Nada sambung berganti dengan suara operator telepon yang merdu. Fabian tidak menjawab teleponnya lagi. Jelas hal ini membuat Sofie jengkel. Diletakkannya ponsel tersebut ke dalam tas selempang mungilnya dan kembali melangkah menuju sebuah hotel bintang lima tempatnya bekerja sebagai resepsionis.
Sofie melangkah tergesa memasuki halaman parkir menuju lobi hotel. Sofie menghela napas pelan sebelum memasuki lobi hotel. Menarik sudut bibirnya untuk melemaskan otot bibir yang sedari tadi mengerucut. Dia harus bergegas dan tiba tepat waktu. Hotelnya telah disewa untuk acara konser boyband terkenal bernama B-Men dan semua pegawai diharapkan melakukan tugasnya dengan baik demi kelancaran acara tersebut.
Sofie mempercepat langkah kakinya saat menyeberangi lobi hotel yang dihiasi lampu kristal besar berkilauan di tengah ruangan menuju ruang loker karyawan yang terletak di sudut paling belakang hotel tersebut. Namun seorang pria berlari masuk dan menabrak Sofie dengan kencang. Tubuhnya terhuyung hingga nyaris tersungkur kalau saja pria itu tidak cepat menangkap tubuh Sofie.
Sofie terperangah. Kaget sekaligus kesal. Mulutnya sudah bersungut akan melontarkan kata-kata makian, tetapi pria itu dengan cepat menyambar pergelangan tangan Sofie dan menariknya pergi. Berlari nyaris membuat Sofie terseret. Terseok mengikuti langkah panjang pria tak dikenal itu yang kini berlari ke arah sudut belakang hotel. Sepertinya dia sedang dikejar sesuatu. Entah apa yang membuat pria dengan garis wajah tegas dan mata menyipit sinis itu lari terbirit-birit.
“HEI! Kenapa menarikku?” teriak Sofie marah, tetapi pria itu tak menggubrisnya. “Hei! Berhenti kataku!” teriak Sofie lagi sambil berusaha menarik tangannya yang digenggam erat oleh pria itu.
“Sttt ... berhenti berteriak! Ayo cepat sembunyikan aku!” balas pria itu dengan nada yang tak kalah tinggi ketika kewalahan dengan perlawanan Sofie.
“Memangnya kamu ini siapa? Pencuri? Teroris? Kenapa ada orang yang mengejarmu seperti itu?” cecar Sofie jengkel sambil mengusap pergelangan tangannya yang memerah dan perih.
“Tak ada waktu untuk menjelaskan. Ayo cepat sembunyikan aku!” jawab pria itu ketus. Dengan gusar dia memandang sekeliling berusaha mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Namun, belum sempat Sofie mengeluarkan protes, pria itu kembali menarik tangannya. Memasuki sebuah ruangan di dekat mereka berdiri yang ternyata adalah ruangan loker karyawan.
“Aduuuh, kamu ini siapa sih? Hmmp—" Sofie kembali menggerutu kesal, tetapi pria itu segera membungkam mulut gadis itu dengan tangannya kemudian menajamkan telinganya. Mendengarkan suara ribuan langkah kaki yang berlari mendekati ruangan yang baru mereka masuki.
“Sepertinya tadi dia di sini,” kata suara seorang perempuan yang terdengar di balik pintu.
“Mungkin masuk ke ruangan ini. Aku yakin sekali tadi dia ke arah sini,” timpal suara perempuan lainnya.
“Coba kita cek saja! Siapa tahu benar dia ada di dalam,” sahut yang lainnya lagi diikuti oleh gemuruh suara beberapa orang mengiyakan.
Sekerumunan orang tersebut masuk ke dalam ruangan loker karyawan hotel. Detik berikutnya yang terdengar adalah embusan napas kecewa dari orang-orang tersebut.
Sofie yang mulutnya masih dibekap sampai menahan nafas agar tidak menimbulkan suara sedikit pun. Setelah suara semua orang itu menghilang, barulah sang pria melepaskan tangannya dari mulut Sofie.
“Kamu ini sebenarnya siapa sih?” bentak Sofie kesal. “Kenapa orang-orang itu mengejarmu?”
“Kita keluar dulu dari sini baru lanjutkan lagi menggerutunya!” jawab pria itu tak acuh.
Mendengar perkataan pria tersebut, Sofie baru sadar kalau sedari tadi mereka saling berpelukan merapat dalam lokernya yang sempit. Sofie melangkah keluar lebih dulu. Suasana di antara keduanya menjadi semakin canggung. Sofie berdehem pelan untuk menetralkan degup jantungnya yang memburu, tetapi si pria terlihat santai seperti tak terjadi apa pun.
