"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi, Pak Rt, semua sudah selesai. Dan saat ini juga, saya ingin kedua sampah ini angkat kaki dari rumahku!" ucapku lantang sambil menunjuk para penghianat itu.
Mendengar perkataanku itu, sontak Mas Budi menghentikan aktivitas membantu Lisa. Kemudian merubah duduknya menghadap padaku."Apa maksud kata-katamu itu, Dek? Aku ini suamimu!" ucapnya sembari memukul dadanya sendiri, terlihat jika kini dia amat frustasi."Suami?! Jika kamu suamiku, kenapa kamu berbuat zina dengan dia? Sepupuku sendiri?" jawabku lirih, namun penuh emosi.Umpanku akhirnya dimakan juga, susu panas tadi sebenarnya hanya pancingan, agar Mas Budi mau menyelesaikan masalah ini dihadapan warga.Memang harusnya istri menutupi kebusukan suami. Namun, jika kasusnya seperti ini, maka maaf, aku malah ingin mempermalukannya lagi, di depan semua orang.Beberapa saat Mas Budi tak bisa menjawab, dia hanya memandangku sepertinya dengan tatapan yang penuh amarah."Maaf, Dek...aku memang salah...aku khilaf," ucapnya lirih sambil menunduk.Mendengar jawaban dari Mas Budi itu, sontak para warga kembali riuh, saling berbisik dan menyorakinya. Hingga kemudian Pak RT meminta warga untuk diam dan tetap tenang."Khilaf katamu? Dan dengan entengnya kamu bilang maaf? Kukira hanya wanita bodih saja, yang menerima penghianatan suami yang seperti in!" ucapku sambil menatap sinis padanya."Tolong, Dek. Beri aku kesempatan satu kali lagi. Aku janji akan memeperbaiki semuanya," ucapnya memohon."Apa yang mau diperbaiki? Semua sudah hancur lebur, Mas. Dan aku sudah tak sudi punya suami sepertimu, sekarang pergi dari sini, dan bawa juga perempuan tak tau berterima kasih itu!"Aku makin emosi saja mendengar rengekan Mas Budi itu, benar-benar tak tahu malu. Tiba-tiba dia menghampiri dan duduk bersimpuh di hadapanku. Melihat hal ini, warga pun kembali riuh."Apa-apaan ini, Mas!" ucapku sembari berdiri, karena risih dengan kelakuannya ini."Tolong maafkan aku, Dek. Aku berjanji tak akan mengulanginya lagi. Apapun yang kamu minta, akan kulakukan, asalkan kitag bisa tetap bersama. Sampai mati pun, aku tak mau berpisah denganmu, sampai kapanpun!" rengeknya sembari memegangi kaki bagian bawahku, dan aku pun segera beranjak dari situ."Stop jangan dekati aku! Tak sudi aku melihat wajah kalian itu! Jijik dan pingin muntah saja aku rasanya," teriakku sembari berdiri menjauh."Jangan buat aku tersiksa seperti ini! Aku tak akan pergi kemana pun, dan aku tak akan mau berpisah darimu, Dek.Aku hanya khilaf, karena Lisa yang terus menerus menggodaku. Usir dia dari sini, karena dia adalah penyebab kehancuran rumah tangga kita, Dek," pinta Mas Budi sambil menunjuk Lisa yang masih mengibasi wajahnya yang memerah.Mendengar ucapan Mas Budi itu, sontak membuat Lisa ikut berdiri, dan dari wajahnya terlihat penuh amarah."Apa kamu bilang? Aku yang menggodamu? Nggak salah tuh?!" sungut Lisa."Ya memang...kamu itu datang ke rumah kami, hanya untuk menggodaku 'kan? Lebih baik, kamu cepat pergi dari sini!" Mas Budi kini pun ikut berdiri.Aku hanya bisa tersenyum kecut, saat melihat pertengkaran keduanya. Sungguh tak tahu malu, baru beberapa menit yang lalu merajut surga dunia haram, eh kini malah saling teriak dihadapan umum."Enak saja, kamu ngusir aku! Pokoknya aku mau, kamu nikahin aku sekarang juga, Mas!" sungut Lisa.Aku sungguh tak menyangka, jika Lisa ternyata minta dinikahi oleh Mas Budi, padahal usianya kan belum genap dua puluh tahun."Hahaha...siapa laki-laki yang mau nikahin wanita murahan kayak kamu? Nggak ada Lis! Semua lelaki, ingin punya istri yang solehah. Kalau perempuan gampangan kayak kamu sih, banyak tuh di pinggir jalan, bisa ditukar hanya dengan sebungkus rokok!" Mas Budi kembali menghina gadis yang beberapa menit yang lalu baru saja dicumbuinya."Hey...jaga mulutmu! Apa kamu lupa, jika kamu yang selalu