MABOKPART 30"Tapi, melihat wajah cantikmu itu, aku merasa tak asing," ucap Mas Bima setelah meneguk minuman yang sudah diberikan obat. Nampaknya belum ada reaksi."Emm, wajahku memang pasaran," jawabku. Mas Bima terlihat menggeleng pelan kepalanya."Nggak juga. Tak ada wajah secantik dirimu, hanya kamu yang memiliki kecantikan itu," ucapnya dengan sorot mata buayanya.Kucebikan bibirku. Andaikan ia memujiku seperti itu. Dalam artian ia sadar jika yang ia puji istrinya, betapa bahagianya aku.Bagaimana aku bisa nampak cantik kala itu, tak ada modal untuk cantik. Memakai bedak juga bedak Azkia yang aku pakai. Karena tak ada Anggaran dana untuk beli makeup.Sekarang mungkin aku nampak cantik, karena memang di modali sama Bu Putri, demi mendekati musuhnya ini."Pak Bima bisa saja. Nampaknya beruntung sekali yang menjadi istri Bapak," ucapku, dia nampak mengusap-usap wajahnya. Mungkin kepalanya sudah berat."Jelas. Jelas beruntung yang menjadi istri saya. Cuma istri saya kurang bersyukur
INFORMASIPART 31"Di minum dulu, biar makin kuat dan bertenaga!" pintaku. Mas Bima terlihat beranjak. Ia hanya menggunakan boxer saja.Ia nampaknya udah nurut dengan perintahku. Tanpa banyak tanya, ia langsung meneguk minuman yang aku berikan, hingga tuntas.Setelah gelas itu kosong, ia memberikannya padaku. Aku segera menerimanya, dan meletakkannya di atas meja."Sini!" tarik Mas Bima. Aku masih kalah dengan tenaganya. Biarlah aku nurut saja. Yang penting ia tak curiga.Tapi, ucapan Pak Maftuh tadi, cukup membuatku Baper. Cukup membuat hati ini berbunga-bunga."Mas, aku kok jadi penasaran dengan Pak Aksa, ya? Dia ada di mana?" tanyaku santai."Kita mau bersenang-senang, kenapa harus bahas lelaki lumpuh tak guna itu!" balas Mas Bima. Aku membalas pelukannya, agar ia tak curiga."Ya, nggak sih, penasaran aja. Dari pada kita senang-senang tapi aku masih kepikiran, kan, juga jadi nggak enak senang-senangnya," jawabku asal."Emm, iya juga, ya?!" balasnya."Makanya, kalau nggak di kasih t
SALING MENGANCAMPART 32"Kenapa kamu meninggalkanku di hotel?" tanya Mas Bima padaku. Nada suara berbisik. Keadaan kantor masih sepi, karena memang masih pagi."Maaf, ada telpon dari Pak Maftuh kemarin. Jadi karena kamu tertidur pulas, aku pergi begitu saja. Mungkin karena saking nikmatnya, hingga kamu tidur begitu saja," jawabku asal. Ia melipat kening."Aku tak merasakan melakukan apapun kepadamu," lirihnya. Seolah takut ada yang mendengar. Sesekali matanya terlihat mengedarkan pandang.Aku mengulas senyum, seolah semua baik-baik saja."Teganya kamu, jadi kalau aku sampai hamil, kamu nggak akan tanggung jawab?" tanyaku asal. Karena ingin tahu seperti apa reaksi lelaki yang ia bisa membodoh-bodohi wanita itu.Ia semakin melipat keningnya. Wajahnya seketika pucat."Kamu nggak mungkin hamil. Aku tak merasa melakukan apapun denganmu," ucapnya, kemudian ia terlihat mengusap wajahnya.Dasar laki-laki buaya darat. Kalau sudah mendapatkan nikmatnya, seolah tak mau bertanggungjawab jika ter
ADU MULUTPART 33"Sayang, aku muak dengan perempuan ini, yang selalu menggodaku, makanya aku samperin! Agar ia tak terus menerus menggodaku!" ucap Mas Bima. Cukup membuatku terkejut. Sungguh lelaki pecundang.Kuperhatikan Bu Sukma, ia terlihat mengangkat kedua alisnya."Benarkah?" tanyanya."Mana mungkin aku berani berbohong denganmu," jawab Mas Bima. Seolah nampak sekali kalau Bu Sukma tahu.Owh ... dari sini aku menjadi tahu, yang bucin bukan Bu Sukma, tetapi Mas Bima sendiri. Dasar pintar sekali ia membolak balikkan keadaan.Kalau tak ingat pesan Pak Maftuh, untuk menunggu dia, saat memberikan video ini, rasanya ingin aku beritahukan sekarangTapi, aku sudah terlanjur janji, akan memberikan video ini, saat Pak Maftuh juga ada di kantor.Aku juga takut, kalau terjadi apa-apa, Pak Maftuh akan menyalahkan ku. Jadi lebih baik aku nurut saja. Lagian aku masih sangat menikmati keadaan ini.Belum lihat video saja, keadaan sudah menegangkan. Apalagi kalau video itu aku berikan? Hemm ... r
