Share

Bab 8

Author: Indri
Calista melonggarkan genggamannya dan ponselnya pun jatuh ke lantai. Darah dalam sekujur tubuhnya terasa mendidih dan menerjang ke otak. Dia dapat merasakan sensasi seperti tersayat lagi, rasa sakit itu bagaikan tubuhnya tercabik-cabik dari dalam.

Jadi, ternyata Kayden yang mempekerjakan orang itu untuk membalaskan dendam Nadia. Mata Calista mulai bergetar dan dadanya terasa bagaikan diremas. Rasa sakit itu nyaris membuatnya tidak dapat bernapas.

Setelah kelelahan menangis, Calista pun tertidur. Entah berapa lama waktu yang telah berlalu, dia dibangunkan oleh suara Nadia.

“Kayden, bukannya kamu sudah janji mau bantu aku balas dendam? Kenapa kamu malah marah? Semalam, kamu sudah tinggalkan aku di aula pesta demi dia. Sekarang, kamu pakai nada yang begitu galak lagi waktu ngomong sama aku. Kamu sudah nggak cinta sama aku!”

Kayden lagi-lagi menghiburnya dengan lembut, “Aku memang sudah setuju untuk balaskan dendammu, tapi aku nggak bilang mau membunuhnya. Kamu nggak tahu kenapa aku marah? Itu kan karena kamu suruh sopir untuk tabrak Calista sampai mati!”

Kayden teringat tampang pucat Calista yang tergeletak di atas lumpur. Mobil yang melaju ke arahnya secara perlahan sudah nyaris menabrak dan menghabisinya. Pada saat itu, dia merasa jantungnya nyaris berhenti berdetak.

Kayden pun buru-buru menggendong dan membawa Calista ke rumah sakit. Dia menyaksikan bagaimana Calista yang sekujur tubuhnya berlumuran darah dilarikan ke UGD. Detak jantungnya sangat pelan, sedangkan wajahnya benar-benar sudah seputih kertas. Calista terlihat seperti tidak akan bangun untuk mengganggunya lagi selamanya.

Pada momen itu, Kayden merasa sangat panik. Dia berjaga di luar UGD dengan benak kosong.

Nadia memandang Kayden dengan tidak rela. Melihat perasaan campur aduk yang tersembunyi di balik matanya, dia merasa sangat marah. Perasaan seperti ini terlalu rumit. Dia tidak berani berpikir kejauhan, hanya tahu bahwa dirinya harus segera bertindak.

“Iya, iya. Aku tahu aku salah. Aku yang terlalu gegabah. Dengar-dengar, pengawal Calista lagi selidiki kejadian semalam. Jangan-jangan, dia tahu aku yang ....”

Begitu melihat Nadia telah menunduk, amarah Kayden juga sirna. Sebelum Nadia menyelesaikan ucapannya yang penuh kekhawatiran itu, dia terlebih dahulu menyela, “Nggak. Selama ada aku, dia nggak akan menemukan apa pun.”

Kali ini, Nadia baru tersenyum tulus.

“Kalau begitu, jangan bahas masalah ini. Kayden, bukannya kamu bilang kamu mau palsukan kematianmu dan bawa aku pergi? Rencananya sudah matang?”

“Mayatnya sudah diangkut kemari. Seminggu lagi adalah hari ulang tahun Calista. Kita akan pergi pada hari itu.”

Ucapan Kayden membuat Nadia tenang dan dia pun berhenti menangis. Kemudian, dia memeluk Kayden dan berkata dengan manja bahwa dirinya ingin pergi ke sebuah kuil di Kota Arlinda supaya bisa mendoakan kelancaran rencana mereka.

Kayden melirik ke arah kamar rawat inap dengan ragu. Akan tetapi, begitu Nadia mendengus, dia langsung menyetujuinya dan membawa Nadia pergi.

Di sisi lain dinding, mata Calista dipenuhi emosi. Dia mengatupkan bibir dan menelepon sekretarisnya.

“Percepat penanganan masalah di perusahaan. Kesampingkan dulu bagian yang nggak bisa ditangani. Bantu aku pesankan tiket pesawat untuk lima hari lagi.”

Seusai memutuskan sambungan telepon, Calista memejamkan matanya dan berusaha menekan gejolak emosi dalam hatinya.

Meskipun sudah merencanakan semuanya dengan matang, Kayden tetap saja melupakan sebuah variabel yang tak terkendali, yaitu Calista. Berhubung Kayden sudah diam-diam menyiapkan sebuah “kejutan” untuknya, dia hanya perlu pergi lebih cepat. Dia tidak ingin menangani kekacauan yang ditinggalkan mereka untuknya.

