Share

Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku
Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku
Author: Shanaya

Bab 1 Tidak Cocok

Author: Shanaya
Pertemuan kembali dengan Briar Khamauri, terjadi empat tahun kemudian.

Sasha Aldiano menerima telepon dari rumah sakit. Hasil pencocokan sudah keluar. Dokter tidak menyebutkan apakah cocok atau tidak, hanya memintanya datang untuk berbicara langsung.

Awalnya dia sedang mengurus sesuatu, tetapi buru-buru menghentikannya dan meminta izin kepada manajer. Setelah itu, dia naik taksi menuju rumah sakit.

Di jalan, mobil sempat terjebak macet selama lebih dari sepuluh menit. Saat tiba, ruang dokter sudah ada orang.

Gerakan Sasha membuka pintu sontak terhenti. Dia tahu orang dari Keluarga Khamauri akan datang, hanya saja tidak pernah menyangka akan bertemu pria itu.

Pria itu duduk di kursi membelakangi pintu, tampak santai dengan tubuh bersandar ke belakang dan tangan bersilang di depan tubuh. Ketika mendengar suara pintu, dia tidak menoleh sama sekali.

Jendela di koridor terbuka, angin berembus masuk, membuat Sasha menggigil. Dia tak bisa menahan diri untuk mengingat kembali pagi hari empat tahun lalu. Saat itu, pria itu juga seperti ini. Duduk di sofa kamar hotel, suaranya dingin. "Berani sekali Keluarga Aldiano menjebakku."

Dokter sedang membolak-balikkan laporan, lalu melirik sekilas pada Sasha. "Masuklah."

Sasha menarik napas dalam-dalam. "Maaf, tadi jalan macet."

Setelah dia duduk, dokter menyerahkan laporan di tangannya dan menghela napas. "Ini hasil pencocokan sumsum tulang."

Dokter tidak menyebutkan hasilnya secara langsung, tetapi nada suaranya sudah mengatakan segalanya.

Sasha menatap kolom terakhir laporan itu. Meskipun sudah mempersiapkan mental, tetap saja hatinya terasa tegang.

Beberapa detik kemudian, tangan panjang milik pria di samping, mengambil laporan itu. Suaranya terdengar datar dan dingin. "Nggak cocok?"

Dokter mengangguk. "Titik kecocokannya kurang, nggak bisa dilakukan transplantasi."

Butuh waktu beberapa saat bagi Sasha untuk menemukan kembali suaranya. "Apa masih ada cara lain?"

Dokter menatapnya sebentar, lalu mengalihkan pandangan ke pria di sampingnya. "Masih ada satu pilihan lagi. Bisa dibilang ini satu-satunya kemungkinan yang bisa dicoba. Kalian bisa mempertimbangkannya ...."

....

Sasha kembali ke kantor tepat saat jam istirahat siang. Orang-orang sedang berjalan keluar satu per satu, hanya dia yang berjalan berlawanan arah, kembali ke mejanya.

Kepalanya masih terasa kosong. Kata-kata yang terus berulang di benaknya adalah yang dikatakan Briar saat duduk di dalam mobil di depan rumah sakit tadi. Melalui jendela, pria itu berucap, "Pertimbangkan baik-baik."

Itu artinya, dia setuju dengan saran dokter. Punya anak lagi.

Sasha mengusap wajahnya, ragu sejenak, lalu membuka laci di samping. Di bagian paling atas ada sebuah foto. Anak laki-laki dalam foto itu mungkin sekitar tiga tahun, tetapi tubuhnya tidak cocok dengan usianya. Kecil dan kurus, pipinya cekung, kepala botak.

Dia sakit. Sangat parah. Dokter bilang kalau tidak segera mendapatkan donor sumsum tulang yang cocok, tubuhnya tidak akan sanggup bertahan lebih lama.

Orang-orang dari Keluarga Khamauri sudah menguji semua anggota keluarga, bahkan mencari di bank donor sumsum tulang, tetap tidak ada yang cocok.

Seandainya bukan karena itu, mereka tidak mungkin mencarinya. Sasha adalah ibu kandung dari Cody, tetapi juga noda dalam hidup Briar.

Kini, demi menyelamatkan anak pertama mereka, pria itu bersedia memiliki anak kedua dengannya.

Sepanjang sore, Sasha tidak bisa fokus. Sampai jam pulang kerja pun pekerjaan di tangannya belum selesai.