mengirimiku banyak pesan, yang menjurus untuk berselingkuh? Apa kamu lupa dengan semua itu? Kau bilang akan segera menceraikannya dan menikahiku 'kan?" Tanpa malu pula, Lisa ikut berteriak.Aku dan para warga hanya bisa diam, menyaksikan drama yang dibuat oleh sampah-sampah ini. Bahkan sebagian ada yang mengompori, agar keduanya semakin panas. Tak lupa, rata-rata dari mereka memegang handphone, tentunya untuk mengabadikan moment yang jarang terjadi ini.Mereka berdua saling menyalahkan, tanpa sadar jika keduanya kini menjadi tontonan, layaknya topeng monyet."Ya itu...itu lah bukti jika kamu itu perempuan murahan! Tanpa diberi uang pun, kamu mau saja saat ku rayu! Ingat ya, kamu yang lebih dulu menggoda aku dengan kerlingan nakal dan pakaian seksimu itu! Sudah sekarang kamu pergi! Karena sampai kapanpun, aku tak akan menceraikan Nita, dia adalah cinta sejatiku!" ucap Mas Budi lagi.Rasanya tanganku ini sudah gatal, ingin menampar mulut suamiku itu. Berkata aku cinta sejatinya, tapi malah berselingkuh dengan sepupuku. Namun, hal ini masih kutahan, karena aku ingin mereka mengungkap keburukannya sendiri di depan para warga ."Cinta sejati?! Mulutmu memang tak bisa dipercaya Mas! Kalau cinta sejati, kenapa kamu melakukan hal ini denganku, pastinya pun di luar kamu punya banyak perempuan lain, sepertiku!Apa kamu yakin, mau mengusirku hanya demi perempuan jelek yang mandul ini?! Perempuan pembawa sial!" ucap Lisa sembari menatapku dengan tatapan menghina.Plakkk PlakkSebuah tamparan sontak kuhadiahkan padanya, karena aku tak terima dengan ucapannya."Sudah cukup, aku tak ingin lagi mendengar sandiwar kalian. Cepat pergi dari rumahku, sekarang juga!" teriakku dan kali ini aku tak main-main.Bab 38Setelah Lisa dirawat beberapa hari di rumah sakit, gadis itu pada akhirnya diperbolehkan untuk pulang oleh dokter. Namun dengan satu syarat bahwa dia harus menjalani perawatan rutin ke rumah sakit.Mereka semua kini telah sampai di rumah dan Lisa dirawat di rumah Retno. Apalagi tak ada satupun orang yang mau merawatnya sama sekali. Hanya Nita dan ibunya saja yang bersedia."Lisa, kalau nanti kamu butuh sesuatu panggil saja Mbak atau Bibi."Wanita muda itu tampak menganggukkan kepalanya perlahan dan membiarkan sesosok perempuan yang baru saja bicara padanya itu menutup pintu kamar.Setelah Nita memastikan keadaan sepupunya itu baik-baik saja dan merasa nyaman di dalam kamar. Dia memutuskan untuk kembali dan menemui ibunya. Apalagi saat ini ada tamu tak diundang yang terus saja mengikutinya.Pandangan kita mengarah tajam ke arah ruang tamu. Ada Dimasta yang tengah asik mengobrol dengan Bu Dewi.Perlahan wanita itu mendekat namun tatapan tajamnya tak kunjung menghilang sama sekali
Bab 37Nita datang kembali ke rumah sakit untuk bergantian menjaga Lisa. Pagi tadi ibunya telah pulang lebih dulu ke rumah.Setelah sampai di rumah sakit wanita itu segera pergi ke ruang rawat sepupunya. Saat membuka pintu ruang rawat Lisa, gadis itu terlihat termenung seolah telah mendapatkan begitu banyak kehancuran di dalam hidupnya.Nita menghela nafas perlahan sambil meletakkan barang bawaannya. Dia lantas menarik kursi dan duduk tepat di samping ranjang Lisa."Gimana keadaan kamu, Lis? Udah lebih membaik?"Lisa melirik sekilas tapi sayangnya gadis itu tak mengatakan apapun. Bahkan bibirnya kini terlihat semakin pucat dengan raut wajah yang tak memiliki semangat sedikitpun untuk melanjutkan hidup."Kalau kamu butuh sesuatu jangan sungkan untuk minta sama Mbak dan Bibi, ya?"Lisa terkekeh pelan. Tiba-tiba saja gadis itu merasakan kengerian di dalam dirinya karena kini justru dirawat oleh orang-orang yang sempat dia sakiti."Mbak, kamu nggak perlu bersikap baik padaku.""Kenapa? Ap
