RINTANGAN DAN TINDAKANPART 17"Ratih!" teriak Mas Bima. Seketika aku menghentikan langkah. Kuurungkan untuk masuk mobil. Kubalikan badan ini perlahan."Ada apa?" tanyaku. Ia terlihat mendekat. Mata ini masih melihat sosok Pak Maftuh berdiri tegap ditempatnya."Pisah denganku, miris sekali nasibmu. Menjadi babu di rumah orang!" maki Mas Bima. Seketika hati ini semakin membuncah. Kuterus mencoba menahan gejolak di dalam sini. Agar tak terpancing.Kusunggingkan senyum tipis di bibir. Berusaha santai, seolah tak merasa sakit hati."Miris? Itukan hanya penilaianmu. Tapi hati ini sangat bahagia bisa terlepas dari lelaki sepertimu!" jawabku santai. Mas Bima terlihat menyeringai, seolah hendak menjatuhkan."Iyakah? Tapi, aku tak percaya! Mana ada orang bahagia kerja jadi babu!" ucapnya."Percaya atau tidak, itu urusanmu, bukan urusanku!" balasku masih terus berusaha santai. Bahkan tetap aku usahakan dengan nada suara tenang."Kamu pasti menyesal memilih pisah dariku!" ucapnya penuh dengan pe
RENCANAPART 18"Makan dulu, Bu!" pintaku. Karena tadi aku sempatkan beli dua nasi bungkus."Terimakasih," balasnya. Aku mengulas senyum."Sama-sama, Bu!" ucapku.Segera aku buka nasi bungkus yang aku beli tadi, dengan lauk ikan Nila bakar. Sama dengan lauk yang aku belikan untuk Bu Putri.Aku segera beranjak. Mengambil mangkuk berisi air untuk cuci tangan. Bu Putri aku lihat sudah membuka nasi bungkusnya."Ini cuci tangannya, Bu!" ucapku. Bu Putri mengangguk."Terimakasih," balasnya."Maaf, Bu. Aku nggak tahu selera Ibu apa. Jadi aku belikan lauk seleraku," ucapku."Pokok makan kenyang! Pokok lauknya halal," sahut Bu Putri. Kemudian dia segera melahap nasi bungkus itu.Hemm ... dia orang kaya, tapi tak sok kaya. Semoga saja memang seperti itu sifat aslinya. Bukan karena dalam kondisi terjepit seperti ini.Aku segera ikut melahap nasi bungkus yang aku beli itu. Karena perut sudah sangat keroncongan.******************"Tih, untung kamu merekam percakapan Revan dan Maftuh," ucap Bu Put
MEMBUNTUTIPART 19"Ya Allah, Nduk, banyak sekali!" ucap Emak saat aku kasih uang tiga juta rupiah."Uang Bu Putri, Bu! sahutku. Emak terlihat melipat kening."Banyak sekali uangnya? Dapat dari mana? Dia kan keluar dari rumah hanya pakai baju yang menempel di badan?" tanya Emak. Jelas beliau penasaran."Panjang ceritanya, Mak. Tapi Emak tenang saja. Ini uang halal, kok," jawabku."Udah, uangnya buat pegangan kalian saja! Emak masih punya uang, kok," ucap Emak."Ini Bu Putri yang minta, Mak. Lagian kami masih megang tujuh juta. Tadi habis narik sepuluh juta," jelasku."Hah? Banyak amat uangnya? Pasti habis itu isi rekeningnya!" ucap Emak."Banyak, Mak, isi rekening ATM ini. Tadi aku cek isinya hampir sepuluh milyar," jelasku."Hah? Uang semua itu?" tanya Emak nampak terkejut."Iya, uang semua. Aku aja juga kaget, Mak!" jawabku."Astagfirullah ... sebanyak apa, ya, uang sepuluh milyar itu?" tanya Emak."Banyaklah, Mak. Bu Putri itu calon generasi perusahaan Marendra, Mak. Makanya jadi b
Siapa yang membuntuti?PART 20“Siapa kamu?” tanyaku karena pemakai helm full kaca gelap itu tak jadi membuka kaca helm yang ia gunakan.Dia masih saja diam. Aku amati postur tubuhnya, nampaknya laki-laki. Kuedarkan pandang. Keadaan masih ramai. Kalau ia macam-macam, aku bisa teriak kencang. Jelas tak mungkin, jika tak ada yang menolongku.“Kamu dari tadi buntuti akukan? Kamu siapa? Dan apa maumu?” tanyaku lagi. Walau ia tak menjawab pertanyaanku, tapi rasanya tetap ingin bertanya. Karena sangat penasaran.“Jangan khawatir, tak ada niat jahat,” jawabnya. Kukerutkan kening, memahami suara lelaki itu. Suara siapa? Terdengar tak asing nada suara itu. Ah, entahlah.“Kamu siapa? Buka helmmu!” pintaku.“Sabar!” jawabnya.“Sabar gimana? Kamu itu ngikuti aku. Bikin nggak tenang tahu!” sungutku seraya mendelik.“Jangan mendelik! Ntar lepas matanya,” ledeknya. Ish ... asli ngeselin sekali. Siapa sih dia?“Nggak usah banyak omong! Cepat lepas helmmu!” sungutku geram sendiri. Karena ia seakan mem