“Terima kasih. Berkat kamu, aku selamat. Bye!” Pria itu melambaikan tangan sekilas dan pergi begitu saja.
“Hei ... kamu—" Sofie bahkan tak sempat mengajukan protes untuk apa yang baru menimpanya. Pria itu sudah lari begitu saja dan menghilang di balik pintu meninggalkan Sofie yang melongo sendirian di ruangan tersebut.
Berjalan dengan hati-hati dan waspada, pria itu merapatkan topinya saat memasuki elevator. Berharap tidak banyak orang yang ikut naik bersamanya. Elevator berhenti di lantai enam. Dia segera memasuki sebuah kamar hotel yang mewah, di mana teman-teman satu timnya sedang asik bersolek dan bersiap. Malam ini mereka akan tampil dalam acara mini konser yang sudah ditunggu ribuan penggemar.
“Hei Rex, kenapa baru datang?” tanya Vinody Wilson yang tengah sibuk memilih sederet aksesoris yang akan dikenakannya malam ini.
“Seperti biasa. Ada sedikit masalah di bawah tadi,” jawab Rexano Arkatama cuek sambil mengambil pakaian yang sudah disediakan untuknya.
“Aku juga heran kenapa para wanita sebrutal itu, ya?” sahut Zhen Hazen yang ikut menimpali sambil mematut dirinya di cermin.
“Di mana Kenzie dan Calvin?” tanya Rexa sambil mengganti pakaiannya.
“Mereka lagi sibuk makan,” jawab Vino asal.
Terdengar suara pintu kamar terbuka dengan suara keras. Kenzie Larson dan Calvin Quino masuk dengan tegesa-gesa.
“Cepat nyalakan televisinya!” kata Kenzie pada Calvin yang dengan cepat mengambil remote dan menyalakan layar pipih hitam yang menempel di dinding ruangan. “Tampaknya kamu harus membereskan masalah ini Nick,” lanjutnya sambil melirik ke arah sang manager, Nicky Antares yang diam dengan mimik wajah penuh tanda tanya.
Begitu televisi dinyalakan, raut wajah Nick mulai menegang. Kedua tangannya di pinggang. Bahkan sesekali pria itu memijat pelipisnya pelan.
“REXA!!! Kali ini ulah apa lagi yang kamu lakukan?” Nick berbalik menatap geram ke arah Rexa setelah melihat berita yang ada di televisi.
Kini layar persegi panjang itu tengah menayangkan berita yang menampilkan sosok Rexa yang sedang dikejar oleh para penggemar fanatiknya yang mayoritas adalah perempuan. Dalam berita tersebut juga ditampilkan ketika Rexa seperti sedang memeluk seorang wanita berambut panjang kemudian menarik tangannya sambil berlari. Bahkan dalam berita itu cukup terlihat jelas wajah kedua orang yang berlari menghindar dari sekelompok wanita yang mengejarnya dengan histeris. Sepertinya gambar itu diambil oleh seorang fotografer profesional melihat bagaimana sudut pengambilan gambar yang cukup jelas.
“Siapa perempuan itu, Rex?” tanya Vino dengan pandangan tak lepas dari layar televisi. “Kali ini pilihanmu lumayan manis,” godanya.
“Benar kata Vino, wanita ini lebih cantik daripada aktris-aktris wanita yang sering menempel padamu itu. Dia terlihat lebih natural,” sahut Zhen menambahkan.
“Dasar kamu ini!” Nick yang sedang jengkel menepuk bahu Vino pelan. “Apa kamu kenal wanita itu, Rex?” tanya Nick memulai interogasinya.
“Tidak,” jawab Rexa cuek.
“Dia bukan salah satu di antara wanita-wanitamu itu, kan?” tanya Nick menegaskan.
“Bukan. Kenal pun tidak. Jadi mana aku tahu dia itu siapa. Hanya tidak sengaja tertabrak olehku saja.”
“Arrrrgh ... kamu ini! Kenapa selalu bertingkah semaumu? Berita ini akan cepat menyebar sebagai gosip. Kamu tahu sudah berapa banyak gosip tentangmu bersama banyak wanita yang harus aku urus?! Berhentilah bermain-main! Apa kamu tidak bisa serius menjalani hidupmu?” gerutu Nick sambil menasihati Rexa.
“Hidupku yang seperti ini lebih menyenangkan daripada hidupku yang serius dulu. Lagipula, itu kan, memang tugasmu sebagai manager untuk menyelesaikannya,” jawab Rexa enteng.
