Share

3. Ayah Dari Anakku Orang Sukses

Nampan di tanganku jatuh ke lantai, menimbulkan suara keras hingga membuat Ibu mertua berteriak. Pandanganku masih terpaku ke layar televisi. Kak Afrizal sedang menjadi bintang tamu di sebuah acara televisi sebagai perwakilan WterSun Group.

Orang yang sampai detik ini masih ada di hati meski aku sudah memiliki suami, walaupun rasa kecewe menggunung tetap tidak tidak mengurangi rasa cinta untuknya. Dia adalah satu-satunya orang yang memperlakukan diriku dengan baik.

Plak!

Mas Malik memukul belakang kepalaku hingga aku terhuyung ke depan. Hampir jatuh jika saja tidak meraih meja.

"Kamu ini tidak dengar ibu teriak?"

Aku jongkok dan menaruh lututku di lantai untuk mengambil nampan, susah payah berdiri dengan kehamilan yang semakin berat.

"Maaf, Mas."

"Dasar istri nggak guna," dengusnya sembari berlalu.

Cheril berlari ke arahku setelah Mas Malik pergi, di tangan kecilnya ada kain lap. Selama ini Cheril tidak boleh bermain, setiap hari harus bantu beres-beres. Jika tidak maka kami tidak boleh makan.

Meski tahu bahwa keluarga ini seperti iblis, kejam kepada kami. Masih saja aku sedikit berharap semua akan berubah setelah bayi ini lahir. Jika keadaan tidak membaik setelah bayi ini lahir maka aku memilih pergi.

"Ibu nggak papa?"

"Nggak papa, Sayang."

Wajah kurang terawat, pipinya kotor, rambutnya hanya dikucir asal menggunakan karet gelang bekas ikat kangkung. Padahal ayahnya adalah orang sukses, pasti bisa memberikan Cheril kehidupan yang lebih baik.

Aku ke dapur, membereskan meja setelah ibu selesai makan. Lalu mengambil nasi untuk Cheril makan beserta lauknya, ada sisaan ceker ayam. Meski begitu mata Cheril terlihat berbinar, karena biasanya kalau masak ayam tak tersisa sedikitpun dan hanya makan kuahnya.

"Ayo sini makan."

"He.em," jawab bocah itu sembari menyingkirkan anak rambut yang menghalanginya ke samping.

Dia duduk di kursi, makan malam dengan lahap. Gigi kecil itu mencari daging di antara tulang ceker. Begitupun dia terlihat bahagia hingga membuatku tersenyum.

Andai Kak Afrizal tahu punya anak, apakah dia akan membelikan Cheril daging hingga tidak kurus kering seperti ini?

"Bu, kata Cila lebalan banyak jajan. Nanti Elil boleh makan jajan lebalan kan, Bu?"

Zila adalah anak Mbak Tara, ponakan Mas Malik. Umurnya baru 5 tahun. Sudah masuk TK. Sering dititipkan di sini. Walaupun mereka hampir seumuran, ibu mertua melarang Zila bermain dengan Cheril. Katanya Cheril anak haram nanti ketularan sial.

"Cheril ingin makan apa?"

"Elil ingin makan permen lolipop," jawabnya.

Ini pertama kalinya dia menginginkan sesuatu, bulan puasa tinggal beberapa seminggu lagi. Dia harus menunggu lebaran untuk sebuah permen. Hatiku miris.

Mungkin aku sulit membelikan permen lollipop, tapi ketika berkunjung ke rumah tetangga untuk silaturahmi. Pasti ada permen. Aku pun mengangguk sembari tersenyum, pasti bisa memberikan Cheril permen lollipop.

"Cheril pasti bisa makan permen lollipop saat lebaran nanti."

Tangan kecil itu belepotan, masih mencari daging padahal ceker itu tinggal tulang. Terus menjilati seperti tidak ingin berhenti. Kaki kecilnya bergoyang.

Aku sudah selesai memasukkan nasi ke rice cooker, mengambil sedikit dan ditaruh di piring. Makan bersama Cheril dengan nasi dan sayur lodeh. Mengambil kuah ayam yang seharusnya dibuang. Masih aku sisakan sedikit siapa tahu nanti malam lapar. Bisa dimakan pakai nasi.

"Bu, kata Cila. Neneknya yang di Metlo lebalan nanti Dateng ke lumah. Olang-olang yang pelgi jauh lebalan nanti pulang. Kalau Ayah Elil dateng juga nggak, Bu?"

Pertanyaan polos itu membuat hatiku terasa terkoyak, ayahnya saja tidak tahu bahwa dia ada. Bagaimana mungkin Cheril masih menunggu kedatangan Kak Afrizal?