Sasha memaksakan diri untuk lembur, menyelesaikan semua tugas sebisanya, lalu membereskan meja. Begitu keluar dari lobi gedung, dia langsung melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan.

Jendela mobil sedikit terbuka. Di dalamnya ada seseorang. Kali ini, orang itu menoleh saat mendengar suara dan berkata dengan nada dingin, "Masuk."

Itu Briar.

Sasha melangkah mendekat. "Pak Briar."

Mereka pernah berbagi ranjang, bahkan memiliki seorang anak. Namun, jika dipikir secara saksama, mereka tetaplah orang asing.

Selain malam empat tahun lalu yang terjadi karena kesalahan, mereka tak punya hubungan lain, tak saling mengenal, bahkan nyaris tak pernah berbicara.

Briar mengulang lagi, "Masuk."

Setelah ragu sejenak, Sasha pun masuk ke mobil. Bahkan sebelum pintu tertutup rapat, mobil sudah melesat seperti anak panah.

Briar tidak mengatakan akan pergi ke mana, hanya menginjak pedal gas semakin dalam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 100 Kalian Lagi Merencanakan Kehamilan?

    Jangankan anggota Keluarga Khamauri, bahkan Afgan pun terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Apa kamu merasa nggak enak badan? Kelihatannya, kondisi tubuhmu baik-baik saja."Briar membalas, "Kami lagi mempersiapkan kehamilan. Apa aku perlu penyesuaian atau perawatan?"Afgan teringat kata-katanya saat terakhir datang. Dia melihat Sasha sambil bertanya, "Kalian lagi merencanakan kehamilan?"Afgan pun menambahkan sambil mengangguk, "Kalau begitu, kubantu periksa saja. Kehamilan adalah hal besar. Untuk persiapannya, sebaiknya benar-benar matang."Briar sudah melepas jasnya. Dia dengan perlahan membuka kancing lengan dan meletakkan tangannya di atas bantal untuk pemeriksaan denyut nadi.Proses pemeriksaan kali ini cukup cepat. Tak lama kemudian, Afgan memberi tahu, "Nggak ada masalah besar, tapi kondisimu memang kurang optimal. Kalau soal perawatan, sebenarnya nggak terlalu diperlukan. Yang penting kamu menghindari rokok, alkohol, dan bergadang. Kalau bisa melakukan hal-hal dasar itu dengan

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 99 Apa Denyut Nadiku Juga Perlu Diperiksa?

    Sasha duduk di kursi di tepi kolam ikan. Dia meletakkan Cody di pangkuannya. Sambil memeluknya dari belakang, dia membalas, "Aku juga merasa mereka nggak lapar."Cody bertanya lagi, "Mama, kenapa ikan-ikan ini berbeda dari gambar yang ada di buku?"Sasha tak bisa menahan tawa. Dia tak kuasa mencium pipi anaknya sebelum menimpali, "Papamu kaya, jadi ikan-ikan yang dia pelihara tentu saja berbeda dengan yang ada di buku."Briar dan Rizky sudah tiba di dekat mereka. Rizky berdecak sebelum berucap, "Kenapa semua pujian jatuh ke kakakku? Aku juga sering kasih makan ikan. Aku juga punya bagian dalam keberhasilan ini lho."Sasha terkejut dengan suara tiba-tiba itu. Dia menoleh dan melihat mereka berdua. Wanita itu pun berdiri dan bertanya, "Kenapa kalian datang ke sini?"Briar berjalan mendekat, lalu menggendong Cody sambil memberi tahu, "Sudah waktunya Cody minum obat."Cody segera merengek. Dia langsung menunduk dan menyembunyikan wajahnya di dada Briar. Bocah itu menolak, "Aku nggak mau mi

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 98 Kamu Ini Cukup Dramatis

    Indah memegang tasbih dan perlahan-lahan memutarnya di tangan, tanpa memandang ke arah Sasha. Namun, akhirnya dia berbicara, "Ada beberapa hal yang mau aku bicarakan denganmu."Kepala Indah tidak bergerak, hanya bola matanya yang melirik ke arah Sasha. Dia menatap wanita itu dengan ujung mata, lalu melanjutkan, "Aku nggak masalah kalau kamu bekerja, itu hakmu. Kamu bukan diikat oleh keluarga kami."Namun, Indah melanjutkan, "Aku sudah menyelidiki pekerjaanmu. Posisi yang kamu ambil itu cuma pekerjaan sampingan yang nggak terlalu penting, nggak punya masa depan, dan cuma pekerjaan bantu-bantu. Bisa dibilang cuma kerja keras tanpa hasil."Sasha tidak mengubah ekspresinya. Kata-kata Indah memang tidak enak didengar, tetapi itulah kenyataannya.Indah menarik napas dalam-dalam. Nada suaranya sedikit lebih lembut ketika menambahkan, "Tapi aku berharap, kamu bisa tahu mana yang lebih penting. Tubuhmu itu memang milikmu sendiri, tapi ingatlah bahwa keadaan Cody makin lama makin berisiko.""Seb

