Share

Bab 2 Siapa Kamu?

Author: Shanaya
Rumah lama Keluarga Khamauri terletak di lereng bukit. Ini adalah pertama kalinya Sasha datang ke sana. Begitu turun dari mobil, dia mengikuti Briar masuk.

Rumah itu sangat luas. Begitu melewati gerbang utama, ada area parkir, lalu taman bunga yang besar dan sebuah lorong panjang sebelum sampai ke bangunan utama.

Seorang kepala pelayan berdiri di depan pintu rumah utama. "Tuan Briar."

Briar bertanya, "Gimana keadaan Cody?"

Kepala pelayan menjawab, "Tuan Cody sempat merasa kurang enak badan. Nona Nelly datang dan terus menemaninya. Sekarang sudah agak membaik."

Sasha berjalan agak lambat di belakang, menurunkan pandangan. Nelly Kusman adalah pacar Briar.

Kabarnya dulu mereka saling mencintai. Setelah pesta minuman waktu itu, mereka seharusnya akan mengumumkan pertunangan. Namun, malam itu terjadi insiden dengannya.

Setelah itu entah karena ada masalah atau alasan lain, rencana pernikahan tidak pernah disebut lagi dan terus tertunda sampai sekarang.

Briar hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa lagi, lalu melangkah cepat ke dalam.

Di lantai tiga terdapat alat sterilisasi. Seorang pembantu sudah menunggu. Begitu melihat Briar naik, dia segera membantu melakukan sterilisasi tubuh. Saat matanya melirik ke arah Sasha, gerakannya langsung terhenti.

Briar berkata, "Dia juga masuk."

Pembantu itu buru-buru menunduk dan juga melakukan sterilisasi pada Sasha.

Kamar Cody terletak di ujung lorong. Belum sampai pintu, mereka sudah bisa mendengar percakapan pelan dari dalam kamar.

Suara wanita terdengar lembut. "Masih nggak enak badan?"

Anak kecil menggerutu, "Masih."

Wanita itu sepertinya tertawa. "Mami pijatkan lagi ya."

Anak itu sangat sopan. "Terima kasih."

Briar mendorong pintu kamar. "Cody."

Sasha berdiri di ambang pintu dan melihat sekeliling. Kamarnya cukup luas dan terang. Anak yang ada di foto itu sedang meringkuk di pelukan seorang wanita di tepi tempat tidur.

Anak kecil itu melihat Briar dan langsung mengulurkan tangan. "Papa."

Briar menggendongnya. "Bagian mana yang masih sakit?"

Cody tidak menjawab karena matanya terpaku pada Sasha yang berdiri di pintu.

Nelly juga melihatnya dan segera berdiri, bersikap sangat ramah. "Sepertinya ini Sasha ya?"

Dia menghampiri dan menggenggam tangan Sasha, membawanya masuk. "Terima kasih. Terima kasih karena bersedia membantu. Terima kasih karena mau menyelamatkan Cody."

Sasha tidak menjawab, hanya menatapnya. Dia pernah melihat foto Nelly di majalah keuangan dengan riasan sempurna. Ekspresinya datar, tatapan tajam.

Namun, setelah melihat langsung, sejujurnya tidak begitu mirip. Dia terlihat jauh lebih lembut dibandingkan fotonya. Saat tersenyum, wanita ini bahkan tampak rapuh.

Sasha menarik kembali tangannya, lalu menoleh ke arah Cody. Anak itu tampak lebih kecil dari yang ada di foto, meringkuk di pelukan Briar, dan juga sedang menatapnya.

Hatinya terasa hangat. Dia mendekat, lalu berkata dengan canggung, "Masih nggak enak badan?"

Cody tampak penasaran padanya. "Kamu siapa?"

Sasha tidak tahu harus menjawab apa. Sepertinya Keluarga Khamauri belum pernah memberitahunya dan dia sendiri pun bingung harus memperkenalkan diri sebagai siapa.

Nelly melirik ke arah Briar, lalu buru-buru menyahut, "Cody, ini Bibi Sasha, teman baik Papa dan Mami. Dia datang untuk menjengukmu."

Cody hanya mengangguk pelan dan tidak bertanya lagi.

Karena sakit parah, tubuhnya sangat lemas. Tak lama setelah itu, dia tertidur di pelukan Briar.

