Sejak saat itu, hubungan Mia dan Sila kembali dekat.
Mereka chatting hampir setiap hari, vc hampir setiap malam, curhat masalah kerjaan, skripsi, cinta dan banyak lagi pembahasan mereka yang selalu se frekuensi. Sila meraih ponselnya yang berdering, jam segini pasti Mia yang nelpon. Nah, kan bener. Sila menerima panggilan video itu, "Hari ini kenapa, Mia?" Sila meletakkan ponselnya pada holder. "Gabut," jawab Mia dengan watadosnya. Sila meraih mie instan ekstra pedas miliknya yang baru saja Ia seduh, "Perasaan lo punya Aldi, tapi nelpon gue mulu kek jomblo," gadis itu meniup mie nya yang masih panas. "Aldi sibuk terus, heran gue," curhatnya, "Lo demen banget mie instan, ya. Ini nih kalau modelan kayak Rio atau Keynan tau bisa diceramahin lo. Mana pedes banget kayaknya, itu yang level lima kan?" "Emangnya kenapa?" Sila menyuapkan mie nya, "Lagian ga tiap hari juga." "Ga tiap hari, tapi seminggu tiga kali. Sama aja, cintah." Jawabnya, "Kayaknya kalau kita vc an bareng sama mereka asik tuh." "Jangan ngaco," Sila menatap Mia malas. "Serius," Mia antusias, "Coba ah gue undang mereka, "Brandon... Keynan... Daman... Terusss.... Rio... Done!" "Mia!" Netra Sila membulat penuh. "Apasih, beb. Katanya udah move on. Jadi gapapa kan ngobrol bareng lagi," Mia santai, "lagian dari dulu kita temen loh. Sahabat. Yakali jadi musuhan cuma gara-gara hubungan lo sama Rio. Come on guys, kita bukan anak kecil lagi, oke?" "Ya tapi..." "Halo ciwi-ciwiku." Suara Daman memotong ucapan Sila, lelaki itu terkejut melihat Sila di layar ponselnya, "Waduh, ada mbak jago toh! Apa kabar? Kangen banget asli!" "Baik. Lo apa kabar? Tambah panjang aja tuh rambut." Jawab Sila. "Oi, guys! Daman lagi ngejar cewek, incerannya beuhhhhh. Mirip Gal Gadot!" Sela Mia. "Daman ga belok ternyata. Salut gue," Sahut Sila. "Gue ga belok, tapi selera gue tinggi, mohon maap hahaha." Daman dengan wajah songongnya. "Heh Rojali! Selera lo tinggi tapi dia risih lo deketin. Harusnya situ ngaca dulu sebelum ngomong selera," Ucap Mia. "Gue masih berjuang, Mi," lesu Daman, "Pedes banget mulut lo." "Ini pasti ulah Mia," ujar Keynan yang baru saja masuk kedalam obrolan. "Halo Abang ganteng," Sapa Mia fanatik. "Hai, Sil," Keynan menyapa Sila dan mengabaikan Mia. Gadis itu terkekeh sesaat melihat raut Mia yang di tekuk, "Hai Nan, apa kabar?" "Baik," Keynan menaikkan sebelah alisnya, "Tambah cantik aja lo." "Keynan mulaaai nih, mulaaii!" Sahut Daman. "Sejak kapan pinter gombalin cewek," timpal Mia, "Mulut lo udah ga sariawan lagi?" Keynan menekan tombol kamera belakang lalu menyorot Rio dan Brandon yang sedang bersamanya, "Lo ganggu acara kita, Mi." "Ngeri banget sirkel lo, Nan. CEO semua," komentar Daman. "Perusahaan gue bukan warisan, btw." Jawab Keynan. "Sombong nih, sombong," kata Mia, "Kantor lu kebakaran baru tau rasa lo." Penuturan Mia menarik atensi Rio dan Brandon yang sedang asik menyeruput kopinya. "Mia kebiasaan, mulutnya," Rio menimpali tanpa melihat layar. "Salah sendiri songong." "Iri bilang, bos," kata Daman. Mia