"kamu datang, Mas!" Tia langsung berdiri, ada sedikit senyum kebahagiaan tampak di bibirnya. Dia mengira kedatangan sang suami untuk melihat keadaan Raffa, putra mereka.
"Heh, Kamu jangan bahagia dulu, kami kesini bukan untuk melihat anakmu yang penyakitan itu!" Ibu Sutri berbicara dengan lantang.Mendengar ucapan sang mertua seketika senyum di bibir Tia memudar."Maksud Ibu apa? Tia melihat kearah bu Sutri terus berbalik menatap sang suami."Ini ada apa Mas? kenapa ada koperku disini? Dan siapa wanita ini?" Rona kebingungan nampak jelas diwajahnya."Ibu benar Tia, kami kemari bukan untuk menjenguk Raffa tapi unt ....""Untuk apa Mas?" sahut Tia yang mulai tersulut emosi."Kita kesini untuk mengantarkan ini!" Irvan menyerahkan koper yang tadi dia bawa."Apa ini? Ini maksudnya apa, Mas?"Ini sisa pakaianmu dan Raffa dirumah. Aku ingin kita bercerai!""Be-bercerai? Kamu tidak sedang bercanda kan, Mas?""Aku serius Tia, aku ingin kita bercerai!""Tapi kenapa, Mas? Apa salahku? Apa masih kurang bakti ku padamu selama kita menikah?""Masih tanya lagi, apa salahmu? Salah kamu itu banyak,Kamu itu istri durhaka, tidak patuh sama suami, pembangkang, keras kepala dan banyak lagi" sahut ibu dengan nada sinis."Maksud Ibu, aku durhaka? Durhaka dari sebelah mananya, Bu? Jauh-jauh aku tinggalkan keluargaku, hanya untuk hidup dengan anakmu. Semua pekerjaan rumah tangga aku yang kerjakan, bahkan uang belanja pun Ibu yang atur, aku diam saja. Apa pernah aku protes?" Kali ini Tia tidak mau menerima begitu saja tuduhan sang ibu mertua."Uang hasil kerja anakku, jelas akulah yang harus ngatur, emang siapa lagi? Kamu? Hehh ..., sadar diri! Emangnya kamu Itu siapa mau ngatur uang anakku? Kamu itu, cuma orang lain yang kebetulan harus dinafkahi oleh anakku! Sudah untung kamu, aku kasih tempat tidur sama makan gratis di rumahku. Seharusnya dari dulu kamu, aku usir biar jadi gembel sekalian!" Bu sutri berkata sambil menunjuk-nunjuk muka Tia."Ibu dengar ya, aku tinggal dirumah Ibu karena yang pertama, anak Ibu adalah suamiku. Yang kedua, aku tinggal disana GAK GRA ...,TIS ..., SEKALI LAGI GAK GRATIS. Aku mengerjakan semua pekerjaan rumah sampai celana dalam Ibu pun, aku yang nyuci. Sekarang, anggap saja aku menjadi pembantu dirumah Ibu, coba dihitung berapa gaji yang harus aku terima? Selama ini, aku selalu diam dan mengalah bukan berarti aku takut sama Ibu, tapi aku menghormati Ibu sebagai orang tua dari suamiku,"Bu Sutri memonyongkan bibirnya sambil bergerak ke kiri dan ke kanan mengikuti ocehannya Tia."Dan satu lagi, walaupun Ibu mengusirku dari rumah. Itu tak akan membuatku jadi gembel. Aku punya keluarga, punya orang tua yang sudah pasti mereka sanggup menampungku.Ingat, Ibu Mertuaku yang terhormat! wanita yang selalu kau hina ini adalah putri kesayangan keluarganya, sama sepertimu yang menyayangi anakmu yang tak punya hati ini."Telunjuk Tia mengarah pada Irvan yang sejak tadi diam terpaku. Dia tidak menyangka kalau Tia bisa seberani itu melawan Ibunya padahal selama ini dia mengenal sosok Tia yang penurut enggak pernah protes."Sudahlah Tia yang jelas aku ingin kita bercerai dan aku ingin segera menikah dengan Selly,""Mas, anakmu sedang berjuang untuk hidup tega-teganya kamu mau menikah lagi! Dan kamu wanita jal**g apa kamu sudah gak laku lagi sampai menggoda suami orang, hah?" Telunjuk Tia arahkan kemuka Selly yang dari tadi bergelayutan di lengannya Irvan."Hehh, saya bukan wanita jalang ya!" Teriak selly gak terima dengan gelar yang diberikan Tia."Terus apa namanya kalau bukan jal**g? Kata-kata apa yang tepat untuk wanita penggoda suami orang sepertimu? Pe****r, pe**k, wanita ga*** atau apa hah?"Plaakkk!!! Satu tamparan mendarat mulus di pipi Tia."Jaga ucapan mu, Tia"! bentak Irvan