Share

Bab 5

Author: Stary Dream
last update Huling Na-update: 2025-09-02 18:12:31

Huda tersenyum lagi memandang ponselnya. Pesan baru masuk dari sekretarisnya, Tiara. Bukan melaporkan pekerjaan melainkan wanita itu mengirimkan beberapa foto hasil belanja dia hari ini.

"Terima kasih atas rezekinya, pak. Hari ini saya bisa belanja skincare dan alat make up." Tulisnya dengan emoticon full senyum.

Huda memalas pesan tersebut dengan sama manisnya.

Ah, dasar wanita. Mereka sama saja. Tidak bisa mendapat uang sedikit maka yang dipikirkan pasti berbelanja.

Huda melirik sisi tempat tidurnya dimana Andara yang tengah memunggunginya. Pria ini pun berdeham.

"Dara. Kalau aku minta sesuatu, boleh nggak?"

Andara membuka selimut yang menutupi kepalanya lalu menatap Huda.

"Minta apa, mas?" Tanyanya dengan suara yang serak dan mata yang memerah.

"Aku mau nikah lagi."

Andara menatap suaminya dengan nanar. Berusaha mencerna ucapan Huda barusan.

"Aku bosan denganmu. Lihatlah dirimu. Usiamu baru 35 tahun tapi ubanmu sudah dimana-mana. Wajahmu juga nggak semulus dulu. Apa kamu nggak bisa dandan lagi demi suamimu?"

Andara beringsut bangun dan kembali menatap suaminya. Wajah itu terlihat dingin. Tak ada rasa keterkejutan walaupun barusan Huda menyinggung dirinya.

"Siapa wanita itu?"

"Ada, deh. Kamu nggak kenal. Cantik pokoknya. Lebih dari kamu." Huda mengulum senyumnya.

"Silahkan. Aku nggak melarang."

"Eh!" Huda terlonjak kaget. "Jadi kamu izinkan aku menikah lagi?"

Andara kembali mengangguk dengan raut wajah tanpa ekspresi.

"Asalkan kamu bahagia."

Andara hendak berbaring lagi dan menarik selimut tapi tangannya di tahan oleh Huda. Pria ini tertawa. Bahkan terbahak.

Andara sampai mengernyit ketika melihat kelakuan suaminya.

"Aku cuma bercanda, sayang!" Huda langsung menarik istrinya dalam pelukan. "Mana mungkin juga aku menduakanmu. Aku itu cinta sekali padamu."

Kepala Andara dibawanya ke dalam dada, dielusnya dengan kasih sayang. Terakhir, Huda memberikan kecupan di dahi itu.

"Jangan dipikirkan, ya! Aku tadi cuma main-main aja. Sekarang tidurlah."

"Iya."

Andara masuk lagi ke dalam selimutnya dan menutup kepalanya. Sedangkan, Huda menatap istrinya yang terlelap memunggunginya itu.

Terbit sebuah perasaan aneh di hati Huda. Andara tak lagi seperti dulu. Dia baru sadar jika Andara tidak pernah tertawa lagi. Tersenyum juga jarang. Ia seperti sudah kehilangan semuanya.

"Mungkin dia merindukan Randa." Tebak Huda. Jadi itu penyebab istrinya terlihat sedih.

Sedangkan, air mata Andara diam-diam mengalir dari pelupuknya. Wajahnya mungkin datar, matanya bisa berbohong tapi hati ini terasa sakit. Ucapan Huda yang membandingkan dirinya dengan wanita lain itu bak sebilah pisau yang menghancurkan harga dirinya.

Tapi, percuma jika Andara merengek atau menangis. Huda tak akan pernah mau mengerti. Lagipula, Andara juga tak berminat lagi bertingkah demikian. Hati ini sudah lama mati rasa akan suaminya.

Beberapa hari kemudian, Huda mengajak istrinya ke acara syukuran rumah baru Gilang. Pria itu akhirnya menetap di Jakarta setelah betahun-tahun merantau di Pulau Bangka.

"Terima kasih sudah datang." Sapa Rumai, ibu dari Gilang. Walau usianya hampir 60 tahun, tapi Rumah masih memancarkan kecantikan yang luar biasa. Kulitnya saja masih kencang.

