Share

Bab 2

Hujan mengguyur bumi, seakan ikut panik menyaksikan Alan memeluk sang kekasih yang kepalanya berlumuran darah karena terbentur bahu jalan.

"Elma bangun sayang, tolong telpon kan ambulan!" teriak Alan.

Orang orang yang berkerumun melihat kejadian yang tak terduga itu ikut panik menyaksikan kejadian naas ini, bergegas seorang pria menelpon ambulan untuk menyelamatkan gadis malang yang nampak tak berdaya dalam pelkan Alan.

Seorang pria berperawakan tinggi yang membantu menelpon kan abulan mencoba menolong untuk ikut membopong Elma ke pinggir jalan. Sekilas Pria itu menatap Alan yang nampak kalut, 'sungguh malang sekali pria ini,' fikir Pria tersebut.

Beruntung Ambulan datang beberapa menit setelahnya, kemudian paramedis segera memindahkan Elma yang terbaring sambil dipeluk oleh Alan ke atas tandu dan segera dimassukkan ke dalam ambulan.

Suara Sirine ambulan yang terus meraung raung menemani ketakutan Alan yang terus saja memanggil kekasihnya, berharap Elma masih bisa diselamatkan. Rasa takut kian mendera saat wajah Elma begitu pucat pasi bagaikan tak ada darah yang mengaliri tubuhnya.

"Jangan buatku takut sayang, aku mohon bertahan," racau Alan tak henti sambil mengusap ngusap tangan Elma.

Beberapa saa berlalu, perjalanan yang terasa begitu lama bagi Alan itu akhirnya terlewati, padahal laju ambulan membelah jalan sudah dalam kecepatan seperti kesetanan.

Bergegas Elma di pindahkan untuk segera ditangani di ruang IGD. Berlari sebisa yang mereka mampu membawa Elma diikuti oleh Alan yang terus saja memegangi tangan Elma yang mulai mendingin ikut berlari tak ingin menjauh sedikitpun dari Elma.

"Maaf pa anda tidak boleh masuk, mohon tunggu diluar pa," cegah seorang perawat saat Alan ikut masuk ke ruang tindakan.

Alan tak bisa berkata apa apa, ia hanya menatap dengan cemas Elma yang mulai dikerumuni oleh perawat dan dokter yang memberi pertolongan.

"Kamu harus bertahan El, jangan tinggalin aku pleas," gumam Alan lirih menahan gejolak dalam dada yang begitu menyesakkan.

Sejurus kemudian, dokter keluar dari ruang yang sebelumnya ditutup oleh tirai putih, melangkah nampak kelelahan setelah memberikan pertolongan pertama pada Elma.

Segera Alan berlari mendekat pada Dokter pria tersebut, memberondongnya dengan pertanyaan yang sarat akan kekhawatiran yang terus mendera.

"Dok, bagaimana keadaan Elma dok, dia baik baik saja kan?"

Dokter hanya menghela nafas dengan berat, ia lalu menatap Alan berusaha untuk menguatkan pria yang berantakan di hadapannya.

"Apakah anda keluarga pasien?" tanya Dokter berusaha tenang.

"Saya calon suaminya dok," jawab Alan.

"Nona Elma mengalami pendarahan hebat di kepalanya, Kita harus segera melakukan tindakan oprasi untuk menyelamatkannya."

"Lakukan apapun yang harus dilakukan Dok, jangan buang waktu."

Makin panik saja Alan mendengar keadaan Elma yang menghawatirkan.

"Kami pasti akan melakukan yang terbaik demi pasien kami, saat ini pasien kehilangan banyak darah, jadi kami membutuhkan donor darah yang golongan darahnya sama dengan pasien, sayangnya rumah sakit kami sedang kekurangan darah yang golongan darahnya sama dengan pasien," terang dokter berusaha untuk sabar menerima amarah dari Alan.

"Saya akan mencari donor darah yang sama dengan Elma," ucapnya lalu mengambil ponselnya.

"Saya sarankan kabari keluarganya dulu, karena kemungkinan salah satu dari keluarga pasien pasti memiliki golongan darah yang sama dengan Nona Elma."

Alan mengangguk lalu mundur meninggalkan Dokter yang bername tag Harun itu. Ia menatap Alan yang memunggunginya, wajah gusar tercetak jelas di wajah Alan.

"Halo Bunda," sapa Alan dalam sambungan telpon bersama Ratna, bunda dari Elma.

"Ya Al, kamu sudah bertemu Elma?" tanya Ratna sumuringah mendengar suara calon menantunya itu.

Hening sejenak, Alan meragu mendengar suara ceria Ratna. Janji untuk memberikan kejutan pada Elma malah berakhir dengan buruk, sesal yang dirasakan Alan begitu tak tertahankan.

"Maaf Bun, Elma sekarang di rumah sakit," gumam Alan Lirih.

"Di rumah sakit, siapa yang sakit?"

Tiba tiba perasaan Ratna menjadi tak menentu saat mendengar kata Rumah sakit, Ratna tak ingin mendengar kabar buruk.