mengibaskan rambutnya kebelakang, "kembaran Emma Watson kayak gue ga mungkin iri sama remahan rengginang kayak kalian." "Iya deh, iya. Si paling Emma Watson," timpal Rio dengan senyum tipisnya. Melihat senyum itu membuat kedua bibir Sila tertarik, sedetik kemudian Ia tersadar, "Sil, ini laki orang. Astagaaaa!" "Yo, ada Sila tuh, sapa kek." Mia emang titisan reog! Sila memasang wajah datar seakan tidak terusik dengan ucapan Mia. "Oh, ada Sila?" Rio menaikkan kedua alisnya tenang, "Bagi sini ponsel lo, Nan." Tangannya menengadah meminta ponsel Keynan. "Lo ama Brandon juga gue ajak gabung," kata Mia, "Tapi ga kalian angkat." "Hp gue habis batre," kata Brandon. "Ponsel gue di mobil," kata Rio yang sudah memegang gawai Keynan. Lelaki itu mengubah ke kamera depan sebelum menyapa Sila, "Hai, Sil." "Duh manis banget duh!" "Inget, Railey nunggu dirumah." "Papa Rioooo." Brandon hanya diam, mengamati reaksi Sila dari ponsel Keynan. "Kenapa pada julid?" Heran Rio, "Nyapa temen lama emang gaboleh?" Sila tertawa miris dalam hati, temen lama. "Sah sah aja, sih," timpal Brandon, "Ya kan, Sil?" Sila mengangguk sembari mengaduk mie nya. "Itu kamu makan apa? Mie instan pedes yang level itu?" Netra Rio terbelalak. Lagi-lagi Sila hanya mengangguk sebagai jawaban. "Jangan makan itu. Buang gih!" Kata Rio lagi. Semua tak luput dari Brandon yang diam-diam memperhatikan mereka. "Nah kan gue bilang juga apa," kini suara Mia menginterupsi, "Terakhir kali Rio makan itu besoknya mencret, Sil." "Itu karena lo yang maksa!" Daman bersuara, "Lo tau gak, Sil. Minggu lalu kita main Truth Or Eat. Yang ga mau jujur makan mie pedes itu setengah mangkok. Besoknya kita semua ga masuk kerja gara-gara Mia." "Lo masuk kerja perasaan," kata Mia. "Iya," jawab Daman, "Tapi jam makan siang gue pulang." "Kenapa?" Tanya Keynan. "Kelepasan ee' di celana, anjir!" Wajah Daman terlihat kesal, "malu banget gue diliat yang lain." Sila terpingkal-pingkal hingga sudut matanya berair. Wajahnya yang memerah karena tertawa membuat Brandon gemas setengah mati dan menarik kedua sudut bibirnya. Rio yang melihat ekspresi Brandon rupanya mulai menyadari perasaan lelaki itu pada mantan kekasihnya. "Untung gue sama Rio tau diri, ya. Jadi ga masuk kerja aja sekalian," ujar Keynan. Daman menipiskan bibir, "Ya elu sama Rio yang punya kantor. Masuk atau bolos juga bodo amat. Apa daya gue yang cuma karyawan." Mia berusaha menghentikan tawa, "Guys, serius. Kangen banget ga sih kita ngumpul bareng?" "Kangen," kata Rio. "Parah sih kangennya," timpal Keynan. "Kangen di lipstikin Sila sama Mia pas di cafe," Daman curhat, "Tapi percuma. Sila sekarang udah ga betah di Jakarta. Tiga kali puasa tiga kali lebaran ga pulang-pulang. Terinspirasi dari bang Toyib ya, Sil?" "Tau nih," sahut Mia, "Jangan-jangan udah punya doi di Surabaya, jadi betah." "Ngaco lo," jawab Sila dengan hidung dan pipi mulai merah karena pedas. "Terus kenapa, coba?" Cibir Mia. Para cowok diam menjadi penonton setia. Sila menyisir rambutnya kebelakang dengan