"Kami yang harusnya berterima kasih karena sudah di undang, rupanya bu Rumai masih ingar dengan kami." Balas Yanti manis.

"Apa ini Andara?" Tanya Rumai pada wanita berhijab yang berdiri di belakang Yanti.

"Iya. Ini Andara, istrinya Huda."

Andara lalu mendekat dan menyalimi Rumai.

"Selamat atas rumah barunya, tante."

Rumai lalu terkekeh. "Bukan rumah tante. Tapi rumahnya Gilang."

"Bukannya sama aja? Kan Gilang belum menikah juga." Sela Yanti sambil tertawa.

"Beda. Jangan disamakan milik orang tua dan milik anaknya." Ucap Rumai sambil tersenyum yang membuat Yanti terdiam.

Sementara diluar sana, Huda bertemu dengan para petinggi perusahaan timah. Itu karena Gilang yang tak hanya mengundang tetangga dan keluarga saja. Tapi juga kolega bisnisnya.

Huda jadi tenggelam dalam obrolan bisnis para pejabat perusahaan tersebut. Ia pun tampil penuh percaya diri karena memiliki jabatan sebagai seorang manajer di perusahaannya.

"Kalau begitu silahkan dicicipi dulu hidangannya." Tawar Gilang kepada semua yang hadir.

Kali ini, Huda terperangah. Catering yang disediakan bukan yang biasa melainkan dari restoran bintang lima. Jelas hidangan ini menyesuaikan dengan tamu yang hadir.

"Halo, tante. Apa kabar?" Sapa Gilang pada Yanti yang tengah mengobrol dengan ibunya.

"Baik sekali, nak. Wah sekarang kamu udah hebat, ya! Udah jadi manajer!"

"Huda pun juga. Lebih hebat lagi malah." Puji Gilang yang membuat Huda berbunga.

"Tapi, sayang.. kamu masih betah ngebujang. Inget umurmu dong, nak! Lihatlah Huda, anaknya malah udah sekolah."

"Ibu.." tegur Huda. Bisa-bisanya Yanti berkata terus terang begitu.

Mendengar ucapan Yanti, Gilang terkekeh.

"Abisnya semakin berumur semakin susah nyari pasangan yang cocok. Lebih takut kalau pernikahan itu nanti malah jadi bumerang. Yang ada malah saling menyakiti." Pemikiran seperti itulah yang membuat Gilang belum mau menikah.

Padahal secara usia, dia sudah mumpuni. Gilang tahun ini berusia 40 tahun. Ketika pesona pria matang tengah terpancar pada usia tersebut. Tapi, semakin bertambah usianya semakin sulit juga mencari pasangan. Dia takut tidak bisa menemukan pasangan yang satu tujuan dengannya.

"Ah, itu mah cuma anggepan kamu aja! Kalau kamu mau, itu banyak perempuan diluar sana yang rela antri demi kamu. Kasihan ibumu pasti mau nimang cucu."

"Nggak masalah. Kalau saya sih yang penting Gilang bahagia saja." Sahut Rumai sambil tersenyum.

Huda langsung memberi kode melalui matanya agar Yanti berhenti bicara. Apalagi menyinggung soal sensitif seperti ini, Huda takut Gilang tersinggung.

"Pak Gilang, terima kasih atas jamuannya. Kami permisi dulu." Tegur salah seorang pria berpamitan kepada Gilang.

"Terima kasih sudah datang pak Erwin."

Gilang lalu mengantar tamunya sampai ke depan.

"Mana Andara, bu?" Tanya Huda dengan mata yang berkeliling mencari istrinya.

"Lagi ambil makanan."

Satu per satu tamu yang hadir berpamitan pada Gilang. Pria ini pun memberikan rasa terima kasihnya pada koleganya yang tengah hadir. Setelah itu, dia masuk ke tempat meja makan dimana masih ada beberapa tamu yang menyantap makanannya. Gilang pun menyapa mereka satu per satu.

Andara masih memandang lauk yang beraneka ragam. Baik daging, ayam, udang, ikan dan juga jenis masakan sayuran yang sudah lama sekali tak disantapnya. Ia lalu mengambil piring dan memeganginya erat.

Namun, ia masih tertegun karena rasa gatal ini. Sudah satu tahun ke belakang, Andara mengalami hipersensitivitas. Tubuhnya memiliki reaksi alergi terhadap sesuatu. Bukan karena makanan tapi karena aktivitas. Bisa karena terlalu lelah dan kurang istirahat. Bahkan stress pun bisa membuat Andara mengalami kondisi ini.

Andara menyingkap sedikit gamis yang dipakainya di daerah lengan. Beberapa bentol memanjang terlihat dari siku hingga pergelangan tangannya. Begitu merah dan gatal hingga membuat Andara sedikit mengusapnya. Bibirnya juga tiba-tiba terasa kebas dengan kepala yang sedikit pusing berputar.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya seseorang yang membuat Andara begitu terkejut.

Piring yang ada ditangannya sampai terlepas dan pecah menyentuh lantai.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 33 (Kehidupan Baru)

    "Mas Huda.."Hampir terlepas tas tangan yang dipegang Andara saat ini. Keadaan Huda sungguh berbeda dari setahun yang lalu ketika mereka terakhir bertemu. Huda yang dulunya gagah kini terlihat ringkih dengan punggung yang sedikit membungkuk. Begitu juga dengan wajah yang tak lagi terlihat bersih dengan terpancar pilu. Keadaan Huda sekarang mengingatkan Andara pada dirinya saat dulu. Ketika dia tengah berjuang dengan penyakit autoimunnya.Sedangkan, Huda menatap Andara dengan takjub. Setelah lepas darinya, Andara berubah menjadi angsa putih yang menawan. Lihatlah tubuhnya yang langsing berisi, kulit yang begitu putih dan terawat. Oh, sejatinya Andara telah salah memilih suami."Apa kabar, Dara?" Tanya Huda penuh keharuan."Baik. Mas apa kabar?""Aku juga. Maafkan aku karena tak memberi tahu jika akan kemari. Aku hanya merindukan anakku.""Darimana mas tahu alamat rumah kami?""Aku sebenarnya pergi ke kampung halamanmu dan mencari kalian di rumah mama. Tapi, kata mama kalian sudah pind

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 32

    Sejenak Huda merasa dunianya berhenti berputar. Andara, istri yang menemaninya selama sepuluh tahun ini. Wanita yang baru ia sadari jika masih dicintainya. Ya. Huda sempat kehilangan rasa pada istrinya. Terlebih karena penampilan Andara yang tak mampu mengimbanginya. Namun rupanya, itu bukan karena salah Andara. Diam-diam Andara menyimpan luka akibat torehan dari suaminya sendiri. Berharap jika Huda mengerti dan memahami kondisi sulit yang dialami Andara. Tapi, bagaimana mau mengerti kalau Huda saja tak pernah memandang Andara selama ini?Huda yang begitu sombong dan mencintai diri sendiri. Menginjak kepala istrinya dan menganggap bahwa perkataan Andara itu tidak penting. Tugas suami yang harusnya memuliakan istrinya malah mencabik harga diri Andara hingga jatuh berkeping-keping.Huda yang bersalah di masa lalu. Tega menyakiti hati istrinya, menduakan cintanya dengan wanita lain ketika Andara tengah berjuang dengan penyakitnya. Sekarang penyesalan itu datang dan menyelimuti.Di tempa

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 31

    Sudah kurang lebih dua bulan Huda memperjuangkan kasusnya, namun hilal kemenangan belum terlihat. Sesuai janji Tiara, wanita itu memang ingin sekali menghancurkannya.Rumah milik Huda sudah dijual untuk membayar jasa dua pengacaranya. Belum lagi untuk menyuap hakim dan jaksa. Tapi tetap saja itu tak bisa membuat Huda terbebas dari sel sialan ini!"Gimana kabar Randa, bu?" Tanya Huda ketika Yanti kesekian kalinya datang berkunjung."Ibu kurang tahu soal itu.""Aku merindukannya.." lirih Huda. Dalam hati kecil ini, ia juga merindukan Andara. Tapi tak tahu apakah diri ini masih pantas untuk bersitatap dengan istrinya."Nggak usah kamu pikirkan soal itu. Jika memang Andara masih menganggap kamu sebagai ayah dari anaknya, harusnya dia datang kemari dan mengunjungimu.""Jangan!" Jawab Huda tersendat. "Aku malu jika dia datang kemari.""Kenapa? Bukannya tugas istri harus selalu ada di masa sulit dan senangnya suami?""Tapi, ini semua terjadi karena kesalahanku, bu. Aku yang tidak setia dan m

