Mag-log inSila merogoh ponselnya yang bergetar di dalam tas, "Aku pilih yang coklat muda aja mbak. Sewa untuk seminggu, ya."
Pegawai butik tersebut mengangguk dan segera mengemas kebaya pinjaman Sila. "Halo!" Sila mengapit ponselnya dengan bahu sementara kedua tangannya sibuk mencari kartu debit miliknya. "Lagi dimana, Sil?" Sapa Brandon di sebrang sana. "Bentar, Brandon. Bentar." Sila menjauhkan ponsel dari telinga. Fokus nya kembali pada pegawai butik. "Mau cash atau~" "Debit aja bisa?" Sila memberikan kartunya untuk di urus. Setelah pembayaran selesai, Sila mendapatkan kebaya yang di inginkan. "Pengembalian maksimal Minggu depan di jam yang sama ya, kak." Sila mengangguk lantas kembali menempelkan gawai di telinga, "Halo, iya, Brandon. Ada apa?" "Sibuk banget, ya?" Sila kembali memasukkan kartu kedalam tas, "Enggak. Cuma lagi pinjem kebaya aja buat acara wisuda. Kalian udah nyampe Surabaya belum?" "Udah nih, barusan," jawab Brandon, "Gue jemput ya? Lo dimana sekarang?" "Gausah, deh. Gue di Aisheen butik. Jauh dari apartemen lo." "Aisheen butik?" Brandon menerka, "Butik yang di Surabaya Utara? Yang pernah lo tunjukin itu kan." "Iya." "Tunggu. Sepuluh menit gue sampe." Panggilan dimatikan sepihak. Sila duduk di salah satu sofa dan mulai memasuki alam pikirnya. Liburan yang di rencanakan Mia akhirnya terlaksana. Mereka datang ke Surabaya untuk berlibur sekaligus menghadiri acara wisuda Sila yang diselenggarakan tiga hari lagi. Atas kesepakatan bersama, mereka berangkat naik pesawat dan bermalam di apartemen Brandon. Mia tidak mengijinkan mereka booking kamar hotel, mengingat apartemen Brandon yang luas dan memiliki empat kamar pasti cukup untuk menampung mereka. Lagian jika tinggal bersama pasti lebih seru. Namun sampai saat ini Sila tidak mengetahui, apakah Rio hadir bersama mereka atau malah sebaliknya. Lelaki itu tidak memberi keputusan yang pasti. Kata Mia, pawang Rio ribet banget kalau mau ditinggal. Rio jadi susah liburan dan susah ngumpul gara-gara si pawang. Sila bisa memaklumi itu. Lagipula di antara mereka baru Rio yang sudah berumah tangga, menjabat sebagai suami dan ayah tentu tugas yang tidak mudah. Berbeda dengan Brandon, Keynan dan Daman yang masih single. Tentu saja hidupnya dihabiskan untuk diri sendiri dan pekerjaan. Ngomong-ngomong soal pawang, Sila jadi heran, apa Auristella se-over protective itu pada Rio? Lagi pula kalau Auris tipe wanita yang sangat pencemburu, kenapa dia tidak ikut saja kemanapun Rio pergi? Maka dengan begitu Rio bisa berlibur dan Auris tetap bisa mengawasi suaminya. Sila jadi ngeri sendiri. Apa dia juga akan se-cemburu itu jika sudah menjadi istri seseorang nanti? Sila harap tidak. "Ngelamunin apa?" Brandon berjongkok di depan Sila dengan satu lutut terangkat ke atas, "Hm?!" Terkejut, Sila mengurai tangannya yang menopang dagu, "Kok udah nyampe?" Brandon tersenyum tipis dan menatap tas dengan logo Aisheen butik di tangan Sila, "Jadi pinjem kebaya? Kenapa ga beli aja?" "Ngapain beli, dipake sekali doang. Sayang banget uangnya dibuang-buang." Bukannya pelit, Sila hanya terbiasa menggunakan uang pada tempatnya. Brandon mendudukkan diri di samping Sila, "Boleh gue lihat?" Gadis itu mengangguk dan menyerahkan kebayanya. "Cantik." Gumamnya memuji kebaya pilihan Sila. "Tapi kemarin bilangnya mau yang warna abu." "Kebesaran," Sila mengerucutkan bibirnya, "Padahal cantik banget modelnya. Kalau mau di permak harus beli, gabisa sewa." "Mana coba gue lihat?" Brandon berdiri, Sila menarik tangannya. "Gausah, buat apa sih. Ini aja udah bagus