Share

Bab 4

"Benturan dikepala cukup keras, sehingga pasien mengalalami gegar otak cukup parah. Sebenarnya operasi ini berjalan lancar tetapi tetap saja harus dilakukan observasi lanjutan untuk memastikan jika tidak ada efek samping yang terjadi," tutur dokter menjelaskan pada Hans.

Hening sesaat, ternyata setelah operasi berhasil dilakukan, Mereka belum bisa bernafas dengan lega. Hans hanya menunduk lesu mendapat kabar dari dokter. Putrinya benar benar malang.

"Lakukan apapun yang diperlukan Dok."

"Pasti Pak, kami akan berusaha melakukan yang terbaik demi kesembuhan pasien."

Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter, Hans kemudian keluar dari Ruangan dokter tersebut. Ia kemudian menuju ruangan dimana Elma dirawat.

Di depan kamar yang terdapat dinding kaca yang menembus ke dalam dimana Elma berada. Kini Ratna, Lia dan Alan sedang duduk menunggui Elma yang tak bisa ditemani langsung di dalam.

Hans berjalan mendekar pada istrinya lalu ikut duduk bersebelahan dengan Ratna.

Kini atensi semua orang mengarah pada dirinya, ingin mengetahui kabar yang diberikan oleh Dokter.

"Bagaimana kata dokter?" tanya Ratna.

"Untuk saat ini Elma masih perlu dilakukan observasi, kita berdoa saja Elma bisa melewati ini semua. Sekarang kalian pulang saja, karena sekarang kita tidak bisa menunggui Elma," saran Hans.

Melihat wajah lelah istrinya, Sepertinya Hans harus menyuruh istrinya pulang untuk beristirahat, ia tak ingin istrinya tumbang.

"Biar aku yang menunggu Elma, tidak apa apa Yah."

Alan segera mengusulkan dirinya untuk menunggui Elma meskipun ia hanya bisa berada di luar. Bagi Alan tak akan menjadi masalah, yang penting ia selalu bisa memastikan jika Elma akan baik baik saja.

Hans mengangguk menyetujui usulan Alan, "Baiklah, om titip Elma ya Al, besok pagi kita kembali lagi."

Mendengar keputusan suaminya itu, Ratna menyiratkan penolakan dari wajah sendunya, ia kemudian memegangi lengan suaminya, "Aku juga akan menunggui Elma Yah, tak masalah tak bisa menunggui Elma di dalam."

"Bunda, Kamu perlu istirahat, Ayah juga, jika kamu tidur disini Ayah takut bunda malah jatuh sakit, kita tidak tahu sampai kapan Elma akan sembuh, jadi kitapun harus menjaga kesehatan kita kan," tutut Hans lembut sekali sambil memegang bahu sang istri.

Bukan tak sayang pada Elma, Hans bahkan lebih terluka dengan keadaan Elma, tetapi ia berusaha kuat agar istrinya tak semakin terpuruk.

"Hans benar Rat, lebih baik kita pulang dulu, biar Elma ditemani Alan, besok saat dokter memperbolehkan kita menemani Elma didalam baru kamu bisa menunggui Elma sampai sembuh."

Dengan lembut, Lia ikut membujuk sahabatnya untuk mau pulang, sebenarnya Lia pun merasa khawatir dengan sang putra, tapi Lia tau betul bagaimana keras kepalanya Alan apalagi menyangkut tentang Elma.

Dengan terpaksa Ratna menuruti keinginan Hans dan Ratna, ia kemudian menatap Alan yang masih sabar menunggui Anaknya disini.

"Bunda titip Elma ya Al," lirih Ratna tetap saja merasa khawatir.

Setelah ditinggal sendirian, Alan berjaga semalaman. Tak ada rasa kantuk yang mendera, hanya menatap Elma yang tertidur lelap. Alat alat medis terpasang di tubuh Elma entah apa saja yang jelas kondisinya benar benar membuat Alan takut hanya untuk meninggalkan Elma meskipun hanya sebentar.

Belum ada perubahan dari kondisi Elma, tetapi berita baiknya setelah menjalani observasi satu malam, akhirnya Elma dipindahkan ke ruang perawatan.

Ini adalah kabar baik, kini Elma bisa ada yang menemani di kamar, tak lagi sendirian seperti saat masih di observasi di ruang khusus.

Tatapan lurus menelisik keadaan Elma. Gadis cantik yang sebelumnya memiliki rambut yang terurai indah sedikit bergelombang itu kini rambutnya sudah dipangkas habis, Perban membalut kepalanya, menutupi luka bekas kecelakaan dan ditambah bekas oprasi yang kemarin dilakukan oleh para dokter.

Perlahan Alan mendekat pada ranjang yang di tempati oleh Elma, duduk dikursi yang sengaja ia geser. wajah ceria itu kini tak ada lagi, hanya terpejam tanpa merespon genggaman tangan Alan.

