Share

Bab 3

Hilir mudik di depan ruang operasi dimana Elma sedang berusaha diselamatkan oleh para dokter, Alan tak bisa tenang, ia terus saja resah dengan keadaan ini, rasa takut terus saja mendera, bahkan Alan belum sempat mengganti pakaiannya, padahal kemeja berwarna putih yang dikenakan Alan terdapat bercak merah darah Elma.

Seorang wanita yang berparas mirip dengan Alan berlari mendekat pada anak dan sahabatnya yang nampak cemas menunggui oprasi Elma.

"Sayang, maafkan mamah baru datang," ucap Lia ibu dari Alan mendekat dan memeluk anaknya yang nampak berantakan itu.

Kemudia Lia beralih pada Ratna sahabatnya yang duduk sambil bersandar di bahu Hans sang suami. Melihat kedatangan Lia, Ratna makin berkaca kaca dan menyambar tubuh yang perawakannya hampir sama dengan dirinya.

"Anakku Lia, aku takut."

Tangis Ratna makin tak terbendung lagi kala melihat wajah sahabatnya yang nampak ikut cemas itu. Dengan lembut ia memeluk dan mengusap punggung Ratna dengan sayang. Kedua wanita yang sudah bersahabat sejak SMA itu menangis tersedu.

Awalnya ingin berusaha menenangkan Ratna, tapi nyatanya Lia malah ikut larut dalam kesedihan. Elma sudah dianggap seperti anaknya sendiri meskipun ia baru bertemu lima tahun terakhir dengan calon menantu nya itu.

"Berdo'a Na, semua akan baik baik saja, Elma anak yang kuat, dia tidak akan tega meninggalkan kita," gumam Lia begitu lirih sambil memeluk Ratna dengan erat.

"Benar, Elma sangat sayang padaku, dia tidak akan tega meninggalkan ku bukan."

Saat ini, hanya kata penyemangat yang bisa menenangkan ibu yang sedang Rapuh itu. Hans pun ikut mengusap punggung istrinya yang bergetar menahan tangis dalam pelukan Lia sahabat sang istri.

Alan hanya memandang interaksi sedih orang tuanya, dalam hati ia bergumam, 'Bukan hanya mereka yang akan sedih El, aku juga akan gila jika terjadi sesuatu yang buruk sama kamu, kamu harus bertahan El, aku baru mendapatkan mu, kamu malah membuatku cemas seperti ini,' gumam Alan dalam hati.

Alan begitu terluka dengan keadaan Elma, sudah bertahun tahun ia berjuang mendapatkan gadis keras kepala ini, selangkah lagi mereka akan merajut kisah cinta mereka dalam mahligai rumah tangga, takdir malah menguji Alan kembali. Apakah Alan harus berjuang kembali, entahlah hanya waktu yang bisa menentukan.

Hanya menatap dengan sendu pintu ruang oprasi yang masih tertutup, tubuh Alan lelah namun ia takut sekedar untuk memejamkan matanya barang beberapa menit, hanya sesekali mengintip di balik pintu yang berkaca buram kemudian duduk kembali sambil meremas rambutnya yang sudah acak acakan itu.

Lia begitu prihatin dengan keadaan anak pertamanya itu, kemudian Lia bergeser pada Alan, memberikan air minum kemasan yang sebelumnya ia beli untuk semua orang.

"Minum dulu sayang, tenangkan diri kamu, Elma pasti baik baik saja jangan khawatir," lirih Lia berusaha menenangkan anaknya.

Alan menatap ibunya sejenak dengan mata berkaca kaca, kemudian menyambar air minum yang sudah ada di depan matanya, dengan cepat ia meneguk air tersebut. Ternyata dirinya merasa begitu haus setelah berjam jam mengalami kepanikan, mondar mandir kesana kemari. Air itu begitu melegakan dahaga yang sejak tadi tak ia rasakan.

Setelah memastikan anaknya meminum air yang ia bawa, kemudian ia menyentuh bahu anaknya yang nampak masih menegang, ia lalu berkata, "Sekarang waktunya kamu berdo'a, semuanya pasti baik baik saja," ucap Lia yang sering kali dipanggil oleh Alan sebagai mamah itu.

Alan menganggukan kepalanya, dalam hati ia terus memohon semoga Elma baik baik saja.

Tak lama dari itu, tiba tiba pintu Ruangan oprasi terbuka, nampak perawat yang membantu jalannya oprasi berlarian, semua orang yang menunggu Elma ikut berdiri merasa ikut panik dengan keadaan yang tiba tiba itu. Kemudian Ratna mendekat pada perawat yang tadi berlari keluar sedangkan di belakang perawat tersebut sepertinya ada dokter lain yang tergesa masuk ke ruang oprasi.

