Lampu kota Jakarta menyala terang, gedung pencakar langit menghiasi pemandangan malam ini. Afrizal melihatnya melalu balkon apartemen. Duduk di sana sembari menikmati secangkir kopi dan cemilan. Tangannya menscrol tablet. Melihat berita yang tengah hangat.
Pertama kali masuk ke perusahaan WterSun group, ia menjadi karyawan magang karena harus melanjutkan S2, bukan hanya karena suruhan Yuno, sahabat sekaligus bosnya. S2 di UI memang cita-cita dari dulu.Dia berjuang, mengumpulkan uang. Hingga sekarang sukses lulus S2 dan menjadi sekretaris pribadi presiden direktur WterSun group, Yuno Bagaskara. Handal dan bisa melakukan apapun.Dulu dia hanyalah anak panti asuhan yang miskin, bahkan untuk ikut lomba cerdas cermat saja tidak punya sepatu yang layak sampai dipinjami Yuno."Aku pulang dulu, sebelum tidur tolong kau cek sekali lagi email dari hacker."Yuno memakai sepatunya, sejak menikah temannya itu tidak pernah lagi menginap di apartemen ini. Membuat hari-hari yang dilalui Rizal semakin sepi.Meski memiliki segalanya, pria berusia 27 tahun itu merasa kosong. Pernah mencoba mencintai wanita, Marsha. Teman sekantor yang selalu memberikan bekal. Wajah manis dengan rambutnya yang bergelombang. Jelas menunjukkan cinta dengan segala kebaikan.Namun, tidak menggetarkan hatinya sama sekali. Malah ingatannya terus tertuju kepada Hana. Juniornya di kampusnya dulu ketika masih di Lampung."Kakak ini orangnya baik, pekerja keras. Salut pokoknya."Hana memberikan setumpuk buku kepada Afrizal, perpustakaan itu terasa dingin dan sejuk. Cahaya menyorot masuk ke dalam lewat jendela kaca."Apa kamu masih kerja di cafe?""Iyalah, Kak. Mau makan dari mana kalau nggak kerja. Kakak juga kerja sambilan di restoran 'kan?""Iya. Kapan-kapan kalau aku sudah punya uang bisa bawain kamu steak dari sana. Enak banget, aku pernah nyobain sedikit.""Wah, nggak sabar. Kakak semangat kerjanya ya."Senyumannya, rambutnya yang berkilau, semangatnya. Semua tentang Hana masih bersemayam sampai sekarang. Sudah hampir lima tahun berlalu sejak terakhir bertamu, apakah dia sudah sukses juga? Rizal sangat penasaran.Malam semakin larut, udara juga semakin dingin. Dia beranjak sembari membawa cangkir yang sudah kosong. Menutup pintu kaca yang mengarah ke balkon.Apartemen dengan tiga kamar, bersih karena setiap pagi ada Bi Sarah yang membersihkan. Sering membuatkan dia makanan yang bisa dipanaskan sendiri. Tinggal sendirian membuatnya sering lupa makan.Ingat teringat kalimat dari Bunda di panti."Kamu jangan ngurus kami terus, pikirkan dirimu juga. Cepat menikah dan punya keluarga.""Belum ada yang cocok, Bun. Sekarang mau fokus ngurusin perusahaan sama anak panti dulu."Kalimat penolakan yang terus diulangi, kekayaannya sekarang mencapai 35 milyar. Belum termasuk saham WterSun Group yang dia beli sejak menjadi karyawan magang. Dulu, pertama kali dia membeli saham sebesar 13 juta. Gaji yang dia kumpulkan selama 6 bulan dan sudah dipotong keperluan.Dia berani bertaruh kepada Yuno bisa membuat uangnya berlipat ganda, dia juga percaya pada dirinya sendiri bisa membantu Yuno dalam mengembangkan WterSun Group. Setiap sisa gaji selain dikirim ke panti dia gunakan untuk membeli saham. Hal itu sudah berlangsung selama 5 tahun ini.Sedikit lama-lama menjadi bukit. Sekarang total ia memiliki 0,2% saham WterSun Group. Angka yang cukup besar untuk masyarakat biasa sepertinya.Saat ini market capitalization WterSun Group mencapai angka 824 triliun, itu berarti nilai saham miliknya mencapai sekitar 164,8 milyar. Terus berkembang pesat dari tahun ke tahun."Banyak uang kalau tidak digunakan untuk membahagiakan orang tercinta buat apa?" Celetuk Yuno.Saat itu adalah hari di mana Yuno menyiapkan resepsi pernikahannya. Memilih semuanya yang terbaik dan menginginkan hari pernikahan