Dada Lisa terasa semakin bergemuruh. Saat ini dia memang masih belum yakin kalau kakaknya telah meninggal. Tapi satu hal yang pasti, Mbak Linda tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah sakit apalagi sampai membiarkan dirinya berada di tangan Nita dan Bu Dewi.Tangisan Lisa kembali pecah dan dia tak bisa membendungnya lagi. Seberapa banyak dia mencoba untuk tak lagi menangis tetap saja rasanya sulit karena dirinya frustasi.Saat ini dia telah lumpuh dan Mbak Linda juga sudah meninggal. Lisa hanya bisa meratapi tangisnya. Nita tiba-tiba memeluknya, Lisa awalnya mencoba untuk berontak tapi nyatanya dia tak bisa menggerakkan tubuh sama sekali.Alhasil dia menangis dipelukan Nita, wanita yang sangat dibencinya.Di luar ruangan, Bu Dewi dan Dimasta terlihat tersenyum melihat pemandangan yang cukup mengejutkan. "Syukurlah, sepertinya semuanya kan baik-baik saja.""Iya, Bu. Dimas harap juga gitu," cicit Dimasta.Bu Dewi sejujurnya karena pria muda itu putrinya. Bukan satu dua kali saja
"Aku lumpuh, 'kan? Kenapa Bibi nggak jujur padaku?!"Tangis Lisa kembali pecah ketika wanita itu sadar keadaannya memprihatinkan. Hidupnya benar-benar hancur karena dia bahkan tak bisa lagi menggerakkan tubuhnya."Dimana Mbak Linda? Kalian berbuat apa sama Mbak Linda?!"Satu-satunya hal yang ingin diketahui oleh Lisa hanyalah keadaan kakaknya. Namun satu hal yang tidak diketahui oleh wanita muda itu, Linda kini telah meninggal dunia.Bibir Bu Retno rasanya begitu berat untuk terbuka. Bagaimana caranya dia bisa menjelaskan tentang keadaan yang telah terjadi?Sebelum dia berhasil membuka suara, pintu ruangan kembali terbuka dan menampakan sosok Nita. Wanita itu bahkan datang dengan seorang pria yang tak lain adalah Dimasta."Nita? Kenapa kamu balik lagi, Nduk?"Nita menghela napas berat. "Gimana mungkin aku tetap berada di rumah, Bu? Biar aku saja yang bicara sama Lisa."Bu Dewi tampak mengangguk pelan. Sedangkan Nita kini berjalan mendekati sepupunya yang masih menangis di atas ranjang
Lisa tampak mengerjapkan matanya beberapa kali. Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari kejauhan yang cukup samar."Lisa ... kamu udah bangun, Nduk?"Lisa memperjelas penglihatannya secara perlahan-lahan dan saat itulah matanya kembali membulat dengan sempurna ketika melihat sosok Bu Dewi."Bibi? Kenapa Bibi ada disini?!"Bukannya merasa senang, Lisa justru makin merasa kesal karena dia ingin sekali bertemu dengan Linda.Lisa juga merasa takut jika sesuatu yang buruk terjadi padanya karena Lisa hanya percaya pada Linda.Bu Dewi tampak terkejut ketika mendapatkan sikap kasar Lisa. Tapi wanita paruh baya itu tahu kalau keponakannya saat ini tengah dalam keadaan yang buruk."Lisa tenang dulu, ya? Bibi panggilkan dokter," ujarnya.Lisa hanya diam. Wanita itu memilih untuk memalingkan wajahnya. Tapi setelah pintu tertutup, Lisa kembali berpikir untuk mencari cara agar bisa menyelamatkan dirinya.Wanita muda itu kembali mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Tapi sekali lagi dia dikejut
Bab 33Bu Dewi terlihat tergopoh-gopoh menghampiri anaknya. Nita masih duduk tepat di depan ruangan Lisa. Namun wanita itu segan untuk masuk kembali karena takut jika sepupunya akan marah. Walaupun Lisa kini sudah ditenangkan, Nita masih saja merasa bersalah."Nita," panggil Bu Dewi.Nita menoleh, seketika pula dia beranjak dan memeluk erat tubuh ibunya. Sudah cukup baginya untuk pura-pura kuat, Nita tak tahan lagi.Bu Dewi segera mengelus pelan pundak anaknya. Dia tahu kalau anaknya memang sering kali menyalahkan diri sendiri atas segala hal yang terjadi."Sudah, Nita ... Sudah! Mau sampai kapan kamu nangis seperti ini?"Nita mengusap sudut matanya. Ucapan Bu Dewi barusan benar. Dia memang tak pantas menangis terus. Tapi nyatanya dia ketakutan saat ini.Nita segera melepas pelukan. Ditatapnya lekat sosok sang ibu dengan sudut mata yang berair."Gimana kondisi Lisa?""Dia kayaknya masih tidur, Bu. Mungkin dua jam lagi sadar," ujar Nita.Bu Dewi menghela napas berat. "Kamu pulang aja