TINDAKANPART 28Aku sudah di kantor sekarang. Keadaan sangat riweh. Semenjak dana dibekukan, keadaan kantor ini semakin memburuk."Pak, apa yang terjadi? Kenapa keadaan di luar seperti itu?" tanyaku kepada Pak Maftuh."Terjadi demo, karena gaji karyawan belum cair," jawab Pak Maftuh.Bibirku melongo mendengarnya. Astagaaa ... apa yang akan terjadi?"Lalu?" tanyaku. Pak Maftuh menggeleng."Entahlah. Hanya Bu Putri yang bisa mencairkan uang perusahaan Marendra," jelas Pak Maftuh.Kuatur napas ini sejenak. Mencerna semua yang aku dengar."Kalau keadaan uang membeku terus menerus, kantor ini akan gulung tikar, karena kehilangan pekerjanya," lirihku."Ya, kamu benar," balas Pak Maftuh."Emm, aku hubungi Bu Putri dulu," ucapku."Tunggu! Terlalu berbahaya jika menelpon di sini," balas Pak Maftuh."Lalu?""Aku akan jaga di pintu. Takut ada orang yang menguping," ucap Pak Maftuh. Aku mengangguk. Kemudian Pak Maftuh segera melangkah menuju ke pintu.Setelah Pak Maftuh sudah berada di pintu, ak
SATU LANGKAHPART 29"Keadaan kantor memang lagi genting. Beri kami waktu, untuk menyelesaikan masalah ini. Secepatnya akan kami bayar gaji kalian semua. Bari kami waktu, selambat-lambatnya tujuh hari."Seperti itulah ucapan Pak Maftuh tadi, memberikan janji kepada para karyawan.Kehadiran Pak Maftuh masih sangat berpengaruh ternyata. Mereka terlihat diam dan nurut. Mungkin mereka masih mempercayai ucapan Pak Maftuh."Pak Maftuh berani sekali anda memberikan janji. Satu Minggu waktu yang singkat. Apakah Anda yakin uang akan cair? Atau jangan-jangan Anda tahu di mana Bu Putri sekarang?" ucap Bu Sukma.Ya, Mas Bima dan pacarnya masuk ke ruangan Pak Maftuh. Lebih tepatnya memaksa.Raut wajah Pak Maftuh terlihat tenang. Ia justru mengulas senyum."Kalau tak ada yang berani keluar, apa akan membiarkan mereka tetap melakukan demo di luar sana?" tanya balik Pak Maftuh."Lebih baik diam. Dari pada memberikan janji yang tak pasti!" sungut Bu Sukma.Lagi, Pak Maftuh masih melempar senyum."Di s
MABOKPART 30"Tapi, melihat wajah cantikmu itu, aku merasa tak asing," ucap Mas Bima setelah meneguk minuman yang sudah diberikan obat. Nampaknya belum ada reaksi."Emm, wajahku memang pasaran," jawabku. Mas Bima terlihat menggeleng pelan kepalanya."Nggak juga. Tak ada wajah secantik dirimu, hanya kamu yang memiliki kecantikan itu," ucapnya dengan sorot mata buayanya.Kucebikan bibirku. Andaikan ia memujiku seperti itu. Dalam artian ia sadar jika yang ia puji istrinya, betapa bahagianya aku.Bagaimana aku bisa nampak cantik kala itu, tak ada modal untuk cantik. Memakai bedak juga bedak Azkia yang aku pakai. Karena tak ada Anggaran dana untuk beli makeup.Sekarang mungkin aku nampak cantik, karena memang di modali sama Bu Putri, demi mendekati musuhnya ini."Pak Bima bisa saja. Nampaknya beruntung sekali yang menjadi istri Bapak," ucapku, dia nampak mengusap-usap wajahnya. Mungkin kepalanya sudah berat."Jelas. Jelas beruntung yang menjadi istri saya. Cuma istri saya kurang bersyukur
INFORMASIPART 31"Di minum dulu, biar makin kuat dan bertenaga!" pintaku. Mas Bima terlihat beranjak. Ia hanya menggunakan boxer saja.Ia nampaknya udah nurut dengan perintahku. Tanpa banyak tanya, ia langsung meneguk minuman yang aku berikan, hingga tuntas.Setelah gelas itu kosong, ia memberikannya padaku. Aku segera menerimanya, dan meletakkannya di atas meja."Sini!" tarik Mas Bima. Aku masih kalah dengan tenaganya. Biarlah aku nurut saja. Yang penting ia tak curiga.Tapi, ucapan Pak Maftuh tadi, cukup membuatku Baper. Cukup membuat hati ini berbunga-bunga."Mas, aku kok jadi penasaran dengan Pak Aksa, ya? Dia ada di mana?" tanyaku santai."Kita mau bersenang-senang, kenapa harus bahas lelaki lumpuh tak guna itu!" balas Mas Bima. Aku membalas pelukannya, agar ia tak curiga."Ya, nggak sih, penasaran aja. Dari pada kita senang-senang tapi aku masih kepikiran, kan, juga jadi nggak enak senang-senangnya," jawabku asal."Emm, iya juga, ya?!" balasnya."Makanya, kalau nggak di kasih t