Alan menelan ludah dengan susah payah, dalam fikirannya ia berusaha menguatkan diri, ia berharap wanita di sebrang sana yang tengah bicara dalam sambungan telpon dengannya itu tidak sampai pingsan mengetahui keadaan anaknya yang mengalami musibah.

"Elma tadi menjadi korban tabrak lari Bun, sekarang Elma di rumah sakit sedang ditangani para dokter dan membutuhkan donor darah segera."

"Apa? kamu jangan bercandan Alan, bukankah Elma bersama kamu?" bentak Ratna tak percaya.

Ratna berusaha menyangkal perkataan Alan, ia masih berharap ini hanya sebuah lelucon belaka yang dilakukan oleh calon menantunya itu, tapi jika benar ini hanya sebuah lelucon, maka Alan benar benar sangat keterlaluan menjadikan kabar kecelakaan anaknya menjadi sebuah lelucon itu sangatlah tidak lucu.

"Maaf bun, saya tidak bercanda. Saya tunggu anda di rumah sakit."

Seketika Alan memutus sambungan telpon setelah mengucapkan salam, dan segera memasukkan ponselnya kedalam saku celana yang ia kenakan. Saat ini yang perlu ia lakukan adalah mengurus administrasi untuk persiapan Elma operasi yang akan dilakukan 2 jam lagi.

Tergopoh gopoh pasangan suami istri yang berstatus orang tua dari Elma menyusuri lorong rumah sakit yang nampak sepi, setelah sebelumnya menanyakan keberadaan Elma yang masih berada di bangker ruang IGD pada resepsionis yang kini sedang berjaga.

Takut. Hanya itu yang tergambar dalam benak pasangan yang berusia sama sama paruh baya itu. Bukan takut seperti takut hantu atau semacamnya, tapi mereka begitu takut jika mereka kehilangan anak satu satunya yang mereka miliki. Hanya tangis dan bisikan doa yang senantiasa mereka ucapkan dalam hati memohon keselamatan untuk Elma.

Sampai di ruangan dimana Elma terbaring di atas ranjang rumah sakit, bersama Alan yang menunggui Elma sambil memegangi jemari lemah sang putri, Ratna tak tahan, ia langsung menumpahkan air mata kesedihan melihat keadaan gadis cerianya itu.

"Anakku, kenapa bisa begini," lirih Ratna tak kuasa membendung kesedihan.

Kedatangan Ratna dan Hans orang tua dari Elma mengalihkan atensi Alan yang sedang menunduk sedih. Pria tampan yang jarang tersenyum itu menunduk lemah tak kuasa menahan kesedihan hingga tak ingin melepas tautan jemarinya bersama Elma. Hingga Ratna mendekat baru Alan memberi kesempatan Ratna untuk menggantikan posisi duduknya dengan Elma bersama Hans sang Ayah dari Elma.

"Maafkan Bunda El, harusnya Bunda ngga membiarkan kamu pergi tadi, semua salah Bunda, maafkan Bunda El."

"Jangan begini Bun, bukan salah Bunda," Ucap Hans berusaha menyadarkan sang istri jika tak ada yang perlu disalahkan karena semua kejadian ini tak ada yang menginginkannya. Ini semua sudah takdir.

Alan hanya menunduk di belakang Ratna dan Hans. Sesal yang teramat besar terus saja mendesak hati Alan, bahkan rasanya begitu nyeri dan menyesakkan.

"Maaf pak, bu. Apakah anda orang tua pasien?" tanya seorang perawat yang menghampiri banker Elma.

Kedua orang tua yang sedang bersedih itu kemudian mengalihkan pandangan mereka pada si perawat yang memanggil tadi.

"Benar Sus, kami orang tua Elma," jawab Hans sambil memusatkan perhtiannya kepada sang perawar tersebut.

"Beberapa menit lagi pasien harus segera menjalani oprasi, dan pasien perlu darah yang golongannya sama, apakah ibu atau bapa memiliki golongan darah yang sama dengan pasien?"

"Saya sama golongan darahnya dengan anak saya, ambil darah saya," jawab Hans dengan yakin.

"Baiklah, mari ikut saya, kami akan segera mempersiapkan ruang oprasi setelah selesai mengambil darah anda."

Tanpa Ragu Hans mengikuti perawat tersebut ke ruangan lain dimana ia akan diambil darahnya untuk kebutuhan Oprasi Elma. Ratna masih berusaha menguatkan diri dan terus berdoa dalam hati untuk kesembuhan anaknya. Sedangkan Alan, berpindah posisi menjadi berlutut dihadapan dengan calon mertuanya, ia merasa harus dihukum karena kelalayannya ini.

"Maafin saya Bun, saya tidak becus jagain Elma hingga Elma bisa celaka seperti ini maafkan saya."

"Oh, jadi kamu mengaku telah mencelakakan anakku? dimana saja kamu Al sampai Elma bisa seperti ini, jika sesuatu yang buruk terjadi pada Elma aku tuntut kamu Al!" bentak Ratna tak bisa menahan Amarahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status