Share

BAB 3

Author: Jw Hasya
last update Last Updated: 2025-10-22 19:40:00

Malam ini adalah kali ke lima bagi Sutra bertugas untuk mengantarkan makanan ke apartemen Kama. 

Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati gadis itu. Entah apa. Yang jelas, ia pergi ke apartemen tanpa diantar oleh Hans. Pria itu sedang sakit, sehingga membuat Sutra mau tidak mau harus naik taksi. 

Seperti biasa, sesampainya di apartemen, gadis itu memencet bel selama dua kali, itu sebagai tanda jika dirinyalah yang datang. 

Kama membuka pintu, aroma menyengat menusuk hidung Sutra. Tampak seperti aroma alkohol. Namun, gadis itu segera menepis perasaan yang tiba-tiba sedikit merasa takut. 

“Tuan, makananmu sudah datang,” ujarnya sambil memperlihatkan rantang di tangannya, tak lupa Sutra memoles senyum di kedua sudut bibirnya.

Kama menatap Sutra dengan tatapan mata kabur. Dapat Sutra tebak, jika malam ini pria penuh dengan misteri itu sedang dalam keadaan mabuk. Itu dia tahu dari aroma ruangan yang menyengat, ditambah lagi Sutra melihat beberapa botol anggur yang hampir tandas isinya.

“Tuan, kau mabuk?”

Kama tidak merespon, pria itu berjalan terhuyung-huyung di belakang Sutra. 

“Akan kubuatkan minum agar tubuhmu hangat, setelah itu kau harus makan malam. Maaf, jika sedikit terlambat. Hans sedang sakit, jadi aku kesini harus menunggu taksi,” terang Sutra. Gadis itu tidak merasa takut. Karena selama beberapa hari menjadi pelayan Kama, pria itu selalu bersikap baik padanya. 

Namun, baru saja Sutra hendak melangkah ke arah kompor. Tiba-tiba Kama menarik lengannya, hingga gadis itu jatuh dalam pelukan Kama. 

“T-Tuan, kau kenapa?” tanya Sutra terbata. Kali ini ada sedikit rasa takut dalam dadanya. 

Sesekali pria itu mencoba untuk membuka matanya lebar-lebar agar pandangannya tidak kabur. “Sutra.”

Sutra merasa hembusan napas Kama yang panas di telinganya. Wajahnya merah, aroma alkohol mendominan. “Tuan, kau mabuk.”

“Bantu aku, Sutra,” katanya dengan suara yang begitu parau. 

Jujur saja, gadis itu sedikit bingung dengan kata-kata sang majikan. Dalam dekapan Kama, Sutra mencoba untuk mencari jawaban lewat wajah pria malang itu. Ya, untuk kali ini Sutra menganggap jika Kama adalah pria malang. Sebab, banyak sesuatu yang membuat hati gadis itu tersentuh. 

Perlahan, Sutra mencoba untuk mengurai pelukan Kama, tapi pria itu semakin erat memeluknya. 

“Aku butuh bantuanmu saat ini,” katanya dengan suara yang nyaris tak terdengar. “Tubuhku panas. Aku butuh sesuatu dari dalam dirimu.”

“Tuan, kau bicara apa? Aku akan membuatkanmu sup pereda pengar agar kau segera sadar dari mabukmu.”

Tanpa aba-aba, pria itu mencium bibir Sutra. Tentu saja gadis itu kaget dibuatnya. Sutra mencoba untuk berontak.  Namun, siapa sangka? Meskipun dalam keadaan mabuk, Kama masih bisa mengendalikan tubuh Sutra. 

Pria itu kemudian menindih tubuhnya, terus bermain dengan ciuman panasnya. “Balas ciumanku!” ujarnya memerintah. 

Bukannya membalas ciuman panas sang majikan, Sutra malah terisak pilu. Pikirannya bingung, takut, jika sesuatu yang tak diinginkan akan terjadi malam ini. 

Tidak mendapat respon yang baik, tentu tidak membuat Kama berubah pikiran. Ia membawa tubuh Sutra ke atas kasur, kemudian satu tangannya mengunci kedua tangan Sutra ke atas. Pria itu menindih tubuh sang pelayan ke atas kasur. “Aku akan bertanggung jawab dengan apa yang telah kulakukan mlam ini padamu. Jadi … bantu aku.”

Sutra menggeleng, tatapannya memohon pada Kama. Namun, pria itu sudah gelap mata. Satu tangannya menyingkap rok span yang dipakai oleh Sutra. Lalu menyentuh perutnya yang datar, memainkan pusar sebelum kelima jarinya meraba dada gadis itu.

Sutra tak bisa menahan kungkungannya yang mencengkram bahunya.

Ia mendesah seraya memejamkan mulutnya rapat rapat.

Tidak. Ini harus berhenti. Sadar Sutra!