kok." Brandon menatap tangan mereka yang saling tertaut, "Gue mau ngasih lo hadiah kebaya buat wisuda, boleh kan?" Menghembuskan nafas pasrah, gadis itu perlahan melepaskan genggamannya pada tangan Brandon. Melihat itu Brandon mengulum senyum lantas mengelus puncak kepala Sila. ... "Makanan sebanyak ini siapa yang ngabisin?" Sila menatap jok belakang mobil Brandon yang penuh makanan. Setelah selesai dengan urusan kebaya, Brandon meneruskan perjalanan untuk membeli beberapa fast food pesanan Mia. Lelaki itu terkekeh singkat tanpa mengalihkan fokus dari jalanan, "Itu semua pesenan Mia. Katanya malam ini kita harus nonton horor bareng." "Iya, tapi~" "Lo tau kan, gimana ngambeknya Mia kalau minta makanan dan gak di beliin?" Brandon menatap Sila sekilas, "Sebelas dua belas sama lo." Sila mengendikkan sebelah bahu,"Good food, good mood." Roda hitam itu berhenti di area parkir apartemen, Brandon menarik perseneling, "Lo nginep disini bareng kita kan?" Gadis itu kontan menoleh, "Gue pulang ke kosan aja nanti," Sila menatap arlojinya, "Sekitar jam 9." "Nginep aja lah, kapan lagi kita ngumpul bareng gini." Sila mendadak nge lag. Iya, terus kalau ada Rio, gue harus gimana? "Sil?" "Hah?" Sila berusaha kembali fokus, "Emmm.. balik ke kosan aja yuk." Brandon menipiskan bibir, "Yaudahh, se nyaman lo aja. Tapi besok ikut, kan?" Sila mengangguk,"Pasti." Mereka keluar dari mobil dan berjalan memasuki apartemen, kewalahan dengan semua makanan yang mereka bawa. Sesampainya di depan pintu unit milik Brandon, Sila mengusap keningnya, "Parah sih, ini. Ga mungkin abis." Brandon menekan bel. Lelaki itu tidak membawa kunci karena ada Mia, Keynan dan Daman di dalam sana. "Lo bawa makanan yang gu~" Mia yang berujar sembari membuka pintu langsung melompat memeluk Sila saat sadar sahabatnya berdiri di samping Brandon, "Aaaaaa.. Brandon berhasil jemput lo, akhirnyaaaa." Sila hampir kecekik karena Mia mengalungkan tangan di lehernya dengan kuat, "Lo mau gue mati kehabisan napas, hah?" Gadis itu menepuk lengan Mia. Mia nyengir tanpa dosa, "Niat gue emang gitu, sih." "Nih titipan lo," Sila menyerahkan pizza satu meter pada Mia, "Beli makanan segini banyak buat siapa, coba?" Sila melepas sepatu lalu menutup pintu. "Cacing di perut gue butuh nutrisi," Mia menata semua makanan di atas meja tamu dan mulai mengeluarkan ponselnya. Kebiasaan, pasti di buat instastory. "Hai guyssss, kita malem ini mau pesta kolestrol," Mia menyorot semua makanan satu persatu, "Semua ini di sponsori oleh dompet Brandon yang tebelnya minta ampun," gadis itu menyorot Brandon yang sedang melepas jaket, "Terima kasih Abang ganteng, sering-sering yaa, setiap hari juga boleh." Daman dengan wajah bangun tidur baru saja keluar dari kamar, "Ginjal lo tremor makan beginian tiap hari." "Mia kan wonder woman, jadi ginjal nya terbuat dari besi dan baja." Ujar Keynan yang sudah terbiasa dengan makanan sampah Mia. "Lo harus makan ini, Nan. Harus pokoknya!" Mia meletakkan ponselnya di meja. Keynan duduk di samping Sila, "Ogah, gue mau beli buah!" "GAK BOLEH!" Sila spontan menoleh ke arah kanan mendengar teriakan Mia, "Lo harus makan ini, titik!" "Gak!" Sila menoleh ke kiri mendengar jawaban Keynan. "Gue maksa!" "Gue ga suka di paksa!" Pertikaian tak terhenti sampai Sila yang berada di tengah jadi pusing sendiri. Gadis itu mengambil dua potong pizza lalu menjejalkan ke mulut Keynan dan Mia, "Makan aja ribet kalian." Daman yang mengunyah burger terkekeh, "Gue udah kebal sama mereka, Sil. Kayak minyak sama air." Mia terkekeh puas melihat Keynan yang