Calista diopname di rumah sakit selama lima hari. Di hari dia keluar dari rumah sakit, dia akhirnya menerima dua kabar baik. Yang satu adalah, kantor pusat perusahaannya telah berhasil dipindahkan. Yang kedua adalah, prosedur imigrasinya telah selesai. Dia sudah bisa meninggalkan tempat ini.

Ketika mendengar suara kakaknya yang penuh semangat di ujung telepon, Calista pun berlinang air mata. Dia menyeka air matanya, lalu tidak sengaja menangkap cincin nikah di jari manisnya. Tatapannya menjadi kelam. Setelah tertegun sejenak, dia melepas cincin itu dan membuangnya ke parit.

Semuanya sudah berakhir.

Di bandara, Calista mengeluarkan tiket pesawatnya dan berjalan perlahan menuju pintu keberangkatan.

Ketika mendongak, Calista kebetulan melihat Kayden yang berjalan keluar dengan menggandeng tangan Nadia. Kedua orang itu mengenakan mantel berwarna gelap yang sangat serasi. Pria tampan dan wanita cantik yang berjalan berdampingan itu segera menarik perhatian para pejalan kaki.

Calista hanya memandang sosok mereka dengan tenang, sampai sosok mereka sepenuhnya menghilang dari pandangannya. Kemudian, dia memblokir semua informasi kontak Kayden tanpa ragu dan membuang kartu SIM-nya sebelum berbalik dan naik ke pesawat.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 22

    “Dia nggak setuju!”Kayden berdiri di bawah panggung dan masih mengenakan pakaian rumah sakit. Di balik pakaiannya, terlihat luka-luka yang bersilangan. Rambutnya yang selalu tersisir rapi juga sangat berantakan. Tampangnya sangat menyedihkan, tetapi juga menakutkan.Kayden sama sekali tidak peduli pada tatapan aneh orang lain. Dia hanya menatap Calista lekat-lekat.“Pak Kayden, apa maumu?” Aciel memicingkan mata dan mengadang di depan Calista. “Kamu mau merebut tunanganku?”Kayden yang terbakar api cemburu memelototi Aciel dengan tangan terkepal erat. Namun, ketika teringat tujuannya, dia buru-buru berjalan ke depan Calista.“Calista, jangan menikah dengannya! Jangan menikah dengannya, ya? Aku sudah sadari semua kesalahanku. Aku tahu semua yang terjadi dulu adalah salahku. Tapi, aku mohon berikanlah aku sebuah kesempatan lagi. Aku pasti akan berubah. Kelak, aku akan mencintaimu dengan sepenuh hati ....”Berhubung khawatir Calista tidak percaya, Kayden mengeluarkan kotak yang disembuny

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 21

    Melihat Calista tidak membantah, Vincent segera memeriksa luka di tubuh Calista. Dari dulu, dia sudah khawatir Kayden akan melukai Calista. Namun, Calista selalu membela Kayden dan tidak bersedia memberi tahu apa pun kepadanya.Begitu memikirkan bagaimana putri Keluarga Lisano yang dibesarkan dengan hati-hati itu dilukai seperti ini, Vincent langsung merasa sangat sakit hati. Dia bertukar pandang dengan Aciel dan dapat langsung membaca niat yang terpancar dari matanya. Dia pun mengangguk, lalu menyuruh pengawal untuk menyeret Kayden keluar.Vincent tinggal di vila untuk menjaga Calista. Sementara itu, Aciel mengikuti pengawal keluar. Dia menyaksikan mereka menyeret Kayden ke sebuah gang yang gelap dan sepi, lalu melemparnya ke atas lumpur dengan kuat. Setelahnya, dia memberi perintah dengan dingin, “Sayat dia 99 kali. Jangan kurang sekali pun.”Dengan kesadaran yang kabur, Kayden merasa dirinya seperti sudah kembali ke masa lalunya bersama Calista. Dia kembali ke hari di mana Nadia me