"Bu, Ayah Elil nanti pulang nggak?"

Selama ini Mas Malik tidak mau dipanggil Ayah oleh Cheril, apalagi Ibu mertua selalu bilang bahwa Ayah Cheril kabur dan tidak peduli pada kami.

Cheril paham bahwa Mas Malik bukanlah ayahnya, dia masih menunggu kedatangan ayah kandungnya. Sering juga bertanya ayahnya orang yang seperti apa? Kenapa Cheril tidak pernah bertemu? Ayah di mana? Apa ayah tidak sayang Cheril?

Semua pertanyaan itu selalu aku jawab dengan kebohongan, tidak tega mengatakan bahwa ayahnya pergi setelah memperkosa ibunya. Tidak peduli lagi dengan ibunya bahkan tidak tahu bahwa dia telah lahir.

"Cheril ingin ketemu ayah?"

Kepala kecil itu mengangguk dengan pasti, antusias dengan pertanyaanku. Mungkin aku harus mencoba menghubungi Kak Afrizal. Mempertemukan ayah dan anak. Sekarang aku sudah tahu keberadaan Kak Afrizal, aku percaya dia orang baik. Pasti tidak akan menelantarkan anaknya.

"Cheril mau nggak tinggal sama Ayah? Nanti kalau dedek di perut Ibu sudah lahir, Ibu akan jemput Cheril."

Anak itu diam, matanya menunjukkan keraguan. Lebaran tahun ini aku ingin Cheril bisa merasakan kebersamaan dengan ayahnya. Tidak seperti diriku yang selalu sendirian.

Kemungkinan besar bayiku akan lahir sebelum lebaran, semoga lebaran tahun ini Mas Malik dan Ibu mertua akan memperlakukan aku dengan baik, lalu bisa mengambil Cheril kembali dalam keadaan keluarga yang tidak seperti sekarang.

"Ibu janji jemput Elil, 'kan?"

"Tentu, Ibu nggak akan ninggalin Cheril. Bulan puasa ini Cheril sama Ayah ya? Katanya Cheril kangen ayah."

"Elil ingin ketemu Ayah dan makan makanan enak di hali lebalan."

Bocah itu mengangguk, bisa aku tebak bahwa dia sangat merindukan ayahnya. Setiap melihat Zila digendong ayahnya, wajah Cheril selalu sedih. Dia iri. Ingin digendong dan dicintai ayahnya juga.

Malam harinya aku bicara dengan Mas Malik, menyinggung soal baju lebaran tahun kemarin, Cheril tidak dibelikan dan memakai pakaian lusuh sampai orang-orang menghakimi. Saat itu Mas Malik sangat malu dan marah besar.

"Kalau lebaran ini Cheril sama ayahnya, Mas nggak perlu repot-repot ngeluarin uang buat Cheril."

"Emang ayahnya di mana?"

"Di Jakarta, kerja di sana."

"Kerja apa? Ah, nggak usah kasih tahu sudah bisa aku tebak pasti jadi pesuruh. OB? Kuli bangunan? Atau pemulung?"

Aku tidak boleh mengatakan pekerjaan Kak Afrizal, takut Mas Malik memoroti atau memanfaatkan Cheril demi keuntungan dirinya.

"Memangnya kenapa kalau Ayahnya Cheril cuma OB? Itu kan halal."

Mas Malik mengibaskan tangan, berjalan ke lemari. Mengganti baju. Tidak peduli dengan kalimat sok bijakku.

"Hari rabu Bang Anton ke Jakarta. Kamu sama anak itu bisa nebeng. Awas kalau kamu macem-macem di Jakarta."

"Makasih, Mas. Aku kemasi barang-barang Cheril dari sekarang."

"Kemasi semua barangnya, tidak balik lagi juga nggak masalah. Dasar anak haram."

Perkataannya sangat menyakitkan, hatiku tersayat setiap mendengar Cheril dikatai anak haram. Padahal Mas Malik dan Ibu mertua hampir setiap hari mengatakan hal itu. Aku tetap tidak terbiasa.

Aku segera memasukkan baju-baju Cheril ke tas ransel, hanya baju lusuh bekas Zila. Itu pun sudah aku pilihkan baju yang kelihatan masih bagus.

Semoga ramadhan tahun ini Cheril bisa bahagia bersama ayahnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Muchamad Ramadhan
thor kok bisa"nya buat mataku pedih sampe" sepanjang baca gak berhenti menangis ......... smga cheril di terima ayahnya ......
goodnovel comment avatar
Yessi Susanto
sedihhhhh,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status