Share

Bab 3

last update Last Updated: 2021-11-11 17:28:06

Di sepanjang perjalanan menuju rumah Wak Darmi, aku terus memikirkan sikap Ibu padaku. Memang sikap Ibu yang akhir-akhir ini berubah atau aku yang terlalu perasa? Tetapi, seingatku, baru kali ini Ibu bersikap seperti ini. Dulu, saat aku masih tinggal di kota, Ibu selalu ramah padaku. Atau mungkin karena kami hanya bertemu dalam waktu yang singkat, makanya aku tidak paham dengan karakter Ibu?

            Ya, selama menikah dengan Mas Faisal, aku memang jarang sekali berinteraksi dalam waktu yang lama dengan keluarganya. Setiap tahunnya, kami memang  bisa tiga atau empat kali pulang kampung. Tetapi, paling lama cuma tiga atau empat hari. Jadi, memang baru kali ini aku berada di dekat mertua dalam waktu lama.

            “Mau ke mana, Mbak Arum?” sapa seseorang. Ternyata Bu Ijah, salah satu teman ibu mertuaku

Aku tersenyum pada wanita yang memang selalu ramah padaku itu. “Mau ke rumah Wak Darmi, Bu. Mari.”

“Kok sendiri? Nggak bareng sama Bu Ningsih?”

“Iya, Bu. Ibu katanya udah ke sana bareng ibu-ibu pengajian, tadi siang.”

Wajah wanita berkerudung cokelat itu berkerut, pandangannya tak lepas dariku. “Loh, tapi tadi pas diajak sama ibu-ibu pengajian, Bu Ningsih bilang, ntar aja. Mau bareng menantu katanya.” 

“Oh, mau bareng Nita mungkin, Bu.”

“Oh, iya mungkin. Kirain sama Mbak Arum.”

Aku hanya tersenyum menanggapi kalimat Bu Ijah. “Kalo gitu, saya permisi, Bu. Takut kesorean pulangnya.”

Bu Ijah pun tersenyum, lalu dia mempersilakan aku untuk melanjutkan perjalanan.

Aku tersenyum kecut, mengetahui kenyataan bahwa ibu mertua baru saja membohongiku. Kenapa tidak jujur saja kalau dia mau ke rumah Wak Darmi bersama Nita? Nita adalah istri Zaenal, adik Mas Faisal. Mereka tinggal di kampung sebelah, di dekat kediaman orang tua Nita. Karena Nita anak tunggal, orang tuanya tidak mengizinkan Zaenal membangun rumah jauh dari mereka.

-dmr-

Wak Darmi dan keluarganya menyambut kedatanganku dengan ramah. Wak Darmi adalah kakak tertua almarhum ayah mertua.

“Kok nggak bareng aja sama mertuamu, Rum? Katanya dia mau ke sini agak sore, bareng menantunya,” ujar Wak Darmi seraya menyodorkan segelas air mineral dalam kemasan padaku.

Aku menerima minuman kemasan itu, “makasih, Wak. Sama Nita mungkin, Wak. Soalnya tadi, pas saya  pamitan, ibu nggak ngomong apa-apa.” Aku berusaha menahan diri agar tidak menceritakan yang sebenarnya pada Wak Darmi. Padahal, jujur saja, aku sakit hati mendengar penuturan Wak Darmi.

“Loh, emang mantunya cuma Nita? Kamu bukan menantunya?”

Aku hanya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Wak Darmi.

“Kalo emang mertuamu mau ke sini sama Nita, ya, apa susahnya ngajak kamu juga? Bukannya membiarkan kamu pergi sendiri ke sini. Aneh, mertuamu itu,” cerocos Wak Darmi.

“Mungkin Nita ke sini naik motor, Wak. Kalo saya diajak, ya nggak muatlah. Lagian, saya juga sekalian jemput Arkan pulang ngaji, Wak.”

“Ya, kan, bisa jalan kaki bertiga. Nggak perlu naik motor. Kayak rumahnya jauh aja.”

Lagi-lagi, aku hanya tersenyum menanggapi omelan Wak Darmi. Seingatku, Wak Darmi dan mertuaku memang tidak terlalu akur. Beberapa kali kudengar mereka berselisih paham.