SUATU KABARPART 34"Cari sampai ketemu!" sungut Bu Sukma masih dengan gawai ia tempelkan di telinga. Nada suaranya membentak dengan lantang.Komunikasi nampaknya terputus."Ada apa?" tanya Mas Bima. Sorot mata murka semakin terlihat jelas."Mas Aksa nggak ada di tempat," jawabnya dengan nada terlihat emosi."Kok, bisa?" tanya Mas Bima."Ya, mana aku tahu!" sungut Bu Sukma dengan nada suara yang masih lantang. Kemudian ia menatapku tajam."Urusan kita belum selesai! Lihat saja! kamu akan bertekuk lutut meminta maaf padaku!" sungutnya dengan telunjuk tepat di wajahku. Tanpa menunggu jawaban apapun dariku, mereka segera berlalu. Terlihat sangat tergesa-gesa.Kuatur dulu napas ini. Karena dari tadi terasa sesak di dalam sini. Kemudian aku segera melangkah menuju ke ruangan Pak Maftuh. Dengan hati yang tak kalah berdebar.Ya Allah ... semoga mereka baik-baik saja. Dan bisa selamat dari pencarian orang-orang suruhan Bu Sukma. Ya, tak bisa aku pungkiri, kalau perasaan ini sungguh membuatku
KEJADIANPART 35Aku segera berlalu dari tempat mengupingku, sebelum ketahuan. Karena aku lihat, ia sudah menyelesaikan telponnya. Bisa habis jika aku ketahuan menguping. Apalagi Pak Revando memang tak suka akan hadirku di kantor ini.Dengan perasaan hati yang tak bisa lagi aku jelaskan, aku segera bergegas menuju ke ruangan Pak Maftuh. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku.Kubanting pantat ini di kursi. Menenangkan hati yang berkemelut hebat. Ya, untuk pertama kalinya aku berada pada posisi ini. Menjadi orang kaya dan ternama aku pikir menyenangkan, dambaan semua orang, karena di segani banyak kalangan. Ternyata tak semanis yang dipikirkan.Kuatur napas yang terasa tersengal-sengal ini. Karena melihat dan mendengar kejadian hari ini, membuat jantungku berpacu lebih kencang tak seperti biasanya.Sungguh aku tak habis pikir, Bu Sukma adalah adik kandung Pak Putra Aksa Marendra. Tega sekali ia melakukan itu kepada suadara kandungnya sendiri. Hanya demi sebuah harta, yang ingin ia k
TERBONGKARPART 36Mendengar kabar dari Bu Putri, badanku terasa langsung lemas. Walau sudah memberikan saran, masih saja kepikiran. Semoga mereka segera sampai ke kantor Polisi dengan aman.Dalam keadaan seperti ini, mau duduk, mau berdiri, mau mondar mandir, semua terasa tak enak. Semua terasa tak nyaman.Entah sudah berapa kali, kaki ini keluar masuk. Tiap ada suara motor atau mobil, hati langsung berdebar dan berlari menuju pintu. Melongok keluar, berharap mereka datang.Ya Allah ... mereka memang orang lain, bahkan baru aku kenal. Tapi, rasanya seperti sudah mengenal mereka lama.Kuletakan pantatku di tikar. Sesekali memainkan gawai. Berharap ada kabar. Atau terkadang juga ingin menelpon. Tapi aku urungkan terus. Karena takut mengganggu konsentrasi mereka.Tiba-tiba telinga ini mendengar suara motor lagi. Kali ini berhenti di teras rumah. Mataku langsung mengarah. Hati ini pun berdebar kencang.Ya Allah ... semoga itu kedatangan mereka. Walau aku tahu, mereka membawa mobil, tapi
SIAPA YANG DATANG?PART 37Bismillahirrahmanirrahim.Dengan hati yang berdebar nggak jelas, aku terus melangkah menuju ke pintu depan rumah Buyut. Keringat dingin keluar, membuat badan ini terasa melemas.Kuhentikan langkah kaki ini sejenak. Mau melaju lagi, hati ini semakin terasa ragu. Ya, aku sangat amat ragu, untuk membuka pintu rumah itu.Kuatur dulu napas yang terasa semakin sesak ini. Kutekan dada ini pelan, dengan terus mengatur napas ini. Agar sedikit tenang.Kupejamkan mata sejenak, membuang segala keraguan. Yakin yang datang orang baik. Bukan orang yang mau mencelakai, atau orang yang sedang mencari Bu Putri.Melajukan lagi langkah kaki, saat tangan hendak membuka pintu, aku mulai ragu lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk menarik niat. Mengusap wajah sejenak.Kudekati jendela, untuk mengintip siapa yang datang. Biar tak penasaran dan tak ragu untuk membuka pintu.Dari celah kecil, kudekatkan mata ini. Untuk bisa melihat siapa yang datang."Assalamualaikum, Mbak Ratih?" terde