yang megah serta mewah."Nggak semua kemewahan bisa membuat orang bahagia.""Itu karena kamu nggak punya orang yang mau kamu bahagiain."Kalimat yang tidak salah sama sekali, selain mengirim ke panti asuhan. Rizal tidak memiliki siapapun untuk dibahagiakan lewat kesuksesannya.Sembari mencuci gelas dia mendesah, meniriskan di samping kran dan mengelap tangan. Berjalan ke kamar, menjatuhkan diri ke ranjang king size.Dia sudah terbiasa kesepian, tidak mengharapkan apapun dalam hidup. Bisa makan dengan baik dan terus menjalani hari. Jodoh pasti akan datang sendiri.Ketika matanya terpejam ingatannya langsung kepada Hana lagi, hari-hari yang dijalani ketika saling berjuang dan menyemangati. Dulu dia belum berani mengungkapkan rasa cinta ke Hana. Harus sukses dulu, tidak boleh membuat anak orang menderita.Setelah sukses, dia pernah mencari Hana. Namun hampir 5 tahun berlalu dan sangat sulit mencarinya. Tapi satu hal yang dia tahu, Hana tidak menjadi alumni Universitas Lampung sepertinya. Dia putus kuliah di semester 2. Tidak lama setelah dia pergi ke Jakarta."Kamu di mana? Apa masih single? Apa kalau aku datang kamu akan menyambutku?"Ingatan terakhir tentang Hana adalah hari di mana teman kuliah sengaja mencekoki dia dengan alkohol. Membuatnya mabuk sampai tidak sadar."Kakak kenapa bisa seperti ini?" tanya Hana. Memapah Afrizal dengan tubuhnya yang kurus."Hana, kamu sangat cantik." Racaunya."Kakak mabuk berat, ayo ke kosanku yang dekat dari sini buat ngilangin mabuk."Sampai saat itu dia tidak ingat apapun lagi, bagaimana cara Hana membawa dia ke kosan? Ingatannya benar-benar terputus. Ketika membuka mata dia berada di ranjang sendirian dengan baju yang berantakan. Kepalanya sangat sakit hingga tak berpikir apapun lagi selain cepat pergi untuk membeli obat.Ketika mencari Hana untuk berpamitan sebelum ke Jakarta, gadis itu tidak ada di manapun. Alhasil hanya bisa menitip salam lewat temannya. Sampai akhir pun dia tidak berani mengungkapkan cinta.Afrizal menarik selimut, AC membuat ruangan dingin. Setiap malam kerinduan terus menumpuk. Tidak tahu bagaimana caranya membuat hatinya lebih baik dan kerinduan ini terobati.Keesokan harinya, istri Yuno mengalami kecelakaan. Membuat semua orang sibuk menutupi kejadian dan menenangkan pers. Dia bergerak cepat dengan menyusun strategi hingga mengumpulkan media masa."Tutupi kejadian ini dari media, kita tidak boleh gegabah atau musuh akan lebih menghancurkan kita," ucap Yuno setelah operasi yang dijalani istrinya.Sebuah truk menabrak Husna, istri Yuno. Menyebabkan kerusakan parah di restoran milik Husna dan menewaskan seseorang. Bersyukur Husna hanya keguguran dan nyawanya masih bisa selamat."Aku tahu."Afrizal sebagai juru bicada Yuno diwawancarai wartawan tentang kejadian yang menghebohkan dunia bisnis. Dia menutupi bahwa kejadian itu hanya kecelakaan dan akan diurus dengan baik."WterSun Group selalu berusaha mengambangkan potensi dengan meraih semua aspek. Tidak disangka bahwa kejadian buruk ini akan menimpa Nyonya WterSun Group.""Lalu, apakah ada kecurigaan bahwa hal ini disengaja?""Kami akan bekerjasama dengan polisi dan mengatasi semua sesuai hukum yang berlaku."Liputan terus berlangsung, kesaksiannya menjadi buah bibir di berbagai media masa. Disiarkan langsung bahkan Rizal juga diundang di StarTV. Menjadi pembicara mewakili Presdir WterSun Group.Nampan di tanganku jatuh ke lantai, menimbulkan suara keras hingga membuat Ibu mertua berteriak. Pandanganku masih terpaku ke layar televisi. Kak Afrizal sedang menjadi bintang tamu di sebuah acara televisi sebagai perwakilan WterSun Group. Orang yang sampai detik ini masih ada di hati meski aku sudah memiliki suami, walaupun rasa kecewe menggunung tetap tidak tidak mengurangi rasa cinta untuknya. Dia adalah satu-satunya