“Mertuamu itu memang dari dulu gitu. Tukang beda-bedain anak. Kirain, sama menantu nggak bakalan gitu, eh, nggak tahunya sama saja. Heran. Padahal sama-sama anak kandung. Bapaknya juga sama. Tapi kok perlakuannya beda.”

Apa yang dikatakan Wak Darmi benar adanya. Semula aku pikir, itu hanya perasaaanku saja. Setiap aku dan Mas Faisal pulang, sambutan ibu  mertua biasa saja. Tak ada hidangan istimewa layaknya seorang ibu menyambut kepulangan anaknya. Buatku, tak masalah ibu mertua tidak tahu makanan kesukaanku. Akan tetapi, rasanya aneh, saat tak ada makanan favorit Mas Faisal yang dibuatkan ibunya. Saat almarhum bapak masih hidup, biasanya beliau yang rewel menyuruh ibu masak ini itu buat kami. Sejak bapak meninggal, tak ada lagi yang menyuruh ibu melakukan hal itu. Bahkan, pernah saat kami datang, tak ada makanan sama sekali. Untungnya, aku sempat membawa ayam bakar dari rumah. Jadi, kami tak perlu merepotkan ibu dan yang lainnya.

Sikap berbeda akan ditunjukkan oleh ibu mertua saat Zaenal dan istrinya datang berkunjung. Meskipun hanya beda kampung, tapi setiap anak ketiga ibu itu datang, ibu akan memasak banyak makanan. Terutama makanan kesukaan Zaenal dan Nita. Saat pulang pun, ibu akan heboh memberikan oleh-oleh untuk orang tua Nita.

Tidak, aku tidak iri sama sekali. Toh, aku bukan tipe orang yang ribet untuk masalah seperti itu. Aku hanya merasa heran saja. Karena seingatku, kedua orang tuaku selalu memperlakukan aku dan Mbak Arini dengan sama.  

“Yang Wak nggak ngerti, kok mau-maunya, Faisal pulang kampung cuma buat ngurusin sawah sama tambak ikan yang nggak seberapa. Alasannya sekalian nemenin dan ngurusin ibunya, kayak yang dihargai aja.”

Lagi-lagi, aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar omelan Wak Darmi. Meskipun semua yang dikatakan Wak Darmi benar, tetapi tetap saja terdengar menyakitkan. Sebenarnya, aku pun tak habis pikir dengan jalan pikiran Mas Faisal. Semula aku pikir, tak apa kami pulang kampung. Selain mengurus sawah dan tambak ikan, sekalian menemani dan mengurus ibu. aku tidak pernah menyangka akan seperti ini kejadianya. Baru dua bulan di sini, sikap ibu mertua sudah mulai berubah. Padahal, seingatku, selama kami tinggal di sini, belum pernah satu kalipun kami merepotkan ibu atau anggota keluarga yang lain.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kami Bukan Benalu, Bu   Bab 43

    Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 43Sejak kejadian itu, aku tak pernah lagi menyambangi kediaman Ibu mertua. Entah dengan Mas Faisal dan adik-adiknya, serta menantu yang lain. Tak ingin memperpanjang masalah, aku memberikan uang yang sedianya untuk membayar denda, pada Mas Faisal. Tentu sesuai jumlah yang harus dibayar oleh Ibu. Aku juga tak pernah menanyakan kabar ibu pada siapapun. Dan, sepertinya, Mas Faisal dan adik-adiknya juga mengerti dan menghargai sikapku. Terbukti, saat berkumpul, mereka tak pernah membahas apapun soal Ibu. Menurut cerita Nita, dia juga sudah jarang berkomunikasi dengan ibu. Sebenarnya, bukan ini yang aku inginkan. Bagaimanapun juga, aku ingin anak-anak ibu mertuaku tetap dekat dan memperhatikan ibu mereka. Karena, mungkin saja, di masa senjanya, Ibu pasti ingin dekat dengan anak-anak dan cucu-cucu, serta menantunya. Akan tetapi, aku juga tak berhak memaksa mereka untuk mengambil sikap yang sedikit tegas pada ibu. Ya, walaupun tujuannya hanya untuk memberi pelaja