SALING MENGANCAMPART 32"Kenapa kamu meninggalkanku di hotel?" tanya Mas Bima padaku. Nada suara berbisik. Keadaan kantor masih sepi, karena memang masih pagi."Maaf, ada telpon dari Pak Maftuh kemarin. Jadi karena kamu tertidur pulas, aku pergi begitu saja. Mungkin karena saking nikmatnya, hingga kamu tidur begitu saja," jawabku asal. Ia melipat kening."Aku tak merasakan melakukan apapun kepadamu," lirihnya. Seolah takut ada yang mendengar. Sesekali matanya terlihat mengedarkan pandang.Aku mengulas senyum, seolah semua baik-baik saja."Teganya kamu, jadi kalau aku sampai hamil, kamu nggak akan tanggung jawab?" tanyaku asal. Karena ingin tahu seperti apa reaksi lelaki yang ia bisa membodoh-bodohi wanita itu.Ia semakin melipat keningnya. Wajahnya seketika pucat."Kamu nggak mungkin hamil. Aku tak merasa melakukan apapun denganmu," ucapnya, kemudian ia terlihat mengusap wajahnya.Dasar laki-laki buaya darat. Kalau sudah mendapatkan nikmatnya, seolah tak mau bertanggungjawab jika ter
ADU MULUTPART 33"Sayang, aku muak dengan perempuan ini, yang selalu menggodaku, makanya aku samperin! Agar ia tak terus menerus menggodaku!" ucap Mas Bima. Cukup membuatku terkejut. Sungguh lelaki pecundang.Kuperhatikan Bu Sukma, ia terlihat mengangkat kedua alisnya."Benarkah?" tanyanya."Mana mungkin aku berani berbohong denganmu," jawab Mas Bima. Seolah nampak sekali kalau Bu Sukma tahu.Owh ... dari sini aku menjadi tahu, yang bucin bukan Bu Sukma, tetapi Mas Bima sendiri. Dasar pintar sekali ia membolak balikkan keadaan.Kalau tak ingat pesan Pak Maftuh, untuk menunggu dia, saat memberikan video ini, rasanya ingin aku beritahukan sekarangTapi, aku sudah terlanjur janji, akan memberikan video ini, saat Pak Maftuh juga ada di kantor.Aku juga takut, kalau terjadi apa-apa, Pak Maftuh akan menyalahkan ku. Jadi lebih baik aku nurut saja. Lagian aku masih sangat menikmati keadaan ini.Belum lihat video saja, keadaan sudah menegangkan. Apalagi kalau video itu aku berikan? Hemm ... r
SUATU KABARPART 34"Cari sampai ketemu!" sungut Bu Sukma masih dengan gawai ia tempelkan di telinga. Nada suaranya membentak dengan lantang.Komunikasi nampaknya terputus."Ada apa?" tanya Mas Bima. Sorot mata murka semakin terlihat jelas."Mas Aksa nggak ada di tempat," jawabnya dengan nada terlihat emosi."Kok, bisa?" tanya Mas Bima."Ya, mana aku tahu!" sungut Bu Sukma dengan nada suara yang masih lantang. Kemudian ia menatapku tajam."Urusan kita belum selesai! Lihat saja! kamu akan bertekuk lutut meminta maaf padaku!" sungutnya dengan telunjuk tepat di wajahku. Tanpa menunggu jawaban apapun dariku, mereka segera berlalu. Terlihat sangat tergesa-gesa.Kuatur dulu napas ini. Karena dari tadi terasa sesak di dalam sini. Kemudian aku segera melangkah menuju ke ruangan Pak Maftuh. Dengan hati yang tak kalah berdebar.Ya Allah ... semoga mereka baik-baik saja. Dan bisa selamat dari pencarian orang-orang suruhan Bu Sukma. Ya, tak bisa aku pungkiri, kalau perasaan ini sungguh membuatku
KEJADIANPART 35Aku segera berlalu dari tempat mengupingku, sebelum ketahuan. Karena aku lihat, ia sudah menyelesaikan telponnya. Bisa habis jika aku ketahuan menguping. Apalagi Pak Revando memang tak suka akan hadirku di kantor ini.Dengan perasaan hati yang tak bisa lagi aku jelaskan, aku segera bergegas menuju ke ruangan Pak Maftuh. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku.Kubanting pantat ini di kursi. Menenangkan hati yang berkemelut hebat. Ya, untuk pertama kalinya aku berada pada posisi ini. Menjadi orang kaya dan ternama aku pikir menyenangkan, dambaan semua orang, karena di segani banyak kalangan. Ternyata tak semanis yang dipikirkan.Kuatur napas yang terasa tersengal-sengal ini. Karena melihat dan mendengar kejadian hari ini, membuat jantungku berpacu lebih kencang tak seperti biasanya.Sungguh aku tak habis pikir, Bu Sukma adalah adik kandung Pak Putra Aksa Marendra. Tega sekali ia melakukan itu kepada suadara kandungnya sendiri. Hanya demi sebuah harta, yang ingin ia k