Nelly mengulurkan tangan. "Biar aku saja. Kamu sudah sibuk seharian, pasti lelah."

"Nggak perlu," jawab Briar. Setelah berkata begitu, dia seperti ragu sejenak, lalu menoleh ke arah Sasha. "Mau coba gendong?"

Sasha tertegun. Saat itu di rumah sakit, begitu lahir, anaknya langsung dibawa pergi ke Keluarga Khamauri. Dia bahkan tidak sempat melihat, apalagi menggendongnya.

Sekarang dia diminta untuk menggendong. Dia tidak tahu caranya dan juga tidak berani.

Briar menunggu beberapa detik dan masih tidak mendengar jawaban darinya. Nada suaranya pun menjadi sedikit dingin. "Lupakan saja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 100 Kalian Lagi Merencanakan Kehamilan?

    Jangankan anggota Keluarga Khamauri, bahkan Afgan pun terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Apa kamu merasa nggak enak badan? Kelihatannya, kondisi tubuhmu baik-baik saja."Briar membalas, "Kami lagi mempersiapkan kehamilan. Apa aku perlu penyesuaian atau perawatan?"Afgan teringat kata-katanya saat terakhir datang. Dia melihat Sasha sambil bertanya, "Kalian lagi merencanakan kehamilan?"Afgan pun menambahkan sambil mengangguk, "Kalau begitu, kubantu periksa saja. Kehamilan adalah hal besar. Untuk persiapannya, sebaiknya benar-benar matang."Briar sudah melepas jasnya. Dia dengan perlahan membuka kancing lengan dan meletakkan tangannya di atas bantal untuk pemeriksaan denyut nadi.Proses pemeriksaan kali ini cukup cepat. Tak lama kemudian, Afgan memberi tahu, "Nggak ada masalah besar, tapi kondisimu memang kurang optimal. Kalau soal perawatan, sebenarnya nggak terlalu diperlukan. Yang penting kamu menghindari rokok, alkohol, dan bergadang. Kalau bisa melakukan hal-hal dasar itu dengan

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 99 Apa Denyut Nadiku Juga Perlu Diperiksa?

    Sasha duduk di kursi di tepi kolam ikan. Dia meletakkan Cody di pangkuannya. Sambil memeluknya dari belakang, dia membalas, "Aku juga merasa mereka nggak lapar."Cody bertanya lagi, "Mama, kenapa ikan-ikan ini berbeda dari gambar yang ada di buku?"Sasha tak bisa menahan tawa. Dia tak kuasa mencium pipi anaknya sebelum menimpali, "Papamu kaya, jadi ikan-ikan yang dia pelihara tentu saja berbeda dengan yang ada di buku."Briar dan Rizky sudah tiba di dekat mereka. Rizky berdecak sebelum berucap, "Kenapa semua pujian jatuh ke kakakku? Aku juga sering kasih makan ikan. Aku juga punya bagian dalam keberhasilan ini lho."Sasha terkejut dengan suara tiba-tiba itu. Dia menoleh dan melihat mereka berdua. Wanita itu pun berdiri dan bertanya, "Kenapa kalian datang ke sini?"Briar berjalan mendekat, lalu menggendong Cody sambil memberi tahu, "Sudah waktunya Cody minum obat."Cody segera merengek. Dia langsung menunduk dan menyembunyikan wajahnya di dada Briar. Bocah itu menolak, "Aku nggak mau mi

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 98 Kamu Ini Cukup Dramatis

    Indah memegang tasbih dan perlahan-lahan memutarnya di tangan, tanpa memandang ke arah Sasha. Namun, akhirnya dia berbicara, "Ada beberapa hal yang mau aku bicarakan denganmu."Kepala Indah tidak bergerak, hanya bola matanya yang melirik ke arah Sasha. Dia menatap wanita itu dengan ujung mata, lalu melanjutkan, "Aku nggak masalah kalau kamu bekerja, itu hakmu. Kamu bukan diikat oleh keluarga kami."Namun, Indah melanjutkan, "Aku sudah menyelidiki pekerjaanmu. Posisi yang kamu ambil itu cuma pekerjaan sampingan yang nggak terlalu penting, nggak punya masa depan, dan cuma pekerjaan bantu-bantu. Bisa dibilang cuma kerja keras tanpa hasil."Sasha tidak mengubah ekspresinya. Kata-kata Indah memang tidak enak didengar, tetapi itulah kenyataannya.Indah menarik napas dalam-dalam. Nada suaranya sedikit lebih lembut ketika menambahkan, "Tapi aku berharap, kamu bisa tahu mana yang lebih penting. Tubuhmu itu memang milikmu sendiri, tapi ingatlah bahwa keadaan Cody makin lama makin berisiko.""Seb