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 97 Hebat

    Wanita memang tidak sekuat pria dalam menahan pukulan. Trixie menangis sebentar sebelum akhirnya terdiam.Setengah menit kemudian, pintu kamar dibuka. Briar masih dengan penampilan yang sama seperti biasa. Dalam balutan setelan jas, dia terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang menyangka bahwa dia baru saja menghajar orang lain.Sasha sedikit memiringkan tubuh dan mengintip ke dalam kamar. Sayangnya, dia hanya melihat dua pria yang tergeletak di lantai. Batang hidung Trixie tidak kelihatan.Briar pun menutup pintu dengan tangan kiri, tanpa terburu-buru mengajak Sasha pergi. Dia bahkan sempat meluangkan waktu untuk melihat-lihat ruang tamu. Ada noda darah di sofa yang merupakan darah Dylon. Kotak P3K terjatuh di samping sofa dan isinya berserakan, sementara asbak tergeletak di tengah ruangan ....Briar terus mengamati sembari berbicara, "Lumayan hebat. Satu lawan tiga dan masih bisa bikin lawan pingsan."Dari nada Briar, jelas itu terdengar seperti sindiran. Mendengar itu, Sasha langsu

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 96 Jujur Saja, Rasanya Cukup Memuaskan

    Dylon memang terluka. Namun, siapa pun bisa mengerahkan kekuatan terpendam saat sangat marah atau ketakutan.Kekuatan Dylon sangat besar. Dia merangkul pinggang Sasha masuk ke kamar dan langsung melemparkannya ke ranjang. Sekujur tubuh dan wajah Dylon berlumuran darah. Dia menatap Sasha dengan mata merah sambil menggertakkan gigi. Penampilannya agak mengerikan.Trixie menutup pintu dan tidak lupa memerintahkan Dylon. Katanya, "Cepat bungkam mulutnya. Jangan biarkan dia teriak. Cepat!"Trixie bersandar di pintu, lalu menunjuk ke arah Sasha yang ada di atas ranjang. Jarinya gemetaran karena panik. Dia bertanya, "Bukannya dia minum banyak bir? Kenapa bisa sadar secepat ini?"Sepertinya Trixie juga merasa masalah ini cukup rumit dan sulit dibereskan. Dia menambahkan, "Sekarang kita harus bagaimana? Kalau sampai dia sebarkan masalah ini, kita berdua ...."Trixie tidak menyelesaikan ucapannya karena tiba-tiba ada hantaman dan suara keras dari belakangnya. Pintu ditendang hingga terbuka. Trix

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 95 Memangnya Kamu Bisa Apa?

    Dylon melirik ponsel di tangan Sasha, tetapi jelas dia tidak terlihat gentar. Dia hanya menggeleng keras, mencoba mengusir rasa pusing dari kepalanya. "Kamu rekam pembicaraan kita? Lalu kenapa?"Dia mendengus pelan. "Hal yang kamu lakukan ini, Charlotte juga pernah lakukan. Tapi hasilnya? Dia tetap nggak bisa menyentuhku sedikit pun."Darah di bagian belakang kepalanya masih terus mengalir, kaus dalam putih yang dia kenakan sudah mulai berubah warna karena dibasahi darah. Dia pun sadar bahwa membiarkan lukanya mengalir begitu saja bukan pilihan. Dia berniat bangkit dan mencari kotak P3K.Namun, setelah beberapa kali mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri, dia tetap gagal. Rasa sakit yang tadinya tertunda kini mulai menyerang hebat dan membuatnya terengah-engah. Pelipisnya berdenyut hebat dan seluruh kepalanya terasa seperti hendak meledak.Dylon mengangkat tangannya menunjuk ke suatu arah. "Carikan ... carikan aku ...."Belum sempat ucapannya selesai, dari arah pintu terdengar suara k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status