Share

Bab - 4

Kalila begitu terkejut saat membuka pintu kamar mandinya dan melihat Kama yang tengah duduk di atas ranjangnya. Untungnya ia membawa pakaian gantinya ke dalam kamar mandi saat ia membersihkan diri tadi.

"Kama?! Bagaimana jika aku hanya keluar menggunakan handuk?!"

Kalila berdecak kesal dan mengabaikan raut wajah Kama yang begitu terlihat sedikit keras. "Mau apa? Tak biasanya kamu mau masuk ke dalam kamarku?"

Mencoba mengabaikan kehadiran Kama dan juga raut wajah pria itu, Kalila memilih berjalan ke meja riasnya sembari menghandukkan rambutnya yang masih basah. "Aku khawatir" Ucap Kama dibarengi dengan desah lelahnya, raut yang semula datar itu menghilang dan digantikan dengan wajahnya yang nampak merasa bersalah.

"Kalila maaf"

Kama turun dari atas ranjang dan berjalan mendekat pada tubuh Kalila yang memperhatikan wajah Kama dari kaca riasnya, melihat pria itu yang mengeluarkan raut menyesal untuknya membuat Kalila tersentuh dan detak jantungnya berdebar keras yang lagi-lagi karena Kama.

"Kamu tau gara-gara kamu, aku harus menunggu lama! Kenapa tidak memberiku pesan jika harus mengantar wanita yang kamu cinta itu terlebih dahulu?!"

Kalila cemburu.

Yaa, dia begitu.

"Kamu tau aku mengantar Clara?" Terlihat raut terkejut dari wajah Kama dan mencipta kesakitan yang belakangan ini terus Kalila rasa, "aku tau Kama" namun mendengar jawaban Kalila Kama tak merasa dia telah menyakiti Kalila, justru pria itu menarik kursinya agar menghadap padanya dan memberi Kalila senyum yang gadis itu benci.

"Kamu harus dengar, sepanjang jalan kami terus bercerita dan itu membuatku selangkah lebih maju untuk mendapatkannya" Kalila mencoba memberikan senyumnya pada Kama yang begitu terlihat bahagia. Bukankah begitu tugas seorang sahabat? kita harus memberikan mereka rasa senang atas kesenangan yang mereka rasakan.

Meski Kalila harus merasakan rasa sesaknya, karena kesenangan yang Kama rasakan kali ini berhubungan dengan hatinya. "Benarkah? aku senang mendengarnya" Kama mengusap rambut basah Kalila dengan gemas dan mendapat decakan kesal dari Kalila karena Kama merusak tatanan rambutnya.

"Kama Ih!!" 

Laki-laki itu tertawa dan berjalan mundur saat Kalila ingin melayangkan tinjunya pada perut pria itu. Bibir Kalila mengerucut sebal, dalam pikirannya ia ingin memberitahu Kama persoalan Fian tadi dan mencoba mencari tau reaksi apa yang akan pria itu keluarkan. 

Kalila harus percaya diri, ia tak mau membiarkan hatinya yang terus terluka karena Kama, "Untungnya tadi ada Kak Fian yang memberitahuku bahwa kamu pulang dengan gadis itu. Dan Kak Fian dengan baik hatinya mengantar aku pulang"

Kening Kama berkerut tajam "Jadi Fian yang memberitahumu dan Fian juga yang antar kamu pulang?" Kalila mengangguk dan mencoba mencari sinar cemburu yang ada di sorot pandang Kama namun dia tak menemukan hanya perasaan kesal yang ada di sana. 

"Kamu suka dengannya?!" 

Kalila berdecak sebal ingin ia berteriak di hadapan Kama seperti .... YANG AKU SUKA ITU KAMU! Tapi tentu otak Kalila masih waras dan dia tak mau membuat Kama terkejut atas pengakuannya.

Menjawab tanya Kama dengan sebuah gelengan, Kalila tak lagi memperhatikan Kama melainkan fokus dengan dirinya yang ada di balik cermin. 

"Keluarlah Kama! Kamu menggangguku yang ingin istirahat!!" 

Tak tahan dengan kehadiran sosok Kama yang ada di kamarnya, Kalila berjalan dan mendorong punggung Kama agar keluar dari kamarnya. "Kalila kamu usir aku?"

"Iya!!" 

Dan saat tubuh Kama berdiri di depan pintu kamarnya barulah Kalila menutup kasar pintu di hadapannya. Dia mendesahkan napasnya dengan gusar, dia kesal dengan Kama. 

Sementara Kama yang kini berdiri diam di depan pintu kamar Kalila hanya mampu terpaku setelah melihat wajah kesal yang Kalila beri padanya. Dia yang ingin bertanya lebih lanjut tentang ucapan Kalila akhirnya tak jadi ia lakukan dan memilih kembali pulang. Biarlah besok dia lanjutkan pertanyaannya pada Kalila.