tak terima sang pujaan hati dihina oleh sang istri.Melihat Tia ditampar Bu sutri dan Selly tersenyum puas. Mereka berdua pun berbisik "syukurin biar kapok tu si Tia, gembel aja belagu, hi ... hi ...hi ...." Mereka berdua tertawa sambil menutup mulut."Kamu menamparku, Mas? Hanya demi wanita model begini kamu menamparku keterlaluan kamu mas!" Tia memukul-mukul dada Irvan. Dada yang dulu menjadi tempat bersandar paling nyaman bagi Tia."Hentikan Tia! Kamu lihat dirimu sekarang kucel,dekil sudah seperti gembel. Bercermin lah dulu baru kau menghina orang lain! Bentak Irvan seraya mencekal kedua tangan Tia dan dihempaskan ke udara."Aku begini karena aku merawat anakmu yang lagi sakit, Mas,""Dia bukan anakku!" Sahut Irvan"Dia anakmu, Mas! Tega-teganya kamu tidak mengakuinya,""Ya, dia bukan anakku tapi anakmu! Aku tidak ingin punya anak penyakitan seperti dia, tidak bisa dibanggakan sama sekali, cuma bikin repot ngabisin duit buat berobat!""MAASSS! Kamu jangan keterlaluan, Raffa sakit bukan kehendaknya tapi ini ujian dari Tuhan! Raffa sakit karena keteledoran kita sebagai orang tua! Raffa sakit karena kita gagal menjaganya!"Yang gagal itu kamu bukan aku! Aku akan menikah lagi dengan Selly dan pastinya aku akan punya anak lagi yang sehat gak kayak si Raffa anakmu itu." Irvan berucap seraya merangkul bahu Selly.Mendapat perlakuan itu Selly tersenyum penuh kemenangan."Harusnya kamu itu terima kenyataan saja mbak, Mas irvan sudah gak cinta lagi sama kamu! Mas Irvan itu sekarang cintanya sama aku. Lagian aku itu bingung, kok bisa-bisanya Mas Irvan nikah sama Mba Tia? diambil dari sisi manapun Mba itu gak aaada ..., cantik-cantiknya! Jangan-jangan Mba main guna-guna ya?" Selly menatap Tia penuh selidik dengan kedua tangannya dilipat dada."Tutup mulutmu wanita murahan! Sejelek-jeleknya aku pantang bagiku menggoda suami orang!""Jaga bicaramu Tia! Selly bukan wanita murahan dia wanita terhormat, wanita karier," bela Irvan"Wanita terhormat tidak akan merusak rumah tangga orang, Mas,""Dia tidak merusak rumah tangga kita, tapi kamu yang telah merusak rumah tangga kita! Andai saja malam itu kamu mendengarkan ucapan Ibu untuk tidak membawa Raffa ke rumah sakit semua gak akan pernah terjadi,""Astaghfirullahhal'azim ...." Tia memukul-mukul dadanya untuk meredakan emosinya. Dia bingung harus bagaimana menjelaskan pada manusia yang tidak punya hati didepannya saat ini."Mas! Saat itu Raffa sudah dehidrasi parah, kalau terlambat sedikit saja nyawanya bisa tak tertolong! Kenapa sih kamu gak ada rasa khawatirnya sama Raffa? Dia itu anakmu, Mas! Darah daging mu! Dia yang kelak akan mendoakan mu saat kamu meninggal nanti.""Ha ha ha ...." Irvan, bu Sutri dan Selly tertawa serentak mereka merasa Tia bermimpi terlalu tinggi."Mendoakan ku katamu? Kamu bercanda Tia, saat ini saja anakmu gak bisa bernafas aku sangat yakin sebentar lagi dia meninggal. Bagaimana caranya dia mendoakan ku? Hahaha lagi-lagi Irvan tertawa mengejek."Maaf ya Ibu, Bapak, semua tolong jangan berisik. Ini dirumah sakit, mengganggu pasien yang mau beristirahat!" ucap seorang perawat yang tiba-tiba menghampiri mereka."Sudahlah Van, tunggu apa lagi cepat kamu talak dia sekarang juga," perintah bu sutri."Baik, Bu,""Septia aprianti, ....Bersambung..."Tia aprianti ....""Mas, jangan main-main dengan kata talak! Aku yakin Mas, Raffa pasti sembuh. Dia hanya butuh dukungan dari kita sebagai orang tua," potong Tia."Aku tidak main-main, Tia! Aku sudah memikirkannya matang-matang. Aku sudah tidak butuh kalian berdua. Aku sudah punya Selly dalam hidupku,""Kelamaan kamu, Van! Cepetan ucapin talak, Ibu sudah gak betah berada disini lama-lama! Bisa alergi!" Bu Sutri melihat sekelilingnya dengan tatapan jijik."SEPTIA APRIANTI, MULAI SAAT INI AKU TALAK KAMU DENGAN TALAK TIGA, DAN MULAI DETIK INI JUGA KAMU BUKAN ISTRIKU LAGI!" Irvan mengucap kata-kata itu dengan jelas dan lantang.Mendengar kata talak keluar dari mulut sang suami, seketika tubuh Tia merosot jatuh kelantai. Air matanya mengalir deras. Dia terdiam tak sanggup berucap sepatah katapun. Tak pernah terbayangkan sebelumnya nasib pernikahannya harus berakhir di tahun kedua.Irvan sang suami, yang selalu dia sanjung setiap orang tuanya menelpon. Tak disangka tega menghancurkan hatin
