“Siapa wanita jalang itu? Apa dia jauh lebih cantik?”
“Tidak.”
“KATAKAN DENGAN JUJUR!” perintah Alia.
“Kita bisa membicarakan ini dengan baik-baik. Tak perlu berteriak seperti itu.”
Bagaimana tidak emosi dan marah? Mengetahui suaminya berciuman dengan wanita lain?
“Okay. Fine.” Alia menurut. “Apa dia lebih cantik dariku?”
Membutuhkan waktu beberapa menit untuk menjawab.
“She so pretty.”
“Damn!” Alia mengacak rambutnya frustasi. Ingin menangis keras, namun ditahan. Raut wajahnya terlihat begitu menyedihkan.
Bagaimana pun harus menerima kenyataan ini.
Keduanya hening beberapa saat.
Tiga menit kemudian.
“Ini yang pertama. Kalau memang iya kamu berselingkuh, akan aku berikan kesempatan kedua.”
Suara Alia tidak setinggi tadi, sekarang lebih terdengar serak. Lelaki yang belum lama menikahi dirinya, pernikahan baru berjalan tiga bulan namun telah mengkhianati kepercayaannya.
“I'm so sorry, Alia.”
Permintaan maaf yang tidak ada artinya bagi Alia.
“Aku hanya butuh jawaban jujur dan pasti, Mas!” desak Alia. “Tidak membutuhkan permintaan maaf darimu.”
Beberapa detik kemudian Fahmi membuka mulut. “Aku memang berselingkuh,” jawab Fahmi dengan jujur. Menunduk kepala secara perlahan, memainkan jemarinya yang bergetar “Tapi aku sama sekali tidak bercinta dengannya. Hanya berciuman. Tidak lebih! Percayalah.”
“Hanya berciuman, namun kamu hampir bercinta dengannya?”
“Tidak, Al. Sama sekali tidak!”
Perselingkuhan satu bulan ini terjaga kerahasiaan, akhirnya terbongkar.
Seperti kata, ‘sepandai pandainya menyimpan bangkai pasti akan tercium juga, serapih apapun bangkai ditutupi tetap saja bau busuk akan menyebar kemana-mana, dan begitupun kebenaran akan muncul ke permukaan dengan jalan yang terdengar sama sekali tidak terduga.’
Untuk sepersekian detik di sana, Alia bungkam. Mata terasa begitu panas setelah mendengar jawaban Fahmi. Wanita itu membukam mulutnya dengan sekuat tenaga agar tidak menangis, tetapi tetap saja dia menangis karena sudah tidak bisa menahan kesedihannya ini.
Alia menangis bersamaan air hujan yang mulai turun.
Keduanya bungkam seribu bahasa, telinga mereka sama-sama mendengar rintik yang mengetuk di luar jendela disusul luapan hujan yang turun dengan deras.
“Aku minta maaf, Alia,” ungkap Fahmi dengan rasa bersalah. “Aku benar-benar minta maaf padamu.”
“Berhentilah untuk meminta maaf.” Permintaan maaf tidak akan menyembuhkan luka hati Alia yang sudah terlanjur bernanah. “Kenapa kamu melakukan itu?”
Fahmi tidak menjawab.
“Jawab!”
“Aku tidak tahu. Itu terjadi begitu saja. Aku sayang kamu, Alia. Aku tidak akan mengulangi lagi. Sungguh!”
Membela diri setelah hal bodoh dilakukan. Tampaknya Fahmi ingin memeluk Alia, tapi diurungkan. Mungkin lelaki itu merasa tak pantas setelah apa yang dilakukan kepada istrinya.
Sial! Benar-benar sialan!
Hati Alia mulai meradang. Pengakuan itu membuat hatinya terluka. Selama ini Alia menaruh kepercayaan suaminya, namun telah dikhianati.
Tidak ada penjelasan detail dari Fahmi. Alia memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan. Dia memutar badannya ‘tuk menatap hujan yang turun. Menggigit bibir bawah sembari menahan amarah, kesedihan, dan rasa sesak di dada.