**

Paginya Kalila berniat pergi ke rumah Kama, yang ia yakini pria itu masih terlelap. Namun saat langkah kakinya menyentuh lantai satu rumahnya dia kembali membulatkan kedua matanya karena sosok Kama yang tengah menyantap sarapan lagi di rumahnya. 

Ya lagi.

Namun dia sedikit heran karena Kama yang dua hari ini mulai bisa bangun pagi. Menghilangkan gurat kagetnya Kalila bergerak menuju kursi kosong di samping Kama dan mengambil sarapan paginya. 

"Mamahku kemana Kam?"

Kalila bertanya sembari menyuapkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya. "Keluar, beli sayur sepertinya." Kama yang sudah menyelesaikan makannya hanya menatap Kalila yang berusaha tak menatap Kama. 

Setelah sarapan bersama Kama dan Kalila segera berangkat sekolah. Setibanya mereka di halaman rumah Kalila, gadis itu berkerut kening karena pagi ini Kama membawa sebuah mobil dan bukan motor yang biasa dipakai laki-laki  itu. 

"Kenapa pakai mobil?" 

Kama tak menjawab hanya memberikan dia senyum penuh makna yang tak Kalila mengerti. Namun Kalila tak mau memikirkannya jika Kama tak mau memberitahunya dia pun tak mempermasalahkannya.

Sepanjang jalan mereka hanya diam, Kama yang sibuk dengan jalanan di hadapannya dan Kalila yang sibuk dengan ponselnya.

Hingga saat Kalila mengintip ke samping dia sedikit bingung karena mobil yang ia tumpangi memasuki sebuah perumahan mewah dan bukannya menuju ke sekolah mereka.

"Kenapa kita kesini Kam?"

Kama menolehkan sekilas kepalanya pada Kalila yang menunggu jawabannya. "Kita sekalian menjemput Clara Kal"

"Ohh, Clara" Kalila melirih pelan dan membuang pandangannya pada jendela di sampingnya. Melihat jejeran rumah-rumah yang begitu besar sama seperti milik Kama.

Sudut hatinya tercubit karena memikirkan bahwa kedua manusia itu lebih pantas bersama dan nantinya dia akan terlupakan oleh Kama. Sedikit Kalila mengintip wajah Kama yang menyunggingkan senyum sembari kepalanya melihat sekitar.

Pria itu terlihat begitu senang.

**

Setibanya di depan sebuah rumah yang Kalila yakini milik Clara, panggilan dari Kama membuat pandangannya terfokus pada pria itu.

"Bisakah kamu menukar dudukmu Kal?"

Sudut hatinya kembali terluka dan Kalila mencoba memberi senyum dan meledek sahabat baiknya itu.

"Kamu mengusirku supaya kursi ini di duduki sama Clara?"

Kama terkekeh pelan dan mengangguk. Kalila berdecak pelan dan menepuk kening Kama dengan seluruh rasa kesal serta sakit hatinya hingga pria itu mendesahkan rasa sakitnya.

Sedikit puas Kalila rasakan sebelum dia pindah ke kursi belakang melewati celah kursi di sampingnya, dia sudah malas untuk turun ke luar. Tak lama sosok Clara datang dan membuka pintu samping kemudi dan gadis itu menyadari kehadiran Kalila yang tersenyum tipis padanya.

"Kalila?!"

Clara yang begitu senang melihat sahabat Kama itu menutup pintu kursi depan dan berbalik untuk duduk di sisi Kalila di belakang membuat Kama terbengong di tempatnya.

"Hai Kal"

Kalila tersenyum dan mengangguk, tak hanya Kama dia pun merasakan rasa bingung saat Clara justru memilih duduk di kursi belakang bersamanya.

"Kamu gak duduk di depan Ra?"

Kalila menatap Kama yang sudah memutar tubuhnya agar menghadap ke arah mereka berdua.

Clara tersenyum dan menatap Kama sejenak sebelum gelengan gadis itu beri. "Aku duduk di belakang bersama Kalila tidak apa-apa kan Kama?"

Kama mendesah dan mengangguk, dia mulai menjalani kendarannya dengan wajahnya yang berubah kesal, entah mengapa melihat hal tersebut Kalila sedikit terhibur.

"Sungguh aku senang melihatmu Kalila"

Kalila mencoba menahan diri saat Clara dengan erat memeluk lengan kirinya dan gadis itu bersandar di bahunya.

"Ehm.. Iya Clara"

Kalila mencoba menatap Kama, mencoba berbicara pada pria itu dari tatapan matanya, dia sedikit tak nyaman dengan apa yang Clara lakukan. Karena dia yang tak pernah berteman dengan siapapun dan setelah ada orang yang ingin dekat dengannya dia justru merasa keanehan.

"Kalila, semalam aku mengirimi kamu pesan, apa tidak kamu lihat?"