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 30

    "Cukup!" Gilang yang sudah habis kesabaran memamdang sengit Yanti dan Huda bergantian."Kamu sadar apa yang kamu lakukan, Huda? Istrimu ini sedang sakit!""Aku tahu, mas." Huda jadi tak suka ditegur oleh orang yang tak memiliki hubungan keluarga dengannya. "Tapi ini istriku dan aku berhak mengambil keputusan mengenai dirinya.""Termasuk membiarkan dia sakit selama ini?" Gilang mematap tajam. "Sudah berapa kali Andara masuk rumah sakit dan kamu menepisnya? Sekarang aku tidak akan membiarkannya lagi!""Kamu itu bukan keluarga, Gilang! Jadi kamu nggak ngerti!" Seru Yanti membela putranya. "Kami bukan membiarkan Andara sakit. Tapi, lihat-lihat juga biaya pengobatannya. Apalagi Andara memilih kamar VIP begini! Darimana Huda mau membayarnya sedangkan kebutuham yang lain juga banyak?"Astuti ingin maju lagi melabrak besannya tapi langkahnya tertahan setelah Gilang mengangkat tangannya."Kalian berdua keberatan mengenai biaya pengobatan Andara, kan? Jangan khawatir. Saya akan membayar semuan

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 29

    "Code blue.. code blue.."Suara itu terdengar nyaring dari speaker yang berada di atas. Huda sampai bangkit berdiri menatap petugas yang memakai baju biru itu menyibukkan dirinya. Ada yang mengganti oksigen, ada yang membawa trolly emergensi dan juga ada petugas yang naik ke tubuh wanita kurus yang ada di sebrang ruang Andara.Mereka tampak sibuk menyelamatkan wanita yang tengah berjuang di masa kritis. Jelas Huda melihat seorang dokter yang naik ke ranjang dan memberikan pijat kompresi di dada pasien wanita tersebut.Deg!Huda merasakan sekujur tubuhnya menjadi ngilu, reflek dia menggenggam tangan Andara yang masih tertidur lelap."Masukkan obat!" Perintah salah satu di antara mereka.Huda menyaksikan pemandangan tersebut. Sebuah pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya namun biasa bagi orang yang bekerja disini.Sampai akhirnya.. "Cukup!" Teriak seorang pria yang tampak menangis. "Kasihani istri saya. Biarkan dia pergi!"Sejenak petugas saling memandang hingga akhirnya mereka

  • Karena Nafkah, Istriku Mati Rasa   Bab 28

    "Dara!"Astuti menyentuh pipi anaknya berkali-kali. Andara begitu pucat. Wajahnya bersimbah peluh dengan tarikan nafas yang begitu cepat.Gilang memencet bel untuk memanggil petugas, karena tak sabar, Gilang sampai memanggil ke depan agar para perawat datang untuk melihat kondisi Andara yang sesak hebat.Satu perawat menghambur memberikan oksigen. Yang lainnya sibuk memeriksa tanda vital. Tak lama, seorang dokter datang untuk melakukan pemeriksaan. Setelah itu, Andara dipindahkan ke ICU karena mengalami perburukan. Setelah dilakukan rontgen, terdapat infeksi di paru-parunya. Sebuah efek dari autoimun yang ia alami.Astuti tak tahan untuk tidak menumpahkan tangisannya. Bersama Randa, keduanya berpelukan. Randa juga belum sanggup kehilangan mamanya. Anak kecil ini terus memanggil Andara.Di sebrang sana, Gilang mengisi proses administrasi di ruang ICU. Mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan selama Andara dirawat disana."Andara bisa melewati ini semua kan, dok?" Gilang jadi cemas meliha

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status