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 97 Hebat

    Wanita memang tidak sekuat pria dalam menahan pukulan. Trixie menangis sebentar sebelum akhirnya terdiam.Setengah menit kemudian, pintu kamar dibuka. Briar masih dengan penampilan yang sama seperti biasa. Dalam balutan setelan jas, dia terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang menyangka bahwa dia baru saja menghajar orang lain.Sasha sedikit memiringkan tubuh dan mengintip ke dalam kamar. Sayangnya, dia hanya melihat dua pria yang tergeletak di lantai. Batang hidung Trixie tidak kelihatan.Briar pun menutup pintu dengan tangan kiri, tanpa terburu-buru mengajak Sasha pergi. Dia bahkan sempat meluangkan waktu untuk melihat-lihat ruang tamu. Ada noda darah di sofa yang merupakan darah Dylon. Kotak P3K terjatuh di samping sofa dan isinya berserakan, sementara asbak tergeletak di tengah ruangan ....Briar terus mengamati sembari berbicara, "Lumayan hebat. Satu lawan tiga dan masih bisa bikin lawan pingsan."Dari nada Briar, jelas itu terdengar seperti sindiran. Mendengar itu, Sasha langsu

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 96 Jujur Saja, Rasanya Cukup Memuaskan

    Dylon memang terluka. Namun, siapa pun bisa mengerahkan kekuatan terpendam saat sangat marah atau ketakutan.Kekuatan Dylon sangat besar. Dia merangkul pinggang Sasha masuk ke kamar dan langsung melemparkannya ke ranjang. Sekujur tubuh dan wajah Dylon berlumuran darah. Dia menatap Sasha dengan mata merah sambil menggertakkan gigi. Penampilannya agak mengerikan.Trixie menutup pintu dan tidak lupa memerintahkan Dylon. Katanya, "Cepat bungkam mulutnya. Jangan biarkan dia teriak. Cepat!"Trixie bersandar di pintu, lalu menunjuk ke arah Sasha yang ada di atas ranjang. Jarinya gemetaran karena panik. Dia bertanya, "Bukannya dia minum banyak bir? Kenapa bisa sadar secepat ini?"Sepertinya Trixie juga merasa masalah ini cukup rumit dan sulit dibereskan. Dia menambahkan, "Sekarang kita harus bagaimana? Kalau sampai dia sebarkan masalah ini, kita berdua ...."Trixie tidak menyelesaikan ucapannya karena tiba-tiba ada hantaman dan suara keras dari belakangnya. Pintu ditendang hingga terbuka. Trix

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 95 Memangnya Kamu Bisa Apa?

    Dylon melirik ponsel di tangan Sasha, tetapi jelas dia tidak terlihat gentar. Dia hanya menggeleng keras, mencoba mengusir rasa pusing dari kepalanya. "Kamu rekam pembicaraan kita? Lalu kenapa?"Dia mendengus pelan. "Hal yang kamu lakukan ini, Charlotte juga pernah lakukan. Tapi hasilnya? Dia tetap nggak bisa menyentuhku sedikit pun."Darah di bagian belakang kepalanya masih terus mengalir, kaus dalam putih yang dia kenakan sudah mulai berubah warna karena dibasahi darah. Dia pun sadar bahwa membiarkan lukanya mengalir begitu saja bukan pilihan. Dia berniat bangkit dan mencari kotak P3K.Namun, setelah beberapa kali mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri, dia tetap gagal. Rasa sakit yang tadinya tertunda kini mulai menyerang hebat dan membuatnya terengah-engah. Pelipisnya berdenyut hebat dan seluruh kepalanya terasa seperti hendak meledak.Dylon mengangkat tangannya menunjuk ke suatu arah. "Carikan ... carikan aku ...."Belum sempat ucapannya selesai, dari arah pintu terdengar suara k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status