PERTEMUANPART 21Pak Maftuh sudah pulang. Aku merebahkan badan di kasur. Badan terasa sangat lelah. Aku lihat Bu Putri sedang mengutak atik laptop yang di bawakan Pak Maftuh tadi.Ya, Pak Maftuh tadi datang membawakan laptop kantor. Agar Bu Putri memeriksa semuanya. Kuamati perempuan berparas cantik itu. Sungguh jika sedang fokus ke layar monitor, aura Big Bosnya semakin terpancar jelas.“Sialan!” ucap Bu Putri dengan mata terus fokus ke layar monitor itu. Entah dia kenapa. Mungkin ia menemukan ketidakberesan didalam pemeriksaannya.Karena aku menjadi penasaran, akhirnya aku beranjak dan mendekat. Ikut melihat ke layar monitor itu. Banyak sekali angka yang terlihat, dan aku tak tahu dan tak faham sama sekali.“Kenapa, Bu? Ada yang salah?” tanyaku. Bu Putri terlihat menghela napas sejenak dan mengangguk pelan.“Ya, banyak sekali pengeluaran yang tak penting. Aku rasa ini hanya akal-akalan saja. Agar Pak Bisri mau mengeluarkan uang,” jelas Bu Putri.“Pak Bisri itu yang memegang keuanga
BERTEMU TANTE SUKMAPART 22"Jelas boleh, dong ... aku minta WAnya?" ucap Mas Bima seraya mengedipkan mata. Membuatku risih, walau dia masih berstatus suamiku. Tapi tetap saja risih. Dasar buaya darat!Ternyata seperti ini, kelakuan ia di luar, kalau ketemu cewek yang ia lihat cantik. Ah, aku terlalu polos selama ini. Setiap hari hanya menggunakan daster lusuh. Pantas ia semakin tak meresponku dan semakin semena-mena. Ternyata seperti ini tingkahnya di luar."Bu, mari masuk!" ajak Pak Maftuh. Aku mengangguk pelan. Aku ingat-ingat pesan Pak Maftuh untuk tak bersuara dulu. Karena aku tak mau juga, kalau Mas Bima tahu siapa aku. Karena diam-diam terbesit ide cantik dari otakku ini, untuk mengerjai Mas Bima. Itu pun aku harus tetap berunding dulu dengan Bu Putri dan Pak Maftuh.Aku melangkah masuk mengikuti Pak Maftuh. Sengaja mencueki Mas Bima si buaya darat itu.Masalah Pak Revando ngajak bicara empat mata dengan Pak Maftuh tadi, kayaknya tak diindahkan oleh Pak Maftuh. Terbukti Pak Rev
ADU MULUTPART 23"Kamu benar, Sayang! Ini perempuan yang aku ceritakan tadi!" ucap Mas Bima. Sungguh tega sekali dia. Teganya dia memfitnahku meminta no WA nya? Yang ada di yang meminta no WAku. Dasar buaya darat! Sok kegantengan banget dia."Heh, dia itu pacar saya! Jadi jangan ganjen sama dia!" sungut Bu Sukma. Aku mengulas senyum. Tetap terus aku kontrol emosi ini. Agar tak meledak.Kuatur napas ini. Aku ingin menjawab ucapan perempuan itu, semoga Mas Bima tak mengenali suaraku."Ehemm ... dia pacar anda? Kirain anaknya!" ucapku santai. Perempuan bernama Sukma itu terlihat mendelik."Jaga ucapanmu!" sungutnya. Aku tetap melemparkan senyum. Jelas ia semakin geram. "Emm," ucapku seraya menatap mereka begantian. Sorot tatapan menjatuhkan yang aku berikan."Memang pantasnya kalian itu anak dan Emak! Nggak Malu, Mas, pacaran sama perempuan yang pantasnya jadi mertuamu?" ledekku. Mas Bima terlihat tak suka dengan ucapan yang aku berikan."Kalau bukan sekertaris Pak Maftuh, habis kamu!
KLARIFIKASIPART 24[Mbak, kalau mau makan siang, bisa ke kantin, ya! Rundingan saya dengan Pak Bisri belum selesai. Mungkin agak telat kembali ke kantor.]Seperti pesan singkat dari Pak Maftuh.[Ok!] hanya balasan singkat yang aku berikan dan kirimkan.Kulirihk jam, jam menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Perut memang sudah sangat keroncongan. Memang sudah waktunya untuk di isi.Aku segera beranjak dan segera melangkah menuju ke kantin. Tadi di kasih pegangan satu juta oleh Bu Putri. Lumayan lah.Sebenarnya aku belum tahu di mana kantinnya. Tapi, aku mengikuti saja langkah para karyawan yang sedang beristirahat.Jelas mereka juga pasti menuju ke katin. Dengan langkah pasti dan percaya diri aku segera menuju ke kantin seorang diri.Setibanya di kantin, aku segera memesan makanan dan minuman. Tak berselang lama, apa yang aku pesan sudah di antar.Nasi goreng dan es teh manis. Hanya itu, karena melihat menu-menunya, harganya cukup membuatku membelalak. Nggak enak sama Bu Putri,