Kalila meringis dan menggeleng semalam dia memang tak memegang ponsel hanya fokus belajar dan setelahnya lansung tertidur. "Maaf aku tak melihat ponselku semalam, memang kamu mengirimi aku pesan apa?"

Clara tersenyum dan menunjukan tas tangan yang dia bawa. "Aku membawakan makan siang, aku mau kamu ikut makan bersamaku dan Kama, semalam aku sudah memberimu pesan namun kamu tak menjawabnya jadi aku sekalian membuatkannya untukmu."

Kalilla menatap Kama melalui spion mobil dan melihat wajah datar pria itu membuatnya tak enak hati, ia tau bahwa Kama pasti ingin makan siang berdua dengan Clara mengingat bagaimana pria itu yang sedang jatuh cinta, dia harus mengalah dia harus menempatkan dirinya sebagai sahabat baik yang mendukung Kama meskipun dia terluka.

"Tidak perlu Ra, aku-"

"Kamu gak bisa menolaknya Kal, aku sudah membuat pas untuk kita bertiga!"

Kalila sekali lagi melirik Kama yang juga tengah menatapnya melalui kaca, lalu anggukan Kama beri membuat Kalila mendesah lega dan memberi senyumnya pada Clara yang sontak saja memekik senang. 

**

Setibanya di sekolah, Kama sudah selayaknya menjadi sopir untuk kedua gadis yang kini berjalan mengacuhkannya. Dia hanya mampu mendesahkan napasnya berat dan mencoba bersabar karena baru kali ini ia diacuhkan oleh sahabat dan satu gadis yang disukainya. 

Berdecak sebal dan Kama memilih mengikuti Kalila serta Clara yang nampaknya sedikit mulai akrab karena Kalila yang menghilangkan kecanggungannya pada gadis itu. 

"Istirahat nanti biar aku yang jemput ke kelas ya, Bye Kalila"

Kalila melambaikan tangannya saat gadis itu sudah tiba di kelasnya terlebih dahulu meninggalkan Clara dan Kama yang kini berjalan bersisian berdua. "Kamu nampak akrab sekali dengan Kalila" Clara menolehkan kepalanya pada Kama dan senyumnya mengembang, dengan anggukan yang penuh semangat dia beri pada Kama yang tak berhenti menatap wajah cantiknya itu. 

"Aku sangat senang dapat berteman dengan Kalila, sahabatmu itu memiliki sesuatu di dalam dirinya yang membuat aku selalu ingin berada di dekatnya"

Kama tersenyum dan mengangguk, ya Clara benar, Kalila walau gadis itu pendiam saat di tempat umum namun saat bersamanya gadis itu bisa menjadi gadis paling cerewet sesutau yang begitu spesial untuknya. 

"Kamu benar" 

Clara menodongkan jari telunjuknya pada  Kama "Jangan menyakiti Kalila ingat! Aku akan menghajarmu jika aku melihat kamu menyakitinya!!"

Kama tersenyum dan menurunkan jari telunjuk Clara yang tertodong di depan wajahnya "Aku tidak mungkin menyakiti Kalila, dia sahabat baikku, lagian daripada aku membuang waktu untuk menyakiti Kalila aku lebih memilih mencari cara agar bisa memasuki hatimu"

Clara berkerut kening mendengarnya "Maksudmu apa?"

Kama tersenyum malu yang tak pernah ia beri pada siapapun, dia mengambil kedua tangan Clara dan dibawanya ke dalam genggamannya. "Izinkan aku untuk memasuki hatimu Ra, boleh kan?"

Kedua mata Clara membulat lebar dan begitu nampak terkejut "Kamu suka sama aku Kam?"

Kama mengangguk dengan kuat "Sangat suka Ra, jadi bolehkan aku memasuki hatimu? Izinkan aku untuk membuat hari-harimu berwarna karena kehadiranku"

Clara menghela napasnya dan menurunkan kedua tangan Kama yang menggenggam tangannya. "Maaf Kam, tapi aku tidak punya perasaan apapun padamu"

Kama merasa begitu terpukul, karena selama ini tak pernah ada yang berani menolaknya, dan kini saat dia yang ingin serius untuk menjalin cinta dengan seorang gadis yang sudah dipilih hatinya, gadis tersebut menolaknya. 

"Kalau begitu biarkan aku yang menumbuhkan cinta yang sama seperti milikku di hatimu Ra"

Kama tak  mau berhenti menyerah dia akan membuat Clara menerima cintanya. Dan gadis itu menghela napas sebelum anggukannya dia beri. "Baiklah, tapi jangan salahkan aku jika pada akhirnya aku tetap tak bisa membalas perasaanmu"

Kama yang merasa diberi lampu hijau tentu mengangguk dengan semangat dan dia yakin bahwa Clara akan segera membalas perasaannya, karena tak ada seorang wanita yang tak luluh jika setiap hari terus diberi  perhatian oleh pria yang mencintainya. 

TBC....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status