saat terbangun lagi, dia dibangunkan oleh dering telepon yang tidak berhenti. Itu adalah panggilan dari Kayden. Berhubung tahu kenapa Kayden menelepon, dia tidak punya energi untuk berdebat dengannya.

Tepat saat Calista hendak memblokir nomor Kayden, teleponnya berdering lagi. Kali ini, kakaknya yang menelepon. Jadi, dia menjawab panggilan itu.

“Calista, prosedur imigrasi sudah lagi dalam proses dan akan makan waktu sekitar setengah bulan. Aku sudah pesan tiket pesawat untuk pulang dan menjemputmu. Apa urusanmu sudah bisa diselesaikan?”

Mungkin karena takut Calista menyesal, suara Vincent yang biasanya terdengar malas menjadi tegang. Mendengar kehati-hatian Vincent, Calista tersenyum lembut.

“Bisa. Kak, jangan khawatir. Aku nggak akan menyesal. Aku pasti akan pergi seusai mengurus semuanya.”

Baru saja Calista selesai berbicara, pintu kamar rawat inapnya didorong buka dari luar. Kayden berdiri di depan pintu dengan ekspresi masam.

“Pergi? Kamu mau pergi ke mana? Sampai masalah Nadia terselesaikan, kamu nggak boleh pergi ke mana pun!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 22

    “Dia nggak setuju!”Kayden berdiri di bawah panggung dan masih mengenakan pakaian rumah sakit. Di balik pakaiannya, terlihat luka-luka yang bersilangan. Rambutnya yang selalu tersisir rapi juga sangat berantakan. Tampangnya sangat menyedihkan, tetapi juga menakutkan.Kayden sama sekali tidak peduli pada tatapan aneh orang lain. Dia hanya menatap Calista lekat-lekat.“Pak Kayden, apa maumu?” Aciel memicingkan mata dan mengadang di depan Calista. “Kamu mau merebut tunanganku?”Kayden yang terbakar api cemburu memelototi Aciel dengan tangan terkepal erat. Namun, ketika teringat tujuannya, dia buru-buru berjalan ke depan Calista.“Calista, jangan menikah dengannya! Jangan menikah dengannya, ya? Aku sudah sadari semua kesalahanku. Aku tahu semua yang terjadi dulu adalah salahku. Tapi, aku mohon berikanlah aku sebuah kesempatan lagi. Aku pasti akan berubah. Kelak, aku akan mencintaimu dengan sepenuh hati ....”Berhubung khawatir Calista tidak percaya, Kayden mengeluarkan kotak yang disembuny

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 21

    Melihat Calista tidak membantah, Vincent segera memeriksa luka di tubuh Calista. Dari dulu, dia sudah khawatir Kayden akan melukai Calista. Namun, Calista selalu membela Kayden dan tidak bersedia memberi tahu apa pun kepadanya.Begitu memikirkan bagaimana putri Keluarga Lisano yang dibesarkan dengan hati-hati itu dilukai seperti ini, Vincent langsung merasa sangat sakit hati. Dia bertukar pandang dengan Aciel dan dapat langsung membaca niat yang terpancar dari matanya. Dia pun mengangguk, lalu menyuruh pengawal untuk menyeret Kayden keluar.Vincent tinggal di vila untuk menjaga Calista. Sementara itu, Aciel mengikuti pengawal keluar. Dia menyaksikan mereka menyeret Kayden ke sebuah gang yang gelap dan sepi, lalu melemparnya ke atas lumpur dengan kuat. Setelahnya, dia memberi perintah dengan dingin, “Sayat dia 99 kali. Jangan kurang sekali pun.”Dengan kesadaran yang kabur, Kayden merasa dirinya seperti sudah kembali ke masa lalunya bersama Calista. Dia kembali ke hari di mana Nadia me