“Dasar kamu ini!” gerutu Nick sambil menjitak kepala Rexa. Sedangkan yang dipukul hanya mengaduh sambil mengusap kepalanya yang berdenyut. “Sudahlah! Akan kuurus itu nanti. Sebaiknya kalian segera bersiap. Sebentar lagi acara kalian akan dimulai!” perintah Nick pada kelima pria tampan itu.
****
Halo readers ...
Aku bawa cerita baru. Semoga kalian suka. Mau tau ceritaku yang lainnya? Mari berteman di I* aayu_anggun.
Selamat membaca.
Hall Center Hotel Savero telah dipenuhi penggemar yang terlihat antusias menunggu kedatangan para idolanya. Lampu kelap kelip dan beberapa dekor panggung menambah semaraknya suasana konser B-Men. Sesuai namanya B-Men yang berarti Bright, Briliant, and Brave Men, kelima membernya memiliki wajah yang tampan cemerlang, pintar dan berperawakan gagah dengan tinggi rata-rata 180 sentimeter yang membuat para wanita mengidolakan mereka. Suasana semakin riuh terdengar dengan teriakan histeris para penggemar. Juga tepukan tangan membahana memenuhi setiap sudut ruangan dan akan semakin riuh ketika para pria tampan itu mengeluarkan suara emas mereka. Kelima pria tampan itu pun menggoyang panggung dengan suara merdu dan tarian mereka yang membuat beribu pasang mata terpesona. Stik lampu yang diangkat tinggi-tinggi oleh para penggemar menghidupkan suasana konser. Saling berseru menyemangati para idolanya. Sesekali mereka mengajak semua penggemar mereka bernyanyi bersama. Konser mereka berakhir m
Pengkhianatan“Kyla?!”Sofie setengah tak percaya menatap wanita di hadapannya. Dia memang sedikit mengenal wanita yang bernama Kyla itu. Seorang manager restoran di hotel tempat Sofie bekerja yang terkenal dengan elok tubuh dan mulut manisnya. Semua pelanggan bahkan memujanya. Tidak jarang banyak gosip yang beredar tentangnya. Entah sedang bersama bos kaya atau dengan suami orang dan kini wanita itu sedang menatap Sofie dengan angkuh sambil melipat kedua tangan di dadanya. Seolah merasa menang telah berhasil menaklukkan kekasihnya.Tidak lama kemudian Fabian keluar dari dalam apartemen dengan kondisi yang sama kusutnya. Wajah Fabian sama terkejutnya dengan Sofie, tidak menyangka kekasihnya bisa mengetahui apa yang selama ini selalu berusaha dia sembunyikan. Sofie yang sangat terguncang hanya terpaku menatap mereka berdua yang terlihat seperti habis bercinta.“SOFIE! Sedang apa kamu di sini?” Fabian segera menghampiri Sofie.“Apa yang sudah kalian lakukan?” tanya Sofie getir dengan s
Sejak pagi berita di televisi, surat kabar, tabloid, sampai ke media internet semuanya menayangkan berita ketika Rexa sedang berlari bersama seorang wanita di hotel tempat B-Men mengadakan konser. Bahkan di internet sudah banyak komentar yang ditulis oleh para penggemar B-Men juga penggemar fanatik Rexa di bawah foto ketika Rexa memeluk Sofie yang hampir terjatuh karena tertabrak. Semua berita itu begitu cepat menyebar sebagai gosip di mana-mana.Manajer B-Men, Nick tidak henti-hentinya menerima telepon dari berbagai pihak terkait berita tentang Rexa. Dia bahkan berusaha mengklarifikasi perihal kejadian tersebut untuk menyelamatkan citra artisnya. Sedangkan di rumahnya, Sofie mendengar Sonya, sahabat satu rumahnya berteriak memanggilnya dengan tidak sabar karena berita gosip tersebut.“Sofie! Kamu harus lihat ini!” Sonya menunjukkan berita infotainment yang ditontonnya pagi itu. “Apa yang kamu lakukan sampai masuk berita infotainment di semua media?” tanya Sonya heran sambil menarik S