"Bu, sebelumnya kami minta maaf! Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan sangat menyesal dan berat hati kami harus menyampaikan bahwa Dek Raffa sudah henti nafas, dengan kata lain Dek Raffa sudah meninggal dunia!" Ucap dokter DanuTubuh Tia tiba-tiba bergetar, dia mundur beberapa langkah dari hadapan dokter Danu"Tidak ..., Itu tidak mungkin ..., Tidak mungkin! Raffaaaaa!"teriaknya histerisTia berbalik menghadap bed sang anak disana ada beberapa perawat yang sedang melepaskan alat-alat medis."Stopp! Jangan sentuh anakku!" Bentaknya pada para perawat.Tia langsung berlari memeluk jasad anaknya, tangisnya seketika pecah memenuhi seisi ruangan."Raffaaa! Raffaa, bangun nak ..., Bangun sayang! Jangan tinggalin ibu! Ibu gak punya siapa-siapa lagi selain kamu nak! Ibu mohon bangun sayang!"Bu, Dek Raffa harus segera dibersihkan kasihan, alat-alat ini menyiksa tubuhnya!" ucap seorang perawat."Diam kau! Raffaku masih hidup dibelum meninggal, dia gak akan ninggalin ibunya sendirian!"
"...,Dek Raffa sudah meninggal dunia!" Begitulah yang aku dengar, sangat jelas sekali dokter itu bilang anak penyakitan itu sudah meninggal."Van, ayo cepat kita tinggalkan tempat ini, anak sialan itu sudah meninggal! Jangan sampai Tia tau kalau kita masih ada disini, bisa- bisa mayat anak penyakitan itu dibawa ke rumah kita!"Ajak ku pada Irvan dan Selly.Ya aku tidak mau mayat anak penyakitan itu dibawa ke rumahku! Aku gak mau rumahku ketiban sial. Aku gak perduli mau Tia apakan mayat anak nya? Mau dibawa ke Sumatera atau dibakar terserah. Hatiku benar-benar merasa bahagia anak itu akhirnya meninggal. Berarti sumpah yang Tia ucapkan tidak akan pernah terjadi. Bagaimana mungkin Irvan bersujud dikakinya sedangkan anak itu sudah di neraka."Iya Bu, ayo cepat kita tinggalkan tempat ini!" Irvan pun setuju dengan ajakanku.Kami berjalan setengah berlari, supaya tidak memancing keributan di rumah sakit ini.Sebenarnya aku tak punya masalah apapun sama Tia, cuma aku tidak suka saja dia me
Pagi-pagi sekali Tia sudah duduk didepan ruang PICU, badannya lebih bersih dan lebih bersemangat aura positif tampak jelas diwajahnya."Selamat pagi, Bu!" Ucap dokter Danu secara tiba-tiba."Eh ..., Iya selamat pagi, Dok!" Jawab Tia kaget langsung berdiri."Pagi-pagi kok sudah melamun, ntar kesambet loh!" Candanya sambil tersenyum.Tia yang tidak biasa melihat dokter Danu tersenyum langsung terperangah."MasyaAllah, senyumnya manis sekali!" batin Tia."Kayaknya yang kesambet itu Dokter deh," "Lah emangnya saya kenapa?""Dokter dari tadi gak sadar apa, Senyam-senyum sendiri? Kayaknya Dokter Danu lagi bahagia hari ini!" Tia menatap penuh selidik."Uhuk uhuk uhuk!" Dokter Danu tiba-tiba terbatuk-batuk dan langsung membuang muka. Entah mengapa saat mendapatkan tatapan dari Tia membuatnya jadi grogi."Ya sudah, saya permisi dulu! Mau ngecek keadaan Dek Raffa!" ujarnya terburu-buru. Berulangkali dia penarik nafas panjang untuk menetralisir detak jantungnya."Sepertinya jantungku bekerja l