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 20

    Namun, tidak peduli bagaimana Kayden berseru atau mengejar di belakang, mobil itu tetap melaju makin jauh tanpa mengurangi kecepatannya sedetik pun.Tiga bulan lalu, Kayden tidak pernah membayangkan bahwa ada hari di mana dirinya akan mengesampingkan harga dirinya dan melepaskan semuanya hanya demi Calista memaafkannya. Dia juga tidak menyangka bahwa setelah mengesampingkan semuanya dan mengucapkan semua hal baik, Calista tetap tidak meliriknya bahkan sekali pun.Secara berangsur-angsur, Kayden pun tertinggal jauh di belakang mobil. Dia hanya bisa menyaksikan lampu berwarna merah di belakang mobil kian menjauh. Hatinya terasa sangat hampa. Matanya dipenuhi dengan berbagai emosi. Pada akhirnya, yang paling mendominasi adalah obsesi dan keras kepala.Kayden tidak akan menyerah semudah ini. Dia pasti sudah melukai Calista terlalu dalam. Namun, tidak apa-apa. Dia harus sabar dan menemukan cara yang benar. Biar bagaimanapun, dia harus membuat Calista kembali ke sisinya.Kayden meninggalkan

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 19

    “Ada orang yang cari masalah di sini dan sengaja memukul pacarku.”Mata Kayden membelalak lebih besar lagi. Dia terpaku di tempat dengan tidak percaya dan tidak dapat melontarkan sepatah kata pun untuk waktu yang sangat lama.Kayden hanya bisa melihat Calista memberi pesan kepada kepala pelayan untuk menangani urusan dengan polisi, lalu menyaksikan Calista membawa Aciel pergi tanpa meliriknya sekali pun.Hati Kayden terasa sangat sakit. Dia benar-benar tidak percaya bahwa Calista tega melakukan hal seperti ini. Di mata Calista, dirinya sudah benar-benar tidak penting lagi. Meskipun dia terluka, Calista juga sama sekali tidak peduli.Kayden dibawa pergi polisi, sedangkan Calista membawa Aciel ke rumah sakit. Lukanya tidak termasuk serius, tetapi memar yang tertinggal di tubuhnya terlihat menakutkan.Calista mengamati memar di wajah Aciel, lalu meminta dua kotak disinfektan dari staf medis dan menangani lukanya dengan hati-hati.“Aku benar-benar nggak menduga masalah hari ini. Maaf. Sete

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 18

    Kayden menggerakkan bibirnya dan masih ingin mengucapkan sesuatu. Namun, Calista sudah sepenuhnya kehilangan kesabaran. Tanpa meliriknya, Calista langsung berbalik dan berjalan masuk.Hati Kayden pun bergetar. Dia secara refleks mengejar Calista. “Calista, jangan pergi. Dengar dulu penjelasanku. Aku minta maaf. Bisa nggak kamu dengar kata-kataku sampai akhir ....”Kayden mengikuti Calista sampai ke depan pintu sambil berusaha menekan rasa paniknya. Dia hendak meraih tangan Calista dengan hati-hati. Namun, sebelum sempat melakukannya, pintu rumah sudah ditutup dengan kuat dan sepenuhnya menghalanginya di luar.“Calista, aku tahu aku sudah salah menyalahkanmu. Aku sudah selidiki dengan jelas masalah Nadia. Aku juga sudah buat dia rasakan akibatnya. Sekarang, aku sudah mengusirnya. Calista, aku nggak mau cerai!”“Aku tahu aku sudah menyakitimu dulu, tapi aku sudah sadari kesalahanku. Aku akan berubah! Aku akan mengubah semuanya! Kamu jangan berhubungan dekat sama Aciel. Kamu jangan ....”

  • Kala Hidup Mengalir dengan Damai   Bab 17

    Kayden buru-buru berbalik dan kebetulan melihat dua orang yang turun dari mobil sambil bergandengan tangan.Dulu, karena harus mengurus dua perusahaan seorang diri, Calista selalu berdandan rapi dan profesional. Setelah datang ke Negara Moriko, penampilannya sudah berubah. Sekarang, dia mengenakan rok pendek hitam, mengikat rambut panjangnya, juga memasang senyum ceria di wajahnya yang mulus.Tampang Calista yang seperti ini hanya pernah dilihat Kayden sebelum Calista menginjak usia 20 tahun. Sejak mereka menikah, keceriaan dan semangat hidup Calista perlahan-lahan terkubur dalam kuburan pernikahan yang dia gali untuk Calista.Kayden pun mematung di tempat dan membelalak terkejut. Dia memandang lekat-lekat kedua orang yang berada tidak jauh darinya. Dari yang awalnya hanya bergandengan tangan, mereka mulai berjarak makin dekat dan hampir berciuman.Kayden pun terbakar api cemburu hingga kehilangan akal sehat.“Calista! Lagi ngapain kamu!” bentak Kayden dengan suara rendah dan dingin.K

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status