Alia menangis bersama bulir-bulir nestapa langit tampak benar-benar menumpahkan segala keluh kesahnya.
***
Alia menegakkan tubuhnya di kursi dan memalingkan pandangan. Sudah pukul sepuluh malam. Kendati di luar nampak gelap gurita, tidak ada bulan yang bersinar di langit, dan beberapa rumah gelap mungkin lampu sudah telah dimatikan.
Tubuh Alia terduduk tenang terlihat sedikit membungkuk sebab kelelahan. Secangkir kopi di atas meja telah tandas, kopi itu untuk menghilangkan rasa kantuk. Dua jam lebih Alia habiskan untuk menonton film The Medium sembari menunggu kepulangan sang suami.
Sudah menonton film The Medium?
Menceritakan tentang warisan seorang dukun yang merasuki sebuah keluarga di Isan, daerah terpencil di Thailand. Warga di tempat yakin apabila roh jahat dapat hadir dan masuk ke dalam tubuh dukun pada upacara tertentu. Alia hanya bisa mengatakan film ini gila, sangat menakjubkan. Tapi ada efek traumatis setelah menonton, karena banyak adegan ritual pemujaan, balok, penghafal mantra, dan mistik.
Setelah selesai menonton, wanita itu terdiam. Sejenak memutuskan konsentrasi dari layar laptop, dia memutar kursi menghadap jendela lalu bungkam seribu bahasa saat mendengar suara rintik air hujan yang mengetuk di luar jendela.
Di luar sedang hujan turun dengan deras. Pikiran Alia langsung tertuju pada Fahmi. Sebenarnya Alia percaya saja bahwa Fahmi sedang lembur bekerja di rumah sakit, tapi Fahmi masuk shift pagi. Seharusnya suaminya pulang lebih awal.
Sudah biasa menunggu Fahmi pulang, jadi tak mengherankan lagi. Alia kemudian meloloskan hela napas berat, bangkit, melangkah lambat menuju jendela dan melebarkan tirai yang tadinya terbuka hanya sedikit, sekarang dia bisa mengintip keluar. Alia berdiri sambil memperhatikan air hujan yang turun.
Ah, Alia tidak menyukai hujan malam ini.
“Aku benci hujan,” lirih Alia dengan perasaan tak tenang sama sekali.
Sejenak membuat Alia terkesiap saat sepenggal memori melintas cepat di dalam kepala, tatkala Fahmi pernah berkata padanya, “Aku tidak tahu. Itu terjadi begitu saja. Aku sayang kamu, Alia. Aku tidak akan mengulangi lagi. Sungguh!”
Ah, bullshits!
Semakin membuat hati dan pikiran menjadi kacau saat mendapati pesan dari seseorang, orang itu mengirimkan foto yang diambil secara diam-diam, foto postur badan Fahmi sedang berjalan bersama wanita.
Alia tak bisa membayangkan jika suaminya sedang bercengkrama bersama selingkuhannya, saling menatap, berjalan berdampingan, dan berpegangan tangan.
Damn!
Membayangkan saja membuat hatinya sakit sekali, apalagi melihat secara langsung. Ingin rasanya Alia mendatangi mereka berdua saat ketahuan selingkuh dan bila perlu membabi buta di sana.
Muak!
Frustasi sudah.
Bagaimana caranya agar Fahmi kembali kepelukan Alia dan meninggalkan wanita itu?
Saking terpikirkan hubungan mereka berdua hingga membuat Alia tanpa disadari meneteskan air mata. Kepalanya sakit. Semuanya terasa sakit.
Badai di sini masih tetap gaduh. Berisik. Gemuruh. Mirip seperti hatinya. Sakit seperti tertusuk ribuan panah.
Alia benci perasaan seperti ini.
Sekarang, apa yang harus Alia lakukan? Harus bagaimana untuk menghadapi hidup ke depannya? Apakah Alia mampu bertahan setelah memaafkannya?
Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den
Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk
Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat
"T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert
Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b
Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya