Share

Bab 6

Penulis: Stary Dream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-30 17:18:59

Andara terkejut ketika ia ditegur oleh seseorang. Wanita ini reflek menjatuhkan piring yang ada di tangannya hingga pecah membentur lantai.

"Oh, maaf.." ucap Andara gemetaran. Dia lalu duduk memunguti serpisahan kaca yang terbelah. Saking gugupnya, tangan Andara sampai terkena ujung yang tajam.

"Sudah jangan dibereskan!" Seru Gilang menahan tangan Andara. Dia lalu memanggil pelayan.

Tangan Andara lalu ditekannya menggunakan sapu tangan. Untung saja pria ini membawa selalu sapu tangan di kemejanya.

Oleh karena kehebohan ini, Yanti sampai menuju area meja makan dan mendapati menantunya yang tengah terduduk.

"Andara! Ya, ampun!"

Yanti lalu melihat apa yang terjadi. "Kamu mecahin piring?"

Huda yang mendengar keributan pun ikut datang dan melihat istrinya yang tengah terduduk. Dimana ada Gilang yang sedang memegang jari Andara menggunakan sapu tangan.

"Ada apa ini?" Tanya Huda memburu tubuh Andara.

Melihat Huda mendekat, barulah Gilang melepaskan tangannya.

"Aku nggak sengaja memecahkan piring, mas." Jawab Andara tersendat.

"Kamu itu bagaimana? Kok bisa sih?" Gerutu Huda. Dia lalu mengajak istrinya bangkit dari duduk dan menatap Gilang. "Maaf, mas Gilang. Nanti aku ganti piring yang pecah."

"Nggak usah dipikirkan soal piring itu." Balas Gilang santai. Dia lalu menatap pergelangan tangan Andara yang terlihat memerah. "Bawa saja istrimu ke rumah sakit. Kayaknya dia nggak enak badan."

"Kamu sakit?" Tanya Gilang.

Andara menggeleng cepat. "Nggak kok, mas."

Yanti yang melihat kejadian ini menjadi tak enak hati. Dia lalu meminta maaf pada semuanya.

"Maaf ya, Gilang. Andara udah buat keributan."

"Nggak kok, tante. Santai aja."

Gilang sesekali menatap Andara yang tengah tertunduk itu. Terlihat tangannya masih gemetaran.

"Lebih baik bawa Andara ke rumah sakit aja. Takut lukanya dalam."

Huda mengangguk dan berpamitan. Dia menyingkir membawa Andara ke dalam mobilnya.

Sementara, Yanti tak berhenti mengomel ketika dalam perjalanan pulang. Padahal, dia belum selesai bercerita dengan Rumai.

"Sudahlah, bu.." Huda jadi jengah mendengar ocehan ibunya.

"Ya gimana lagi. Udah lama ibu sama bu Rumai nggak ketemu. Sekalinya ketemu malah nggak bisa lama."

Huda hanya berdecak kesal. Sebenarnya dia sama kesalnya. Padahal, disana tadi adalah kesempatannya bertemu dengan para pebisnis handal. Tapi semua teralihkan karena Andara.

"Antar ibu pulang dulu aja. Baru kalian ke rumah sakit."

Setelah mengantar Yanti pulang ke rumahnya, Andara meminta suaminya langsung pulang ke rumah saja.

"Kamu yakin nggak mau ke rumah sakit?"

"Aku nggak apa-apa, mas."

"Sudah dilihat belum lukanya?" Tanya Huda memastikan. Jangan sampai dia repot bolak balik mengantar istrinya.

"Cuma luka kecil, mas."

"Baguslah kalau begitu. Kita bisa langsung pulang."

Sesampainya di rumah, Andara mencuci tanannya yang terkena pecahan piring tadi. Untunglah luka itu tidak terlalu dalam sehingga tidak telalu mengkhawatirkan.

Setelah dibersihkan, Andara mengoleskan luka kecil itu dengan salep dan baru masuk ke kamarnya sendiri.

"Mau kemana, mas?" Tanya Andara. Rasanya baru saja tiba tapi suaminya malah berganti pakaian rapi lagi.

"Ke kantor sebentar."

Andara hendak bertanya, tapi suaminya seperti menepis tatapannya.

"Hati-hati di jalan kalau begitu."

Selepas kepergian Huda, Andara berbaring di tempat tidurnya. Tubuh ini masih terasa gatal. Bahkan bentolnya sudah menyebar ke seluruh kakinya.

Biasanya jika alerginya kumat, Andara memilih untuk beristirahat. Alergi itu akan hilang sendiri jika dia sudah tertidur.

Namun yang menjadi masalah adalah perut Andara yang sakit. Sejak pagi dia tak memakan apapun, ketika siang ini ingin menyantap makanan lezat malah ada insiden yang tak mengenakkan. Terpaksa Andara menahan rasa laparnya. Nanti malam saja dia memasak. Dia takut jika masak sekarang, maka suaminya malah memakan makanan sisa darinya.

Sementara Huda malah berbohong. Siapa juga yang mau ke kantor di hari libur begini? Dia malah pergi ke sebuah tempat. Hari ini ada temu alumni dengan teman SMAnya. Dia pun melakukan reuni di sebuah cafe yang ada di pusat kota.

"Sendirian aja! Istrimu mana?" Tanya Rafa ketika sahabatnya baru saja muncul.

"Di rumah. Nggak enak badan. Apa kabarmu?"

"Baik. Wah.. selamat ya, kudengar kamu sudah menduduki jabatan manajer."

Huda lalu terkekeh. "Biasa aja."

"Itu namanya luar biasa. Kalau begitu, selamat untukmu!"

Selesai bertemu dengan teman satu sekolahnya, Huda kembali ke rumah dan menjalani hidup yang membosankan.

Bekerja lalu pulang ke rumah. Setiap hari Huda sampai hapal apa saja yang akan disiapkan istrinya. Saking hapalnya, Huda sampai enggan bertanya. Tak ingin membuka mulut hanya untuk sekedar bertukar rasa.

Di sisi lain, Andara masih merasa sakit di seluruh tubuhnya. Sepanjang malam dia merasa sesak karena alergi ini. Dia pikir bentol-bentol ini akan hilang karena istirahat. Rupanya dia salah.

Seperti biasa di awal minggu, Andara membeli sayur di tukang sayur langganannya. Oleh karena tak punya uang untuk membeli obat alergi, Andara bertanya dengan tetangga yang sedang membeli sayuran seperti dirinya.

"Obat herbal begitu ya maksudnya, mbak Andara?" Ibu yang terlihat baik hati itu nampak berpikir. "Oh, aku ingat. Dulu pas anakku habis lahiran dia suka alergi. Akhirnya aku beliin dia jamu. Alhamdulillah udah nggak lagi sekarang."

"Jamu apa ya, bu?"

"Jamu kunyit. Memang siapa yang alergi, mbak?"

"Bukan siapa-siapa. Saya cuma nanya aja." Jawab Andara.

Setelah mendapatkan saran dari tetangga yang baik hati, Andara membeli jamu yang dimaksud. Untunglah ada tukang jamu yang sering keliling di komplek ini. Dia pun bisa membeli jamu segelas dari hasil sisihan uang belanjanya.

"Andara!" Seru Huda ketika baru saja tiba.

"Aku disini." Andara muncul dari dapur ketika suaminya baru saja pulang. Seperti biasa, wanita ini akan menyalimi suaminya dan mengambil tas kerjanya.

"Nanti hari sabtu kamu ikut aku. Perusahaan ulang tahun yang ke 15. Jadi akan ada perayaan di hotel bintang lima."

"Aku diajak, mas?"

"Iya. Masalahnya semua orang bertanya tentangmu. Masa aku bawa wanita lain untuk pura-pura jadi istriku." Jawab Huda begitu entengnya.

"Iya, aku akan datang."

"Dandan yang cantik. Pakai baju yang bagus."

Andara hanya bisa menghela nafas panjang. Kalau soal itu dia tidak janji.

Sudah beberapa tahun ke belakang Andara tak pernah membeli skincare lagi. Alat make upnya pun sudah hampir habis. Nah, lebih tepatnya ada yang sudah kadaluwarsa. Padahal ketika masih bekerja sebagai sekretaris dulu, Andara tak pernah lepas dari make upnya.

Sampai hari sabtu itu tiba, Andara termenung menatapi lemari pakaiannya. Baju yang rata-rata gamis ini sudah lama sekali bertengger disana. Mungkin usianya sudah lebih dari 10 tahun.

Andara tak ingat kapan dia terakhir membeli pakaian. Adapun waktu itu dia menginginkan gamis yang baru, Huda malah menghardiknya dengan kata-kata boros.

Akhirnya setelah lama terpekur, Andara memilih setelan berwarna coklat. Gamis berenda dengan hijab coklat muda. Wajah ini dipoles tipis dengan lipstik yang hampir habis.

Setelah itu, dia mengikuti Huda ke perayaan ulang tahun Perusahan di hotel ternama.

Satu per satu pegawai memberikan salam pada Andara. Bagi pegawai pria mungkin mereka melihat Andara biasa saja. Namun bagi wanita, mereka terperangah.

Seperti itu kah penampilan dari istri manajer? Kenapa kolot sekali..

Gamis yang lusuh dan juga wajah yang terlihat pucat. Belum lagi sepatunya terlihat mengelupas di bagian depannya. Nah, tas tangan yang dipegang itu juga keluaran dari merek terlama. Apakah Andara ini menyukai barang vintage? Atau memang terlalu hidup sederhana.

"Selamat malam, Pak Huda, Bu Andara."

Andara menoleh pada wanita cantik yang baru saja menyapa mereka. Wanita muda yang memakai gaun berwarna hitam. Rambutnya panjang terurai dengan anting berlian manis yang berada di daun telinganya.

"Selamat malam, Tiara. Sayang, ini sekretarisku."

Tiara mengulurkan tangannya dan menjabat tangan istri sang manajer.

"Tiara, kamu ajak istri saya berkenalan dengan pegawai wanita lainnya. Saya mau berbincang dengan pak Kamal dulu."

"Mari, ikut saya, bu." Ajak Tiara.

Wanita ini membawa Andara berkeliling dan mengenalkannya satu per satu pada pegawai di perusahaan ini.

Andara hanya mengangguk dan tersenyum lalu bicara seadanya. Seolah dia sedang tersesat dalam dunia yang berbeda.

"Cantik banget warna lipstikmu. Merek apa itu?" Tanya pegawai wanita kepada Tiara.

"Iya baru beli kemarin." Tiara tertawa. "Merek glossy."

"Duh! Itu kan mahal banget!" Serunya.

"Iya memang mahal. Ini aja aku beli dari bonus yang dikasih sama pak Huda. Kalau nggak begitu mana sanggup aku belinya."

"Kamu dikasih bonus sama pak Huda?" Tanya wanita itu penasaran. "Berapa?

Andara pun sampai menajamkan pendengarannya. Mungkin mereka tak sadar jika sedang mengatakan itu di hadapan Andara.

"Dua juta. Katanya bonus atas kerja kerasku!" Tiara mengatakan itu sambil tertawa.

Sementara, Andara langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

Huda memberikan uang untuk wanita lain dalam jumlah yang begitu besar. Sementara dirinya.. hanya cukup dinafkahi 200 ribu saja perbulannya. Sungguh keterlaluan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aya Aisyah
Dasar suami tak tau malu...liat istrinya dandan udah ketinggakan zaman tetep aja pura2 bego. Itu orang lain bisa menilai suaminya kayak apa. Andara...sadarlah kau,tinggalkan suamimu yg pelit itu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 33 (Kehidupan Baru)

    "Mas Huda.."Hampir terlepas tas tangan yang dipegang Andara saat ini. Keadaan Huda sungguh berbeda dari setahun yang lalu ketika mereka terakhir bertemu. Huda yang dulunya gagah kini terlihat ringkih dengan punggung yang sedikit membungkuk. Begitu juga dengan wajah yang tak lagi terlihat bersih dengan terpancar pilu. Keadaan Huda sekarang mengingatkan Andara pada dirinya saat dulu. Ketika dia tengah berjuang dengan penyakit autoimunnya.Sedangkan, Huda menatap Andara dengan takjub. Setelah lepas darinya, Andara berubah menjadi angsa putih yang menawan. Lihatlah tubuhnya yang langsing berisi, kulit yang begitu putih dan terawat. Oh, sejatinya Andara telah salah memilih suami."Apa kabar, Dara?" Tanya Huda penuh keharuan."Baik. Mas apa kabar?""Aku juga. Maafkan aku karena tak memberi tahu jika akan kemari. Aku hanya merindukan anakku.""Darimana mas tahu alamat rumah kami?""Aku sebenarnya pergi ke kampung halamanmu dan mencari kalian di rumah mama. Tapi, kata mama kalian sudah pind

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 32

    Sejenak Huda merasa dunianya berhenti berputar. Andara, istri yang menemaninya selama sepuluh tahun ini. Wanita yang baru ia sadari jika masih dicintainya. Ya. Huda sempat kehilangan rasa pada istrinya. Terlebih karena penampilan Andara yang tak mampu mengimbanginya. Namun rupanya, itu bukan karena salah Andara. Diam-diam Andara menyimpan luka akibat torehan dari suaminya sendiri. Berharap jika Huda mengerti dan memahami kondisi sulit yang dialami Andara. Tapi, bagaimana mau mengerti kalau Huda saja tak pernah memandang Andara selama ini?Huda yang begitu sombong dan mencintai diri sendiri. Menginjak kepala istrinya dan menganggap bahwa perkataan Andara itu tidak penting. Tugas suami yang harusnya memuliakan istrinya malah mencabik harga diri Andara hingga jatuh berkeping-keping.Huda yang bersalah di masa lalu. Tega menyakiti hati istrinya, menduakan cintanya dengan wanita lain ketika Andara tengah berjuang dengan penyakitnya. Sekarang penyesalan itu datang dan menyelimuti.Di tempa

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 31

    Sudah kurang lebih dua bulan Huda memperjuangkan kasusnya, namun hilal kemenangan belum terlihat. Sesuai janji Tiara, wanita itu memang ingin sekali menghancurkannya.Rumah milik Huda sudah dijual untuk membayar jasa dua pengacaranya. Belum lagi untuk menyuap hakim dan jaksa. Tapi tetap saja itu tak bisa membuat Huda terbebas dari sel sialan ini!"Gimana kabar Randa, bu?" Tanya Huda ketika Yanti kesekian kalinya datang berkunjung."Ibu kurang tahu soal itu.""Aku merindukannya.." lirih Huda. Dalam hati kecil ini, ia juga merindukan Andara. Tapi tak tahu apakah diri ini masih pantas untuk bersitatap dengan istrinya."Nggak usah kamu pikirkan soal itu. Jika memang Andara masih menganggap kamu sebagai ayah dari anaknya, harusnya dia datang kemari dan mengunjungimu.""Jangan!" Jawab Huda tersendat. "Aku malu jika dia datang kemari.""Kenapa? Bukannya tugas istri harus selalu ada di masa sulit dan senangnya suami?""Tapi, ini semua terjadi karena kesalahanku, bu. Aku yang tidak setia dan m

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 30

    "Cukup!" Gilang yang sudah habis kesabaran memamdang sengit Yanti dan Huda bergantian."Kamu sadar apa yang kamu lakukan, Huda? Istrimu ini sedang sakit!""Aku tahu, mas." Huda jadi tak suka ditegur oleh orang yang tak memiliki hubungan keluarga dengannya. "Tapi ini istriku dan aku berhak mengambil keputusan mengenai dirinya.""Termasuk membiarkan dia sakit selama ini?" Gilang mematap tajam. "Sudah berapa kali Andara masuk rumah sakit dan kamu menepisnya? Sekarang aku tidak akan membiarkannya lagi!""Kamu itu bukan keluarga, Gilang! Jadi kamu nggak ngerti!" Seru Yanti membela putranya. "Kami bukan membiarkan Andara sakit. Tapi, lihat-lihat juga biaya pengobatannya. Apalagi Andara memilih kamar VIP begini! Darimana Huda mau membayarnya sedangkan kebutuham yang lain juga banyak?"Astuti ingin maju lagi melabrak besannya tapi langkahnya tertahan setelah Gilang mengangkat tangannya."Kalian berdua keberatan mengenai biaya pengobatan Andara, kan? Jangan khawatir. Saya akan membayar semuan

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 29

    "Code blue.. code blue.."Suara itu terdengar nyaring dari speaker yang berada di atas. Huda sampai bangkit berdiri menatap petugas yang memakai baju biru itu menyibukkan dirinya. Ada yang mengganti oksigen, ada yang membawa trolly emergensi dan juga ada petugas yang naik ke tubuh wanita kurus yang ada di sebrang ruang Andara.Mereka tampak sibuk menyelamatkan wanita yang tengah berjuang di masa kritis. Jelas Huda melihat seorang dokter yang naik ke ranjang dan memberikan pijat kompresi di dada pasien wanita tersebut.Deg!Huda merasakan sekujur tubuhnya menjadi ngilu, reflek dia menggenggam tangan Andara yang masih tertidur lelap."Masukkan obat!" Perintah salah satu di antara mereka.Huda menyaksikan pemandangan tersebut. Sebuah pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya namun biasa bagi orang yang bekerja disini.Sampai akhirnya.. "Cukup!" Teriak seorang pria yang tampak menangis. "Kasihani istri saya. Biarkan dia pergi!"Sejenak petugas saling memandang hingga akhirnya mereka

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 28

    "Dara!"Astuti menyentuh pipi anaknya berkali-kali. Andara begitu pucat. Wajahnya bersimbah peluh dengan tarikan nafas yang begitu cepat.Gilang memencet bel untuk memanggil petugas, karena tak sabar, Gilang sampai memanggil ke depan agar para perawat datang untuk melihat kondisi Andara yang sesak hebat.Satu perawat menghambur memberikan oksigen. Yang lainnya sibuk memeriksa tanda vital. Tak lama, seorang dokter datang untuk melakukan pemeriksaan. Setelah itu, Andara dipindahkan ke ICU karena mengalami perburukan. Setelah dilakukan rontgen, terdapat infeksi di paru-parunya. Sebuah efek dari autoimun yang ia alami.Astuti tak tahan untuk tidak menumpahkan tangisannya. Bersama Randa, keduanya berpelukan. Randa juga belum sanggup kehilangan mamanya. Anak kecil ini terus memanggil Andara.Di sebrang sana, Gilang mengisi proses administrasi di ruang ICU. Mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan selama Andara dirawat disana."Andara bisa melewati ini semua kan, dok?" Gilang jadi cemas meliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status