orang yang memperlakukan diriku dengan baik. Plak!Mas Malik memukul belakang kepalaku hingga aku terhuyung ke depan. Hampir jatuh jika saja tidak meraih meja."Kamu ini tidak dengar ibu teriak?" Aku jongkok dan menaruh lututku di lantai untuk mengambil nampan, susah payah berdiri dengan kehamilan yang semakin berat. "Maaf, Mas." "Dasar istri nggak guna," dengusnya sembari berlalu. Cheril berlari ke arahku setelah Mas Malik pergi, di tangan kecilnya ada kain lap. Selama ini Cheril tidak boleh bermain, setiap hari harus bantu beres-beres. Jika tidak maka kami tid
Aku mengusap rambut Cheril, dia sedang memeluk foto Kak Afrizal yang aku sobek dari koran. Ketika melihat wajah ayahnya untuk pertama kali, bocah kecil itu langsung berbinar. Katanya tidak sabar bertemu ayah. Sobekan koran itu didekap erat, seperti kerinduan yang terus bertumpuk melebihi diriku. Aku penasaran dengan sikap Kak Afrizal nanti, pasti dia terkejut. Atau... tidak menerima Cheril.Senyum menghiasi wajah Cheril dalam tidurnya, pasti sedang bermimpi indah. Aku mendekap erat. Besok sebelum subuh kami akan ke Jakarta dan berpisah selama sebulan lebih. Debaran jantung kurasakan, setelah hampir 5 tahun akhirnya aku dan Kak Afrizal akan bertemu kembali. Ingatan tentang masa lalu terbayang, kupikir kami akan menjadi pasangan. Perhatian yang dia tunjukkan, kasih sayang yang dia berikan dan segala hal yang kami lalui bersama. Ternyata kami tidak jodoh meski perasaan ini belum pudar sedikitpun. Sekarang aku sudah memiliki suami dan tengah mengandung anak Mas Malik. Mana bisa merindu
Pintu lift terbuka, Rizal dan karyawan lain keluar menuju lobby. Gedung WterSun Group sangat tinggi dan luas, megah dari depan. Suatu kebanggaan bisa menjadi bagian dari WterSun Group. Dulu, Rizal ingin menjadi karyawan karena harus menjaga Yuno seperti janjinya. Tak disangka sekarang dia sangat bangga memiliki tanda pengenal karyawan WterSun Group yang tercantel di leher. Fotonya terpajang dengan senyum merekah, foto yang tidak dia ganti sejak berumur 22 tahun. Dari mulai karyawan magang, lalu menjadi karyawan tetap, setelah Yuno lulus S2 dan menjadi direktur di bagian WterSun food. Afrizal langsung menjadi sekretaris pribadi. Satu tahun kemudian Yuno menjadi presiden direktur, jabatannya pun ikut naik. Selalu di samping Yuno dan mengatasi semua masalah bersama. Terkadang juga menjadi juru bicara mewakili Yuno. "Husna, ngapain ke sini?" Gumamnya. Di ujung sana, dia melihat istri Yuno. Orang yang dia hormati setelah Yuno. Beberapa waktu lalu terjadi kecelakaan hingga mengakibatkan
Langit sore menampilkan awan jingga, angin mengalir ringan menerpa rambut Hana ketika berbalik pergi meninggalkan dirinya. Wanita yang masih ada di dalam hati itu akan pergi kepada suaminya, tidak akan pergi bisa dia gapai sekalipun mencoba bersudut minta maaf. "Lebaran nanti aku cuma pingin bakar ayam bareng kakak. Trus main kembang api." Ungkapnya dulu, lebaran pertama yang mereka lalui. Rizal mengusap pucuk kepala Hana dengan lebut, mencondongkan tubuhnya menyeimbangkan wajah mereka. Lalu tersenyum."Aku akan membelikan kamu baju lebaran.""Nggak usahlah, Kak. Mending uangnya disimpen atau nggak buat beli makanan.""Itu udah aku siapin, pokoknya aku ingin membelikan baju lebaran buat kamu. Hijab yang cantik dan mukena.""Mukena kayak seperangkat alat shalat aja. Hahaha."Kalimat yang disangka candaan oleh Hana itu ternyata Rizal sungguh memberikan seperangkat alat shalat. Suatu hari nanti dia ingin menghalalkan Hana menjadi istri. Itu yang ada di pikiran Rizal.Lebaran yang merek