jari. Mie nya makin lama pedesnya makin ngotak, "Makanan disini enak-enak." Jawab Sila seadanya. "Yaelah, Sil," Mia menegakkan duduknya, "kalau masalah makanan mah gampang. Lo nikah aja sama Keynan. Tiap hari lo minta jajanan dari pelosok negri juga di jabanin sama tuh anak. Ya ga, Nan?" "Lebay lo," sahut Daman, "Mending Sila sama gue. Lebih terjamin ga sakit hati." "Emang," jawab Mia, "Karena ga ada cewek yang tertarik sama lo." Daman mengusap dada dramatis. "Sil," panggil Keynan, "Yuk bisa, yuk, balik Jakarta." Mendengar itu Brandon menarik sudut bibirnya lagi, "Banyak yang pengin lo balik, lho." "Tau nih, Sila. Kita harus kayak gimana lagi sih buat ngerayu lo?" Bibir Mia mengerucut. Hati Sila berdesir hangat melihat reaksi para sahabatnya. Dari merekalah Sila mengenal arti pertemanan. Walaupun sempat terputus karena hubungannya dengan Rio yang berakhir. Bagaimanapun, memang ada istilah 'mantan pacar' tapi tidak ada istilah 'mantan sahabat'. Sila merasa hanya bersama merekalah dirinya menemukan rumah. Gadis itu tersenyum tipis sembari mengangguk, "iya. Gue bakal balik Jakarta." Brandon paling antusias, "Serius???" "Demi apa, Sil?" "Sumpah bestie gue balik????" Respon mereka membuat Sila terkekeh singkat, "Iya janji gue bakal balik. Tapi nanti." "Sudah ku duga!" Sahut Mia, "Tapi nanti kalau Rio udah punya cucu, ya kan?" Sila tertawa sumbang netranya menatap wajah datar Rio dilayar, "Nanti kalau gue selesai wisuda." Brandon tersenyum penuh, Mia jingkrak-jingkrak, Keynan mengulas senyum tipis, Daman gebrak-gebrak meja, sedangkan Rio... Datar seakan tidak terjadi apa-apa. Bibir Sila melebar kala melihat reaksi sahabatnya, namun senyum itu mengendur saat melihat ekspresi Rio yang tampak tidak tertarik. "Sila wisuda kita harus dateng dong," kata Daman. "Emang udah selesai sidang, Sil?" Tanya Keynan. Sila mengangguk, "Udah, Minggu lalu." "Terus wisudanya kapan?" Brandon antusias. "Dua bulan lagi." "Fix kita harus dateng. Cuti woy, cuti! Kerja mulu lo pada kek kuda," ujar Mia, "Sekalian kita liburan di Surabaya dong, gimana??" "GAASS!!" ujar Daman. Keynan mengangguk setuju. "Paling sulit emang ngajakin Rio sama Brandon liburan," Mia menipiskan bibir, "kalian pada ga ikut kan?" "Ikut lah," jawab Brandon, "Kan sekalian wisuda Sila." "Bagus!" Mia menampilkan deret giginya, "kalau Rio? Hm?" Cowok itu hanya diam. "Maklum guys, pawangnya garang. Pasti ga dibolehin tuh liburan sama kita-kita," celetuk Daman. "Gue lihat nanti," Rio menggaruk pelipisnya. Sila tertawa miris dalam hati, jangan berharap di istimewakan lagi, Sil. Lo cuma temen lama buat dia. * * * Kira² Rio ikut ke wisuda Sila ga ya? 