Sebuah mobil van dan satu mobil escalade berwarna hitam berhenti tepat di depan gedung perusahaan pakaian ternama di negeri ini. Kelima mamber B-Men berjalan memasuki gedung mewah tersebut sambil bersenda gurau. Hari ini B-Men akan melakukan sesi pemotretan produk terbaru mereka. Karena terlalu asik mengobrol Vino, member B-Men yang berjalan paling depan tanpa sengaja menabrak seorang wanita yang sedang kerepotan membawa beberapa pakaian di kedua tangannya.“Aduh!”“Maaf, ya. Aku benar-benar minta maaf,” ucap Vino sambil membantu mengambil pakaian yang terjatuh kemudian menyerahkannya pada wanita itu.“Hmm, tak apa.”“Oh ya, So-nya?” Vino melirik nametag yang dipakai wanita di hadapannya. “Apa ini pakaian untuk sesi foto kami?”Untuk sesaat wanita itu kembali melihat beberapa pria yang berdiri di hadapannya dan tersadar. “B-Men? Oh ya, benar! Semua pakaian ini untuk sesi foto kalian,” jawab Sonya sambil tersenyum. “Baru saja mau aku antarkan ke ruangan kalian.”“Kalau begitu, sini bi
Dalam keremangan lampu kelab malam, seorang wanita mengampiri Rexa dan menemaninya minum. Rexa tahu kalau wanita itu hendak menggodanya. Sudah beberapa malam ini wanita itu menemaninya minum. Sesekali wanita itu menggodanya dengan sentuhan lembut yang membuat Rexa tidak bisa menghindarinya. Rexa menarik wanita itu dan mulai mengecup bibirnya dengan rakus. Entah kenapa malam ini Rexa harus melampiaskan ganjalan yang ada di hatinya. Walaupun hanya sebagai pelampiasan semata, tetapi wanita itu terlihat tidak keberatan dengan perlakuan Rexa padanya. Wanita itu justru menanggapi aksi Rexa dengan ritme yang sama menggairahkannya dan menikmati keintiman yang sedang terjalin di antara mereka berdua. Hingga tiba-tiba Rexa melepaskan pagutan mereka dan menggeram kesal. Tanpa bicara apa pun, Rexa pergi meninggalkan wanita tersebut begitu saja. Rexa berjalan sempoyongan keluar dari kelab malam tersebut. Setengah sadar dia naik taksi yang memang sudah dipanggil pegawai kelab malam sebelumnya. S
Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah. “Telepon itu lagi?” tanya Lydia. “Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel. Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya. Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya. Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, te
“Memang ada berita apa lagi, sih?” tanya Sofie bingung, sedangkan Sonya segera melihat ponselnya dan mencari unggahan terbaru tentang Rexa. “Ya ampun! Kamu benar-benar tidak tahu?” tanya Lydia heran. “Aku bahkan tidak mengerti apa yang kamu bicarakan dari tadi.” “Aduh ... itu loh, di lobi banyak sekali penggemar Rexa dan juga reporter gosip. Mereka semua cari kamu!” jelas Lydia. “Hah?! Buat apa mereka mencariku?” tanya Sofie kaget. “Itu karena foto kamu pelukan dengan Rexa semalam di depan pintu kamarnya. Berita itu sudah tersebar di internet tahu! Petugas keamanan kita di depan bahkan sudah kewalahan menahan mereka semua,” sahut Lydia lagi. “Hah! Siapa juga yang berpelukan dengan dia. Waktu itu aku hanya menolongnya karena hampir pingsan. Aduh, kenapa jadi begini, sih?” Sofie mulai panik. “Tapi kalau dilihat dari sudut pandang foto ini sih, kalian memang terlihat seperti berpelukan dengan mesra. Aku bahkan mengira kalian sedang ingin berciuman,” ucap Sonya jujur. “Apa?” Sofie
Setelah ucapan terima kasih yang Rexa ucapkan pada seluruh penggemarnya, pria itu pun kembali melangkah menarik Sofie menjauh dari kerumunan para penggemarnya. Rexa membawa Sofie masuk ke dalam lift lalu menuju kamarnya sambil menggandeng tangan wanita itu yang sedari tadi belum dia lepaskan. Lydia dan Sonya hanya mengikuti mereka tanpa banyak bicara, sedikit takut dengan aura dingin sang idola tersebut. “Kamu tidak apa-apa kan, Sofie?” tanya Sonya khawatir. “Hmm, aku tidak apa-apa. Hanya saja leherku terasa sedikit perih.” Sofie meringis sambil memegangi lehernya yang terluka. “Auuwh!!” teriak Sofie tiba-tiba. “Kenapa, Sof? Apa lagi yang sakit?” tanya Sonya dan Lydia bersamaan. Sedikit terkejut dengan teriakan sahabatnya itu. “Rexa! Haruskah kamu meremukkan tanganku juga?” tanya Sofie sambil meringis. “Apa?” Rexa balas bertanya dengan bingung, sedangkan Sonya dan Lydia terheran-heran menatap dua orang di depannya. “Ini! Dari tadi kamu meremas tanganku seperti remuk tulangku ra