Suara alat medis yang terpasang di tubuh Elma bersahutan menjadi nyanyian tidur Elma yang terlelap, entah kapan ia akan bangun.

"El, jangan lama lama tidurnya, 5 hari lagi bukankah kita akan menikah? kamu harus cepat bangun."

Alan berbisik lirih sambil mengecup tangan Elma yang tak terpasang selang infus. Setitik air mata yang telah ia tahan sejak kemarin agar orang tuanya tak melihatnya akhirnya luruh juga. Menahan rasa ini begitu berat bagi seorang Alan.

Setelah Elma dipindahkan ke ruang perawatan, keluarga mulai berdatangan menjenguk, meskipun tetap saja Elma belum bisa dijenguk oleh banyak orang. yang bisa memasuki kamar VIP yang ditempagti Elma hanya satu orang saja.

"Biarkan bunda yang menjaga Elma di dalam sana, dan kamu Al, sebaiknya pulang dan beristirahat," ucap Ratna membuat keputusan yang tentu saja ditolak oleh Alan.

"Engga bisa Bun, Alan yang harus jagain Elma."

Pria yang nampak kelelahan itu tak peduli dengan tubuhnya yang sudah hampir 2 hari tak beristirahat hanya demi menunggui Elma.

"Sayang, lihat dirimu, bukan hanya kami yang butuh istirahat, kamu pun butuh beristirahat. Apalagi perusahaan butuh kamu juga, biarkan Elma disini bersama kami, kamu jangan khawatir," turut Lia berusaha memberikan pengertian pada anak sulungnya yang keras kepala itu.

"Benar, apalagi kamu belum bisa seenaknya berduaan dengan Elma untuk saat ini."

Ayah Elma menimpali apa yang diucapkan oleh Ratna dan Lia, sedikit merasa khawatir saja karena Alan belum resmi menjadi suami Elma, jadi ia tak punya tanggung jawab ataupun hak untuk mengurusi anaknya itu, meskipun Hans tahu betul jika Alan begitu mencintai anaknya. Saat ini Alan hanyalah berstatua sebagai calon suami.

Alan masih bersikeras dengan keinginannya. Ia ingin mengeraskan hati untuk tak peduli dengan yang lainnya kecuali Elma, tapi Mamah Lia benar, dia tak boleh egois. Apalagi kenyataan yang di lantangkan oleh Hans calon mertuanya itu seperti menghantam kesadarannya jika ia belum pantas mengurusi Elma saat ini.

"Baiklah, tapi nanti aku akan kembali, jangan halangi aku untuk melihat Elma."

Pada akhirnya, Alan menyerah dengan keadaan ini. Ia kemudian berpamitan untuk kembali ke kediamannya dan mengurus kembali pekerjaannya yang benar benar membutuhkan dirinya juga sebagai seorang pemimpin perusahaan.

Hari berganti, setiap hari kedua orang tua Elma bergantian menunggui Elma, begitupun dengan Alan. Ia sering datang untuk menjenguk Elma, bahkan terkadang Alan menginap di rumah sakit meskipun ia hanya menungguinya di luar kamar Elma karena yang bisa menunggui Elma hanya satu orang saja tak bisa lebih.

"Saya harus menyampaikan kabar tak diinginkan ini kepada keluarga pasien," ucap Dokter yang menangani Elma suatu sore pada saat selesai pemeriksaan di ruangan Dokter.

Tak hanya Ratna dan Hans yang hadir untuk mendengarkan perkembangan Elma, Alan pun ikut ingin mengetahui secara langsung dari mulut dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan anak saya dok, sudah berjalan 3 hari kenapa Elma belum juga siuman?" tanya Ratna tak mengerti begitupun Hans dan Alan yang berdiri di belakang Ratna.

"Huft. Maaf, setelah kami amati selama 3 hari ini, saat ini Elma mengalami vase vegetatif, dimana tubuh Elma tidak bisa merespon apapun di lingkungannya."

Semua orang di ruangan itu tertegun, mencerna setiap apa yang dikatakan oleh Dokter muda dihadapan mereka.

"Maksudnya dok?" tanya Ratna berusaha meyakinkan ini hanya ilusi.

"Benar, maafkan saya, saat ini Elma mengalami Koma."

Bagai petir menyambar sekujur tubuh Alan, ia hanya bisa meremat jari jemarinya hingga buku tangannya memutih. Kenapa bisa jadi begini.

“Ayah, Bunda. Aku ingin menikahi Elma sekarang juga,”  ucap Alan saat mendapati dokter sudah pergi meninggalkan mereka.

Hening sesaat, Ratna dan Hans begitu syok dengan pernyataan calon menantu nya itu.

“Kamu jangan bercanda Al.”

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status