💌Sekilas info☺️ Jadi; Rio, Keynan, Daman dan Mia itu sepupu an guys. Sedangkan Brandon itu sahabat Keynan dan Rio sejak SMA. Nah, semenjak Sila deket sama Rio, Sila jadi kebawa ke sirkel Rio yang lebih suka nongkrong bareng sepupu2nya. Ternyata mereka sendiri nyaman sama Sila dan nganggep Sila sahabat. Gitu💕 Untuk lebih detailnya kalian bisa baca terus. Aku kasih sedikit info di atas supaya kalian ga bingung bacanya. Terima kasih Jangan lupa tekan hadiah💜Sila merogoh ponselnya yang bergetar di dalam tas, "Aku pilih yang coklat muda aja mbak. Sewa untuk seminggu, ya."Pegawai butik tersebut mengangguk dan segera mengemas kebaya pinjaman Sila."Halo!" Sila mengapit ponselnya dengan bahu sementara kedua tangannya sibuk mencari kartu debit miliknya."Lagi dimana, Sil?" Sapa Brandon di sebrang sana."Bentar, Brandon. Bentar." Sila menjauhkan ponsel dari telinga. Fokus nya kembali pada pegawai butik."Mau cash atau~""Debit aja bisa?" Sila memberikan kartunya untuk di urus.Setelah pembayaran selesai, Sila mendapatkan kebaya yang di inginkan. "Pengembalian maksimal Minggu depan di jam yang sama ya, kak."Sila mengangguk lantas kembali menempelkan gawai di telinga, "Halo, iya, Brandon. Ada apa?""Sibuk banget, ya?"Sila kembali memasukkan kartu kedalam tas, "Enggak. Cuma lagi pinjem kebaya aja buat acara wisuda. Kalian udah nyampe Surabaya belum?""Udah nih, barusan," jawab Brandon, "Gue jemput ya? Lo dimana sekarang?""Gausah, deh. Gue di A
Sejak saat itu, hubungan Mia dan Sila kembali dekat.Mereka chatting hampir setiap hari, vc hampir setiap malam, curhat masalah kerjaan, skripsi, cinta dan banyak lagi pembahasan mereka yang selalu se frekuensi.Sila meraih ponselnya yang berdering, jam segini pasti Mia yang nelpon.Nah, kan bener.Sila menerima panggilan video itu, "Hari ini kenapa, Mia?" Sila meletakkan ponselnya pada holder."Gabut," jawab Mia dengan watadosnya.Sila meraih mie instan ekstra pedas miliknya yang baru saja Ia seduh, "Perasaan lo punya Aldi, tapi nelpon gue mulu kek jomblo," gadis itu meniup mie nya yang masih panas."Aldi sibuk terus, heran gue," curhatnya, "Lo demen banget mie instan, ya. Ini nih kalau modelan kayak Rio atau Keynan tau bisa diceramahin lo. Mana pedes banget kayaknya, itu yang level lima kan?""Emangnya kenapa?" Sila menyuapkan mie nya, "Lagian ga tiap hari juga.""Ga tiap hari, tapi seminggu tiga kali. Sama aja, cintah." Jawabnya, "Kayaknya kalau kita vc an bareng sama mereka asik t
Dengan langkah tergesa, gadis itu keluar dari gedung kampus menuju parkiran. Matanya mengedar mencari seorang wanita berambut sebahu."Mana sih tuh anak?" Gumam Sila sembari matanya menyipit sebab beradu dengan raja siang."Woy!" Seseorang menepuk bahunya dari belakang.Sila segera berbalik dan tersenyum lebar. Kedua tangannya menghambur merengkuh gadis itu, "Miaa!! Sumpah, lo banyak berubah!"Netra Mia tak kalah antusiasnya, "gue kangen banget sama lo!" Mia menyugar poninya, "lagian sok artis banget sih pake ngilang segala."Sila mengendikkan bahu, "bilang aja kalau lo nyariin gue.""Yaiyalah," sewot Mia, "Mana pindah ga ngabarin lagi."Mia, dia adalah gadis seumuran Sila yang sempat menjadi sahabatnya dulu. Karena Mia pernah mengikuti kelas Akselerasi, jadilah tingkat kelas gadis itu setahun diatas Sila.Mia dan Sila bertemu saat acara pernikahan kakak Rio, mereka menjadi dekat saat Sila ikut ke Dufan bersama Rio dan para sepupunya. Ya, Mia adalah satu-satunya sepupu cewek Rio yang