Hembusan angin menerpa wajahku, desirannya lembut dan ringan. Rasa dingin menyerang dari samping, aku merekatkan jaket. Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Setelah muatan pisang diturunkan dan mendapat bayaran, kami pulang ke Lampung. Lampu Jakarta menyala terang seolah aktifitas terus berjalan meskipun tengah malam. Ingatanku terus tertuju pada kejadian tadi sore, Kak Afrizal tidak mengenaliku. Mungkin, dia memang sudah melupakan aku. Dada ini terasa nyeri, hampir 5 tahun berlalu sejak terakhir bertemu. Dia juga sudah sukses, pasti banyak wanita yang mendekati. Jadi untuk apa mengingat orang sepertiku? Tentu saja dia lupa. Bodohnya aku berharap dia masih ingat kenangan kita. "Cheril sudah ketemu Ayahnya, Han?" "Udah, Bang.""Apa ayahnya nerima dia?"Aku tidak tahu apakah Kak Afrizal akan menerima Cheril atau tidak, kalau pria itu belum berubah maka Cheril akan tetap diperlukan dengan baik. Jika tidak... bagaimana? "Aku cuma bisa berdoa, semoga ayahnya nerima Cheril setidak
Kapal sudah di depan mata, tanpa Cheril di sisiku rasanya sangat hening dan kosong. Padahal, dulu aku tidak menginginkan anak itu ada di dunia. Menyalahkan Tuhan, kenapa aku malah diberi anak yang tidak diinginkan?Akibat hamil dan tidak ingin menggugurkan kandungan, aku keluar dari kampus. Sepenuhnya bekerja untuk tabungan melahirkan. Paman dan bibi marah habis-habisan, menamparku dengan keras. Mengataiku pelacur dan anak tidak berguna. Aku menanggung semuanya tanpa menyebutkan nama Kak Afrizal sedikitpun. Percuma, kalau tahu diperkosa pun tidak ada guna. Malah menjadi aib bayiku. "Kamu istirahat saja di dalam, biar Abang yang bayarin." Bang Anton orang yang pengertian, tahu aku sangat lelah dengan kehamilan besar. Menyuruh istirahat di dalam dengan nyaman. Ada karpet dengan bantal di sana meski berbayar. "Nggak papa, Bang. Aku di luar saja." Padahal hanya 15 ribu, sebenarnya uangku masih utuh 20 ribu. Niatnya untuk membelikan Bang Anton rokok. Aku sudah menumpang tanpa membelik
Wajah balita itu tampak berbinar melihat makanan yang Rizal hidangkan. Duduk di kursi meja makan dengan kaki yang terus bergerak. Senyuman merekah setiap Rizal membuka bungkusan dan menaruh di piring. Sendok dan garpu sudah berada di tangan Cheril, cuci tangan pun juga sudah. Perutnya yang lapar semakin berselera karena mencium aroma enak dari daging. Sesekali Cheril melirik ayahnya, orang yang sangat dia rindukan. Ia jadi ingat rasa iri setiap melihat Zila digendong ayahnya. "Kamu itu aib keluarga, dasar anak haram." Ucap Ayah Zila saat menggendong Zila menuju motor. Sampai sekarang Cheril tidak tahu apa arti kata anak haram. Semua anggota keluarga Malik menjuluki dirinya anak haram dan pembawa sial. "Cila, anak halam itu apa? Nenek, om Alik, ibumu cama ayahmu ilang Elil anak halam." Cheril bertanya sembari mengelap meja, sebisanya asal tidak berdebu kata ibu. Sementara Zila mainan boneka Barbie sembari duduk di sofa. "Anak halam itu nggak punya ayah, nggak pelnah digendong Ay
Jarum jam terus berdetak, sekarang sudah pukul setengah delapan malam. Cheril sudah tidak kuat makan lagi. Buah anggur itu disingkirkan, tinggal separuh. "Elil kenyang, Yah.""Kalau kenyang ya sudah, jangan dimakan lagi. Tunggu setengah jam habis itu mandi." TV dinyalakan, di putar channel Donal bebek. Cheril menonton TV dengan antusias, duduk si sofa yang empuk dengan lampu menyala terang. Sementara itu Rizal pergi ke ruang kerja, mengecek email dari Yuno hasil dari rapat di Singapura. Harus segera diproses. Dari pintu yang tidak ditutup, Cheril berdiri. Tidak berani meminta meski sudah hampir jam sembilan malam. Dia mengantuk, ingin tidur. Tapi badannya lengket dan belum mandi."Yah...." Anak itu memanggil dengan lirih.Rizal menoleh ke jam dinding, tidak sadar sudah malam. Terbiasa hidup sendiri dia lupa bahwa sekarang ada Cheril yang harus diurus. "Ya ampun, lupa." Berkas yang berserakan di meja ditinggal, dia beranjak menghampiri bocah yang matanya sudah mengantuk tersebut.