mau, tidak mau, mengunyah pizza di mulutnya, "Makan tuh, makhluk Tuhan yang paling sehat!" Cibirnya. "Lagian makan pizza doang ribet bener," Sila mengambil satu potong pizza. "Makanan kayak gini itu ga bagus, Sil." Ujar Keynan. "Heh, panu kodok! Makan fast food sesekali ga bikin lo mati!" Mia tak terima. "Tapi bikin cepet mati," jawab Keynan santai. "Emang lo mau panjang umur buat apaan? Abis-abisin tenaga," Mia mengambil sepotong pizza lagi. Sebelum Keynan menjawab dan perdebatan ini akan menjadi sepanjang jalan kenangan. Sila memilih berdiri, menggeser posisi Mia agar duduk di tempatnya dan gadis itu duduk di tempat Mia tepat di samping Brandon. "Sakit telinga gue," Sila menekan-nekan telinganya. Brandon terkekeh singkat, "Mau soda?" "Ice cream aja, deh." Brandon mengambilkan sundae strawberry yang tak jauh dari dirinya. Saat menyerahkan ice cream itu, Brandon melihat Sila yang mengedarkan pandangan seakan mencari seseorang, "Rio ga ada, dia ga ikut?!" Brandon bisa membaca pikiran Sila. Gadis itu mengerjap, "kenapa?" "Pawangnya galak," Mia memilih serial film yang akan mereka tonton malam ini. Kening Sila mengerut tak mengerti, "Se galak itu?" "Lebih galak dari yang lo bayangin," celetuk Daman. "Udah galak, cerewet lagi," imbuh Mia. Keynan menajamkan pandangan pada Mia. "Kenapa? Emang bener kan?" Mia tak peduli. "Gimanapun, dia tetep keluarga kita," kata Keynan. "Keluarga lo bilang?" Mia sewot untung Sila sudah pindah tempat, telinganya tidak perlu korban lagi, "Dia orang asing, Nan. Orang asing yang masuk ke keluarga kita. Paham?!" "Dia cuma ngeribetin Rio doang," imbuh Mia lagi. Keynan pasrah, Daman mengangguk membenarkan. Sila makin dibuat bingung, "Kalau emang gak dibolehin liburan sendiri, kenapa gak di ajak aja pawangnya? Kan bisa sekalian liburan berdua." "Haddeuuhh Silaaaa, lo mau buat apartemen ini kebakaran?" Dari raut Mia tampak sekali gadis itu membenci si pawang, "Pokoknya, sejak lo ninggalin Rio~" "Gue ga pernah ninggalin Rio, dia yang ninggalin gue," ralat Sila. Mia menghembuskan nafas, "Iya. Sejak Rio ninggalin lo, dia jadi beda banget, ga asik kayak dulu. Gue tau status dia udah ga kayak dulu lagi, tapi yakali se berjarak itu, apalagi kita ini sepupunya lho." Sila yang tidak tau apa-apa hanya bisa bertukar pandang dengan Brandon. Lelaki dengan mata indah itu hanya tersenyum tipis sebagai tanda agar Sila tidak terlalu mendalami urusan mereka. "Lingsir wengi.... Sliramu..." "DAMAAAAAANNNNNN!!!!!" ⬇️⬇️⬇️⬇️⬇️ Terimakasih buat kalian yang mau berkenan vote dan komen. Yah.... Walupun belum ada!Waktu terasa berjalan begitu cepat. Tiga bulan yang direncanakan akhirnya terlaksana.Malam ini acara resepsi di gelar dengan tema Garden night wedding seperti keinginan Sila. Sejak dulu Ia menginginkan resepsi pernikahan yang di gelar malam hari di taman dengan kolam dan di lengkapi dengan lampu kuning yang romantis, dan Rio mengabulkannya.Mia dengan lipstick di tangannya celingukan mencari Railey, "Mana tuh bocah?""Siapa?" Sahut Brandon di depannya."Railey," ujar Mia, "Tadi katanya minta di pakein lipstick.""Udah pake lipsctik perasaan," celetuk Daman.Mia berdecak, "Tadi gara-gara dia makan es krim jadi abis lipstick nya.""Namanya juga anak-anak," sahut Keynan tenang.Para Bridesmaids dan Groomsmen duduk di satu meja khusus yang telah di sediakan."Tuh anak dititipin ke lo tadi, awas ilang. Bapaknya marah ntar," kata Abraham dengan gelas di tangannya."Ngerepotin banget bocah," Mia panik lalu melihat ke arah altar, "Mana bapaknya senyum-senyum lagi. Bahagia banget kayaknya.""