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 20

    Namun, tidak peduli bagaimana Kayden berseru atau mengejar di belakang, mobil itu tetap melaju makin jauh tanpa mengurangi kecepatannya sedetik pun.Tiga bulan lalu, Kayden tidak pernah membayangkan bahwa ada hari di mana dirinya akan mengesampingkan harga dirinya dan melepaskan semuanya hanya demi Calista memaafkannya. Dia juga tidak menyangka bahwa setelah mengesampingkan semuanya dan mengucapkan semua hal baik, Calista tetap tidak meliriknya bahkan sekali pun.Secara berangsur-angsur, Kayden pun tertinggal jauh di belakang mobil. Dia hanya bisa menyaksikan lampu berwarna merah di belakang mobil kian menjauh. Hatinya terasa sangat hampa. Matanya dipenuhi dengan berbagai emosi. Pada akhirnya, yang paling mendominasi adalah obsesi dan keras kepala.Kayden tidak akan menyerah semudah ini. Dia pasti sudah melukai Calista terlalu dalam. Namun, tidak apa-apa. Dia harus sabar dan menemukan cara yang benar. Biar bagaimanapun, dia harus membuat Calista kembali ke sisinya.Kayden meninggalkan

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 19

    “Ada orang yang cari masalah di sini dan sengaja memukul pacarku.”Mata Kayden membelalak lebih besar lagi. Dia terpaku di tempat dengan tidak percaya dan tidak dapat melontarkan sepatah kata pun untuk waktu yang sangat lama.Kayden hanya bisa melihat Calista memberi pesan kepada kepala pelayan untuk menangani urusan dengan polisi, lalu menyaksikan Calista membawa Aciel pergi tanpa meliriknya sekali pun.Hati Kayden terasa sangat sakit. Dia benar-benar tidak percaya bahwa Calista tega melakukan hal seperti ini. Di mata Calista, dirinya sudah benar-benar tidak penting lagi. Meskipun dia terluka, Calista juga sama sekali tidak peduli.Kayden dibawa pergi polisi, sedangkan Calista membawa Aciel ke rumah sakit. Lukanya tidak termasuk serius, tetapi memar yang tertinggal di tubuhnya terlihat menakutkan.Calista mengamati memar di wajah Aciel, lalu meminta dua kotak disinfektan dari staf medis dan menangani lukanya dengan hati-hati.“Aku benar-benar nggak menduga masalah hari ini. Maaf. Sete

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 18

    Kayden menggerakkan bibirnya dan masih ingin mengucapkan sesuatu. Namun, Calista sudah sepenuhnya kehilangan kesabaran. Tanpa meliriknya, Calista langsung berbalik dan berjalan masuk.Hati Kayden pun bergetar. Dia secara refleks mengejar Calista. “Calista, jangan pergi. Dengar dulu penjelasanku. Aku minta maaf. Bisa nggak kamu dengar kata-kataku sampai akhir ....”Kayden mengikuti Calista sampai ke depan pintu sambil berusaha menekan rasa paniknya. Dia hendak meraih tangan Calista dengan hati-hati. Namun, sebelum sempat melakukannya, pintu rumah sudah ditutup dengan kuat dan sepenuhnya menghalanginya di luar.“Calista, aku tahu aku sudah salah menyalahkanmu. Aku sudah selidiki dengan jelas masalah Nadia. Aku juga sudah buat dia rasakan akibatnya. Sekarang, aku sudah mengusirnya. Calista, aku nggak mau cerai!”“Aku tahu aku sudah menyakitimu dulu, tapi aku sudah sadari kesalahanku. Aku akan berubah! Aku akan mengubah semuanya! Kamu jangan berhubungan dekat sama Aciel. Kamu jangan ....”

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 17

    Kayden buru-buru berbalik dan kebetulan melihat dua orang yang turun dari mobil sambil bergandengan tangan.Dulu, karena harus mengurus dua perusahaan seorang diri, Calista selalu berdandan rapi dan profesional. Setelah datang ke Negara Moriko, penampilannya sudah berubah. Sekarang, dia mengenakan rok pendek hitam, mengikat rambut panjangnya, juga memasang senyum ceria di wajahnya yang mulus.Tampang Calista yang seperti ini hanya pernah dilihat Kayden sebelum Calista menginjak usia 20 tahun. Sejak mereka menikah, keceriaan dan semangat hidup Calista perlahan-lahan terkubur dalam kuburan pernikahan yang dia gali untuk Calista.Kayden pun mematung di tempat dan membelalak terkejut. Dia memandang lekat-lekat kedua orang yang berada tidak jauh darinya. Dari yang awalnya hanya bergandengan tangan, mereka mulai berjarak makin dekat dan hampir berciuman.Kayden pun terbakar api cemburu hingga kehilangan akal sehat.“Calista! Lagi ngapain kamu!” bentak Kayden dengan suara rendah dan dingin.K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status