Kama mendengar samar. Pria itu bahkan tak peduli dengan tangisan sang pelayan. Bagaimanapun juga, dia harus mendapat pelepasan malam ini. Siapa suruh Sutra datang di waktu yang tidak tepat? 

“T-Tuan, kumohon, jangan lakukan apa pun terhadap saya? Saya hanya ingin tetap bekerja, Tuan!” rengek Sutra sambil terus berusaha keluar dari kungkungan panas Kama. 

Kama mencium ceruk lehernya— menarik jemari Sutra menuntun ke bawah. “Pegang.”

Kama tersenyum miring. Rupanya gadis yang berada di bawah kungkungannya memang betul-betul gadis polos saat gadis itu mengerang saat menyentuhnya.

Namun, yang membuat Kama ingin meminta bantuan pada Sutra bukan karena gadis itu polos, tapi hatinya seperti sedang merasakan sesuatu yang pernah hilang dan saat ini sedang ia dapatkan kembali. 

“Kau pernah melakukan itu?”

Apa? Kenapa bahasa pria itu susah ditebak oleh Sutra?

“Sudah kuduga, kau bahkan belum pernah berhubungan.”

Sutra terbelalak.

“Tugasmu saat ini, bagaimana caranya agar aku bisa melakukan pelepasan.Terserah, kau mau mengeluarkannya dengan cara apa, Sutra.”

“T-tapi T-Tuan, saya tidak mengerti. Saya tidak berpengalaman dengan hal semacam itu.”

Kama mengurai kungkungannya, pria itu kemudian duduk di bibir ranjang, sebelah tangannya memegang tangan Sutra. “Kau bisa melakukan dengan ini,” ujar Kama serak. Jari telunjuknya menyentuh bibir mungil milik Sutra. 

Tuhan, pekerjaan macam apa ini? Kenapa gadis itu terjebak dalam lingkaran hasrat sang majikan? Haruskan dia melakukannya? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
fridayy
kama tuh tipe-tipe psikopet kayaknya.... hati" sutra......
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
poor sutra.. bisa² kamu kena apes traa semoga ada bantuan datang, jangan sampai deh kamu di unboxing sama kama
goodnovel comment avatar
Aurel Andira
haduh si kama
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kama Sutra    Bab 120

    Pagi itu, Sutra berinisiatif akan pergi ke rumah sakit tempat Zatulini di rawat. Dia sengaja tidak memberitahu Hans, karena baginya terlalu banyak merepotkan pria itu tidak baik pada akhirnya. Jujur, Sutra takut jika pada akhirnya Hans kan menagih segala kebaikan yang pernah dilakukan saat ini. Suara langkah sepatu berhak tinggi memecah keheningan koridor rumah sakit. Dengan sedikit tergesa, Sutra menuju ruangan sang ibu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti tepat di ambang pintu yang sedikit terbuka. Kedua netranya mengintip seseorang tengah berada di dalam ruangan tersebut. “Aku tidak tahu lagi harus mempercayai siapa, Bibi. Sedangkan sampai saat ini kau masih koma.” Suara itu begitu familiar di gendang tekinga Sutra. “Siapa sebenarnya dirimu, benarkah Sutra bukan putrimu? Kuharap kau segera bangun. Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu. Salah satunya tentang angsa putih. Kenapa Selena berani sekali mengaku jika dirinya adalah sosok itu.” Deg! Mendadak hati Sut

  • Kama Sutra    Bab 119

    Satu bulan berselang, Sutra telah pulang ke rumah Zatulini bersama dua orang anak kembarnya. Dengan di antar oleh Hans, wanita itu tampak berdiri mematung di depan pintu. Pikiranya melayang, mengingat saat-saat ketika dirinya masih sekolah. Setiap sampai di ambang pintu, sosok wanita paruh baya itu pasti menyambutnya dnegan senyuman hangat. Namun, kini berbeda. Bahkan, Zatulini belum juga sadar dari komanya. “Terima kasih, Hans.” Sutra tersenyum padanya. Hans mengangguk. “Itu sudah jadi bagian dari tanggung jawabku.” Semenjak hari di mana Sutra sadar dari komanya—sampai detik ini—Kama tak pernah lagi menampakkan batang hidunya. Ada ngelenyar rindu yang memburu dalam dada Sutra, tapi wanita itu sangat pintar menyembunyikannya. “Sutra, aku sudah meminta salah satu suster di rumah sakit, untuk bertugas di rumahmu. Dia yang akan membantumu mengurus anak dan rumah.” Sekali lagi Sutra menyembulkan senyum. “Entah dengan apa lagi aku harus membalas semua kebaikanmu padaku, Hans. Ka