Bicara soal love language. Rio adalah si paling receiving gift. Cowok itu tidak pernah pelit memberikan apa yang pasangannya mau. Berapapun harganya jika membuat pacarnya bahagia, pasti di tebus.Contohnya seperti malam ini.Rio merogoh uang yang tidak sedikit untuk ukuran pesta ulang tahun yang hanya di hadiri keluarga dan teman dekat saja. Bahkan, cowok itu tidak mengundang kolega bisnisnya sama sekali.Malam ini, Rio ingin privasi. Hanya diririnya, keluarganya dan Sila."Sil." Rio menepuk pelan lengan Sila, "Bangun yuk, udah nyampe."Sila mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya, "Aku tidur lama banget?""Tiga jam."Gadis itu menegak, "Serius tiga jam? Jam berapa sekarang?""Jam dua belas."Sila mengamati sekeliling, "Kok disini?""Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat," Rio mengeluarkan kain hitam, "Tapi matanya aku tutup dul
Serius nanya.Kalian penasaran sama kisah siapa? Keynan- Mia kah? Atau Brandon- Queena?Ataaaau, pengen tau cerita SMK nya Railey?................Tanggal yang dinanti tiba. Ulang tahun Sila kali ini dibuat sangat mewah. Tujuannya agar Sila bahagia, tapi malah buat Mia, Daman dan Keynan kesiksa.Pagi-pagi buta, mereka udah dipaksa bangun sama Rio dan langsung ke restoran tempat nanti malam acara akan di adakan."Acaranya tengah malem ngapain kesini sekarang bego?" Mia baru aja tidur tiga jam lalu, pantes kalau dia marah."Ya kalian pantau kerja EO nya Celine gimana. Gue takut ada yang kurang pas."Mia Jambak rambut."Tiduran situ kalau masih ngantuk." Keynan menunjuk sofa yang ada di ujung."Resto udah gue booking sampe besok." Lanjut Rio."Sekalian lo kasih kita sarapan kan ini?" Daman laper banget. Dari tadi perutnya b
Pagi-pagi sekali, Sila sudah berada di rumah bunda untuk memasak sarapan. Sudah lama bunda tidak makan masakannya, memang rasanya tidak se enak buatan bunda, tapi setidaknya hal ini bisa meringankan tugas wanita itu.Sila mulai berkutat dengan bumbu dapur yang Ia beli sebelum kesini, rencananya pagi ini Ia akan menyajikan ayam mentega favorit Raka, tumis kangkung kesukaan bunda dan orek tempe cabai rawit yang digemari ayah.Raka dengan wajah bantalnya masuk ke dapur, sempat terkejut melihat kakaknya di dalam sana, "Perasaan mbak Tini nggak masuk kalau hari minggu."Sila menipiskan bibirnya, enggan menjawab.Raka mendekat menyentuh kening kakaknya, "Oh anget. Pantes.""Tangan lo yang dingin," Sila memasukkan tumisan bawang ke dalam minyak panas, mengeluarkan aroma yang cukup menggoda.Raka melipat kedua tangannya di depan dada, "Aneh banget pagi-pagi udah kesini, " mata cowok itu memicing. "Berus
"Yo." "Hm." "Lo kasih Railey makan apa? Tumben sopan," cicit Mia, "Lo tau nggak, Man. Pas gue baru masuk tadi, dia cium tangan gue dong sambil bilang, malam Tante Mia," gadis itu curhat ke Daman di depan ayahnya Railey. "Gue juga kaget," komentar Daman, "Tadi aja dia ngeliat gue terus di senyumin, mana kalau senyum cantik banget lagi, biasanya dilirik sinis." Mia mengangguk, "Heran banget Railey jadi baik begini." "Emang dari dulu anaknya baik," sahut Keynan tak terima, "Kalian aja yang kurang bisa ambil hati anak kecil. Nggak telaten." "Yee, segala nyalahin gue," Mia mencomot macaroon di meja, "Anak tetangga pada demen banget maen sama gue, mereka bilang Tante Mia baik, Tante Mia cantik. Hampir tiap hari mereka main." "Kapan?" Tanya Daman yang langganan nginep rumah Mia, "Perasaan nggak pernah ada anak kecil main ke rumah lo. Malah seinget
Malam yang sangat melelahkan. Sila tidak dapat hasil apapun meski sudah satu jam berdebat dengan ayah.Ayah tetap bersikeras bahwa Rio seorang duda beranak satu yang sudah menyia-nyiakan Sila dan tidak pantas untuk bersanding dengannya.Sila sudah menjelaskan semuanya, kecuali Railey yang bukan anak Rio karena cowok itu melarang Sila menjelaskan status asli Railey kepada siapapun.Ayah sempat terkejut saat mendengar bahwa ibu Rio dan Nyonya besar Mahendra telah meninggal. Lelaki itu sempat terpekur beberapa saat namun kembali lagi dengan egonya yang tinggi.Sila lelah harus berhadapan dengan ayahnya. Rio juga sudah bolak-balik kesini demi restu Fajar. Namun semakin di harapkan semakin tidak memiliki rasa kasihan sama sekali.Tidak ada cara lain, Sila memohon di depan ayahnya, menumpahkan semua air matanya yang sejak tadi pagi dibendung, "Ayah boleh larang Sila dalam hal apapun, asal jangan pisahin Sila sama R