Terhitung sejak enam bulan terakhir, Rio gencar mencari Sila, dimana gadis itu berada, berapa nomor telfonnya dan sudah sampai mana kuliahnya.Setelah lama mencari, Ia pun mendapatkan info jika Sila tinggal di salah satu kos putri dekat kampus. Tak perlu menunda lagi, Rio segera meluncur ke Surabaya untuk kembali berbincang dengan gadis itu.Siang tadi, Rio bertamu di rumah kos bercat biru. Dirinya sempat meringis kala mengetahui Sila tinggal di tempat sempit seperti itu. Andai saja bukan karena ulah Rio, Sila pasti masih ada di Jakarta dan tinggal bersama orang tuanya.Ternyata yang dicari tidak ada di tempat, Rio malah bertemu dengan gadis berkulit putih dengan badan gempal dan mata segaris.Rio berusaha mengorek info dari gadis itu, namun tidak banyak yang Ia dapatkan."Boleh saya minta nomer hp Sila?" Ujar Rio pada gadis di depannya."Aduh, mas. Aku pernah asal ngasih nomer Sila ke salah satu mahasiswa, tapi ujung-ujungnya malah aku yang kena marah, katanya melanggar privasi," P
🎼Sebutlah aku kenangan. Katakan sudah kau lupakan, tapi kau masih tetap bunyi debaran jantungku🎼Happy🕊️Reading—Skripsi di mulai, itu artinya Sila akan lebih lama berkutat dengan laptopnya dan mulai mengurangi kegiatan dagang.Ini adalah penentuan antara hidup dan mati baginya. Lulus dengan IPK 4,0 atau tidak lulus saja sekalian. Itu motto hidupnya saat ini.Sila melakukan yang terbaik. Sejauh ini dirinya tidak pernah membuat masalah bahkan sekedar bolos di mata pelajaran yang Ia ikuti. Tugas selalu dikerjakan, apapun yang dosen inginkan selalu Sila laksanakan. Sekalipun harus kayang di depan mahasiswa lain, pasti Sila jabanin. Yang penting nilai Sila selalu baik dan namanya tidak pernah tercoreng di mata dosen, siapapun itu.Selama kuliah, dirinya juga tidak pernah jatuh cinta pada dosen killer seperti di novel yang sering Ia baca. Hidupnya normal seperti mahasiswa pada umumnya.Gadis itu masuk kedalam salah satu cafe di dekat universitas. Selain makanannya serba murah, cafe ini
Kota pahlawan benar-benar menjadi pahlawan untuk Sila. Tiga tahun tinggal di Surabaya mengobati Sila sepenuhnya. Rasa sakit akan kehilangan, dikhianati, tak di hargai dan tak pernah di anggap ada, kini hilang sepenuhnya.Banyak hal baru yang Ia temukan disini, mulai dari teman, makanan hingga transportasi seperti bentor yang sangat Sila sukai.Tempat ini menjadi ajang healing terbaik sepanjang hidupnya.Lapar? Sila bisa memesan tahu campur yang dibawakan kang Maman di gerobaknya setiap sore.Mau jalan-jalan? Sila bisa naik bentor kemanapun dirinya ingin pergi. Ngomong-ngomong soal bentor, bentuknya seperti becak hanya saja memakai mesin motor untuk berjalan.Cuaca Surabaya yang panas menjadi sejuk saat hembusan angin menyapu lembut wajahnya yang duduk di bentor.Bukan hanya itu, Sila juga menyukai bahasa mereka yang terkesan sopan. Kerap kali dirinya di panggil nduk oleh beberapa ibu-ibu tua disini. Tak jarang juga mereka menyapa Sila dan bercengkrama seakan Sila adalah keluarga mere