  • Kama Sutra    Bab 118

    Suaranya yang tak dapat di dengar, membuat Sutra menarik selang infus, agar ada seseorang yang mungkin datang menghampiri dirinya. Hans dan Kama serempak menoleh ke arah jendela di mana Sutra tengah berbaring. “Sutra!” Hans melangkah, tapi Kama segera menarik pergelang tangannya. “Kau tidak perlu masuk. Aku akan menemui Sutra. Kuharap kau memberiku satu kali kesempatan untuk memperbaikinya.” Hans melirik tajam. “Aku tidak tahu harus percaya dengan kata-katamu atau justru sebaliknya. Karena kau terlalu banyak membuat hati Sutra terluka. Tapi … aku akan membiarkanmu menemuinya, karena bagaimanapun juga dia ibu dari anak-anakmu, Tuan.” Hans memundurkan langkahnya. Berbalik dan sedikit menjauh dari pintu ruangan tempat Sutra dirawat. Kama masuk dengan langkah berat, kedua bola matanya merah dan berembun. “Maafkan aku.” Dua kata yang terucap dari bibirnya, tidak lantas membuat Sutra terenyuh. Wanita itu hanya menanggapinya dengan senyum datar. “Apa aku sudah melahi

  • Kama Sutra    117

    Saat kedua tangan Kama masih menangkup geram kerah jas Hans, tiba-tiba ada suara. Bruak. Mereka berdua tersentak. Kama segera melepas cengkeraman tangannya di atas jas Hans, kemudian segera pergi masuk ke dalam ruangan Sutra. Pria itu menyaksinya sang wanita membeliak serta melengkungkan tubuhnya dengan keadaan mulut sudah berbusa. Wanita itu mengejang, pupil matanya menghilang hanya meninggalkan bagian putihnya saja. Tentu bukan hanya Kama saja, Hans pun ikut panik melihat kejadian itu. Pria yang sempat dihajar oleh Kama itu segera berhambur untuk mencari dokter. “Read code! Segera siapkan ruang operasi!” Keadaan begitu kacau, Sutra di bawa ke luar ruangan dengan begitu tergesa-gesa, dan Kama tidak tahu harus berbuat apa. Pria itu ingin memeluk Sutra, tapi para perawat yang membawanya menghalaunya agar lebih baik menenangkan diri serta bedoa saja. Dengan perut yang membola, Kama menyaksikan dengan kedua matanyanya sendiri jika Sutra sedang tersiksa. Jujur itu semua bagia

  • Kama Sutra    Bab 116

    Kama ke luar ruangan dokter, langkahnya begitu berat menuju ruangan di mana Selena tengah di rawat. Tiba-tiba dia teringat dengan ponselnya yang sempat bergetar beberapa jam lalu. Pria itu lantas mengeluarkan benda pipih tersebut dari dalam kantong celananya. Menatap sekilas dengan tatapan terkejut. Sebab, melihat ada sekitar dua belas panggilan masuk yang tak terjawab, atas nama Sutra. Kemudian mengecek pesan masuk. Mendadak tubuhnya semakin lemas saat membaca pesan dari Sutra. “Sial! Kenapa kau bisa melupakan orang terpenting dalam hidupmu ini, Kama! Bodoh!” Pria itu menyumpahi dirinya sendiri. Kama duduk di kursi yang berada di sepanjang koridor rumah sakit. Berusaha menelepon Sutra, tapi tak satu pun yang di angkat. Bahkan, panggilan itu berada di luar jangkauan. Kemudian pria itu mencari nomor Hans. Dia ingat jika beberapa jam lalu dirinya sempat mengutus Hans untuk membawakan makanan ke rumah Sutra. “Hans, apa Sutra baik-baik saja?” Kama langsung bertanya pada i

  • Kama Sutra    Bab 115

    “Kau suaminya?” tanya dokter ketika selesai mengobservasi Sutra pada Hans. Hans hanya bergeming. Tidak menggeleng dan tidak mengangguk. “Nyonya Sutra terkena Preeklampsia,” ujar dokter itu setelah memeriksa keadaan Sutra. Kepala yang nyeri, tekanan darah tinggi, mual dan muntah disertai kontraksi dini adalah beberapa cirinya. “Istri Anda harus di opname, karena kondisinya cukup membahayakan.” “Lakukan yang terbaik untuknya, Dokter,” balas Hans tanpa pikir panjang. Penyakit kelainan trofoblast-placenta itu diperparah dengan beban pikiran serts tingkat stres yang berlebih. Itulah yang Sutra langgar selama ini. Alhasil itulah yang mengakibatkan tekanan darahnya selalu naik. Untuk berjaga-jaga, janin kembar dalam perutnya sudah menerima suntikan penguat paru-paru jika diduga nantinya akan lahir sebelum waktunya. Tampak peralatan serta selang dihubungkan ke tubuhnya. Tangan kanan dipasang sebuah manset sphygnomanometer atau tensimeter. Perutnya dipasang CTG alat untuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status