  • Kami Bukan Benalu, Bu   Bab 42

    Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 42Aku sangat terkejut mendengar kalimat panjang Nita. Dia yang selama ini selalu diam dan patuh pada Ibu, akhirnya buka suara juga. Mungkin,dia sudah jengah dengan sikap ibu mertua yang semakin hari semakin menyebalkan. Perlahan, kuangkat wajah, menatap satu persatu orang-orang yang ada di ruangan ini. Mereka juga sepertinya sama denganku, terkejut dengan kalimat yang diucapkan Nita, menantu kesayangan Ibu. Sedangkan Ibu, kulihat tak kalah terkejutnya. Wajahnya tampak pucat. Mungkin, ia tak menyangka, menantu kesayangan yang selama ini dibanggakan, berani membantah omongannya."Bu-bukan begitu maksud ibu, Nit." Ibu berusaha menyanggah kata-katanya sendiri. "Lalu, apa? Jelas-jelas Ibu tadi bilang, kalo Mbak Arum itu orang lain yang hanya kebetulan menikah dengan anak Ibu, bukan?"Ibu mengangguk samar, sambil menautkan jari jemari tangannya."Nah, terus, apa bedanya Mbak Arum, sama Nita? Juga Dika? Kami juga orang lain yang kebetulan berjodoh dengan anak

  • Kami Bukan Benalu, Bu   Bab 41

    Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 41Aku terus berjalan menjauhi rumah Hanum. Hingga tak terasa hampir tiba di gerbang komplek. Kuputuskan untuk mencari tukang ojeg yang biasa mangkal di depan komplek. Akan tetapi, belum juga sampai ke pangkalan ojek, Mas Faisal sudah berhasil menyusulku dengan mengendarai mobil kami. “Arum!” teriaknya.Tak ingin menjadi pusat perhatian orang di sekitar kami, aku pun terpaksa menghentikan langkah. Mas Faisal memarkirkan kendaraan roda empat itu di depanku, lalu bergegas turun “Masuk, Rum!” titahnya sambil menuntunku masuk ke mobil. Aku pun menurut saja. Apalagi, memang dalam hal ini Ma

  • Kami Bukan Benalu, Bu   Bab 40

    Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 40Seminggu sejak Hanum melahirkan, Ibu masih tidak mau datang menjenguk anak dan cucunya itu. Setiap kali aku dan Mas Faisal mengajak ke rumah Hanum, ibu selalu menolak dengan berbagai alasan. Apalagi, masalah mobil yang hilang itu masih belum selesai. Karena kendaran roda empat tersebut tidak bisa ditemukan, maka sang pemilik menuntut ganti rugi. Apalagi, ternyata, sebelum menyewa, Mbak Tuti sudah menanda tangani surat perjanjian tentang peraturan sewa. Tentu saja, hal itu membuat kami tidak bisa berbuat banyak. “Kalian ini! Hanum terus yang diurus! Ibu yang lagi kena masalah, kalian biarkan saja! Tidak satu pun yang berniat membantu!” omel Ibu saat aku dan Mas Faisal akan berangkat ke rumah Hanum.

  • Kami Bukan Benalu, Bu   Bab 39

    &nb

  • Kami Bukan Benalu, Bu   Bab 38

    Kami Bukan Benalu, Bu.Bab 38Sejak kedatangannya yang mendapat perlakukan tidak menyenangkan dari Ibu, baik Hanum maupun Satya, tidak pernah lagi berkunjung ke rumah Ibu. Begitu juga Ibu yang semakin menjaga jarak dengan kami. Bahkan, sewaktu Hanum menggelar acara tujuh bulanan, Ibu juga menolak untuk datang. “Mau ngadain acara di mana? Mereka kan, tinggal di kontrakan, pasti tempatnya sempit. Kalo kalian mau datang, ya silakan. Ibu ada acara lain,” tolaknya waktu itu.Hatiku serasa ditusuk pisau tak kasat mata mendengar kalimat Ibu. Hal yang sama juga kualami saat menggelar acara tujuh bulanan Alea dulu. Waktu itu, kami juga masih tinggal di kontrakan dua petak. Ibu menolak datang, alasannya tempat tinggal kami sempit. Dan Ibu lebih memilih membantu acara syukuran wisuda anak bungsu Bude Warni. Padahal, waktu itu Ibu belum mempunyai cucu dari anak menantu yang lain. Harusnya, kehadiran Alea dis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status