"kalau boleh tau rencana kamu setelah ini apa, Tia? Kalau seandainya Raffa sudah boleh rawat jalan?" Dokter Danu duduk bersandar, kedua tangannya dilipat di dada, tatapannya tajam kearah Tia."Kalau seandainya Raffa sudah boleh pulang! Rencananya saya akan cari kontrakan dekat-dekat sini, supaya tidak mengeluarkan ongkos lagi pas kontrol! Kalau Raffa sudah benar-benar dinyatakan sembuh dan urusan saya sama mas Irvan sudah selesai, saya akan pulang ke palembang bersama Raffa. Disini saya tidak punya siapa-siapa, tidak ada yang bisa melindungi saya dan Raffa dari mereka!" Tatapan Tia menerawang jauh, sangat terlihat jelas kesedihan diwajahnya."Kalau kamu mau, aku punya kontrakan di dekat sini? Jarang aku tempati sih, aku pulang ke sana cuma pas ada jadwal praktek di rumah sakit ini saja, aku praktek disini cuma tiga hari dalam seminggu. Untuk sementara kamu bisa tinggal di sana kalau kamu mau, dari pada mahal-mahal bayar kontrakan ditempatinya cuma sebentar!""Enggak usah, Dok! Saya bi
Seminggu sudah pasca keluar dari ruang PICU keadaan Raffa mulai membaik tinggal selang makannya saja yang belum dilepas. Tok tok tok! "Assalamualaikum, selamat pagi Bu! Bagaimana keadaan Dek Raffa hari ini?" Dokter Danu datang visit pagi. "Sudah mulai membaik Dok, cuma masih lemas saja," jawab Tia sedih. Bukannya Tia tidak bersyukur anaknya mulai membaik tapi hati ibu mana yang tidak pilu melihat kondisi anaknya. Sejak keluar dari PICU Raffa lupa cara menelan dan sekarang dia harus menjalani terapi agar bisa mengembalikan refleks menelannya. "Untuk minumnya gimana Bu?" Tanya dokter Danu "Minumnya masih belum lancar Dok, masih banyak yang masuk lewat selang," "Gak papa tetap harus dilatih terus ya Bu! Minumnya pake botol saja biar tahu seberapa banyak cairan yang masuk!" Selama dia sakit, berat badan Raffa memang tidak turun tapi juga tidak naik, makanya Tia harus lebih ekstra lagi dalam mengejar ketinggalan berat badan agar Raffa tidak stunt
"Ma-maksud Dokter?" "Bukan apa-apa! Ya, sudah aku ngurus berkas-berkas ini dulu kamu bereskan saja barang-barangmu nanti kalau aku datang kita tinggal berangkat."Tia pun segera membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang. Ia juga tidak menganggap serius apa yang keluar dari mulut dokter Danu barusan. Sesekali ia melirik ke arah Raffa."Sayang kamu gak bobok?" Tanyanya saat tahu sang anak juga menatapnya.Tia pun menghentikan aktivitasnya dan mendekati sang anak."Sayang ..., Raffa sudah boleh pulang hari ini! Cepat sehat ya Nak cepat bisa menelan lagi, biar selang NGTnya bisa dilepas." Anak itu hanya diam menatap sang bunda. Tia langsung mencium dan memeluk tubuh kecil itu. Walaupun sudah seminggu bersama rasa rindu Tia belum terobati juga."Ehemm ehemmm! Gimana sudah selesai beres-beresnya? Tanya dokter Danu.Dokter Danu terharu melihat kegigihan Tia dan perjuangannya Raffa dalam melawan penyakit. Dokter Danu sampai meneteskan air mata tapi buru-buru dihapusnya, takut Tia mel
Selesai menyuapi Raffa, Tia masuk kedalam dia berjalan ke belakang melihat-lihat dapur."MasyaAllah dapurnya luas sekali peralatannya juga lengkap," gumam Tia.Di sebelah dapur ada sebuah kamar dan sebelahnya lagi ada kamar mandi yang lumayan besar."Non nyariin Bibik?" Tanya bik Ina yang baru keluar dari kamar didekat dapur " Oh, ini kamar bik Ina!" gumam Tia"Enggak bik ini cuma lagi lihat kondisi rumah saja biar gak tersesat. Rumah ini sangat besar bagi orang seperti saya, Bik!""Oh ya Bik, besok rencananya saya mau berjualan empek-empek saya minjam dapur sama alat-alatnya ya bik!" ujar Tia"Silahkan saja Non!" "Terima kasih, Bik!"**** Hari ini Tia sudah mulai menata bahan-bahan untuk membuat empek-empek. Pagi tadi Tia sudah meminta bik Ina belanja semua yang dibutuhkan. Tia berjualan secara online, hari ini dia hanya membuat sedikit untuk diambil gambarnya dan di unggah di applikasi biru, hijau dan merah. Tia juga sudah menyetel pengaturan handphonenya agar sang matan tidak da