"Suster, apa yang terjadi, anak saya kenapa?" tanya Ratna begitu khawatir.

"Tidak apa apa bu, dimohon tunggu sebentar, tetap terus berdo'a untuk keberhasilan operasi ini ya bu," ucap sang perawat berusaha tersenyum menenangkan orang orang yang ikut menatap dirinya.

Kemudian perawat tersebut bergegas ikut masuk mengikuti dokter yang sebelumnya masuk terlebih dahulu.

Semua orang tertegun, makin mencekam saja suasana depan ruang operasi. Bagi seorang ibu, Ini lebih menyakitkan dibandingkan ditikam belati didada, melihat anak semata wayangnya sedang berjuang didalam sana, ibu mana yang bisa kuat.

Ratna kemudian berlari tergesa gesa membuat semua orang panik, Hans sang suami segera menyusul kepergian Ratna yang entah akan kemana.

"Bun mau kemana?" tanya Hans sambil berlari menyusul Ratna.

"Bunda harus minta sama Tuhan yah, biar Elma selamat, Bunda ngga tau harus bagaimana, Huhuhu," tergesa Ratna berkata pada suaminya yang telah berhasil menyamai langkahnya.

"Baiklah, Ayah temani Bun, kita berdo'a sama sama."

Pada akhirnya, suami istri itu menyerahkan segalanya pada yang maha Kuasa, memohon keselamatan pada tuhannya yang memiliki jiwa dan raga anaknya itu.

Sedangkan Alan begitu lemas di kursi tunggu depan ruang oprasi, semakin ketar ketir saja keadaan pria yang biasanya arogan itu, lemah di hadapan ketidak pastian ini, benar benar menyesakkan, ingin rasanya Alan mendobrak pintu berwarna hijau yang tertutup rapat itu, ingin rasanya melihat keadaan Elma saat ini, Alan begitu tak suka dengan keadaan ini.

Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya Lampu ruang oprasi yang tadi menyala kini telah redup, beberapa dokter dan suster yang menangani oprasi Elma keluar satu persatu. Diluar ruangan oprasi mereka telah disambut oleh Alan dan yang lainnya.

"Dok, bagaimana oprasi nya? " sergah Alan ingin segera mengetahui keadaan Elma.

Anggota keluarga lainnya pun segera mendekat pada dokter yang terlihat lelah itu. Melihat wajah wajah cemas dihadapannya kemudian Dokter tersebut tersenyum.

"Oprasinya sukses, meskipun tadi sempat mengalami sedikit kesulitan, sebentar lagi pasien akan di pindahkan, kami akan melakukan observasi untuk malam ini, besok baru kita bisa pindahkan ke ruang perawatan jika pasieun sudah stabil ya, tetap berdoa untuk kesembuhan pasien," ucap Dokter tersebut menepuk bahu Alan berusaha menenangkan pria yang sejak beberapa jam lalu tak sedikitpun meninggalkan pasiennya.

"Baik dok, Terima kasih."

Lia mendekat pada anaknya, kemudian ia mengusap bahu Alan dengan sayang, sepertinya ketegangan Alan sejak tadi sudah sedikit berkurang, ia prihatin sekali dengan anaknya itu.

"Sayang, kamu bersihkan dulu tubuh kamu, operasi Elma sudah sukses," pinta Lia.

Alan lalu melihat pakaiannya, Mamahnya benar saat ini ia begitu kacau, memang ia perlu membersihkan diri, lagi pula ia harus menunggui Elma sampai ia siuman bukan. Tidak mungkin Ia bertemu dengan Elma dalam keadaan lusuh seperti ini.

Kedua orang tua Elma pun mengangguk setuju dengan usul Lia, kepanikan dan kekhawatiran Alan pada Elma sampai melupakan kondisi dirinya sendiri, sungguh orang tua Elma merasa begitu terharu melihat kesungguhan Alan dalam menyayangi anaknya itu.

"Al, makasih udah jagain Elma, maafin bunda sempat marah dan berkata kasar sama kamu," sesal Ratna saat melihat Alan pergi untuk membersihkan diri.

"Alan mengerti Bun, tidak masalah," ucap Alan sambil lalu meninggalkan ketiga orang tua itu.

Setelah selesai mengganti bajunya, Alan kemudian menarik ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"Halo, cari orang yang menabrak Elma, seret dia ke hadapanku segera, cari tahu apakah Nindi ada hubungannya dengan kecelakaan ini," ucap Alan dengan suara rendah penuh Amarah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status