Share

Langsung Disukai Manajer

Hari ini hari pertama aku akan memulai bekerja. Ini adalah jalan yang tepat untukku menjadi wanita hebat. 

Usai mandi, aku bergegas bersiap-siap. Menyiapkan barang-barang yang mungkin saja kubutuhkan nanti. Kubawa bolpoin, kalkulator serta beberapa kertas kosong yang mungkin nanti akan berguna. 

Kuambil ponsel yang sejak tadi ku charge kemudian ku tekan nomer telepon Fida yang kemarin sempat ia berikan.

Tak berapa lama kemudian Fida langsung menjawab telepon dariku.

"Gimana, Re? Udah siap?" tanya Fida dari ujung telepon.

"Udah nih, jadi jemput kan?" 

"Iya, aku otewe sekarang ya," jawabnya kemudian segera menutup teleponnya kembali.

Kemarin aku sempat menanyakan alamat kantornya, namun dia berkata bahwa dia akan menjemputku saja hari ini.

Dia teman baikku ketika kami kuliah dulu. Dulu dia menjadi satu-satunya temanku yang paling kesulitan dalam membayar uang semester, dia hampir memutuskan untuk menyudahi kuliahnya itu karena hambatan biaya. 

Nasib baik aku selalu mendapat kiriman uang dari bapak lebih tiap bulannya, jadi karena merasa kasian dengannya aku selalu membantunya. 

Mungkin dia teringat masa-masa kuliah dulu. Akulah yang menjadi pahlawannya. Hingga sekarang dia sudah sukses dalam karirnya, dia pun tidak melupankanku. 

Setelah dua puluh menit aku menunggu, akhirnya Fida datang juga. 

"Re, ayo!" katanya sembari membuka kaca mobilnya.

Aku segera berlari menghampirinya.

"Wih, keren!!! Udah terlihat berwibawa ini ibu Accounting," ledek Fida yang melihatku mengenakan kemeja berwarna putih dan rok hitam selutut serta sepatu fantauvel yang ber hak lima cm.

"Apa sih, bisa aja deh kamu," jawabku.

"Beneran keren ih, terlihat masih single. Padahal udah punya buntut," Fida menggodaku lagi.

"Husssss, kamu gak berubah ya. Sukanya bercandain orang mulu dari dulu," jawabku kemudian masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil Fida terus saja mengatakan bahwa Managernya itu sangat baik. Selain baik dia juga tampan. 

"Dia masih singel lo, Re," katanya kemudian terkikik.

"Dasar, ingat anak ingat suami! Anak udah dua masih juga ganjen." 

"Yey, biarin. Kan cuma buat cuci mata doang. Kalau masalah hati mah hanya untuk mas Sofyan seorang," katanya mulai bucin.

Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Dasar Fida, masih sama aja kaya dulu, selalu saja diperbudak cinta.

"Oh ya. Tadi rumah kayaknya sepi, Reza udah berangkat sekolah ya? Tumben awal?" tanya Fida yang memang tidak tau sedikitpun masalah keluargaku.

"Em, iya," jawabku masih berusaha menutupinya. Bagaimanapun rasa sakit yang kurasakan, tapi aku masih berusaha untuk menutup aib keluargaku.

"Mas Yogi masih kerja di Telkom?"

Aku hanya mengangguk. Tidak ingin dia bertanya lebih lanjut.

"Oh ya, Da. Apa aku langsung mulai kerja hari ini ya? Atau cuma wawancara doang?"

"Ya langsung kerja dong. Kan kantorku memang butuh staff akuntansi, Re, gimana sih? Kalau cuma wawancara ya mungkin pak Rendi gak menyuruhku buru-buru nyari orang dong," katanya sambil tetap fokus menyetir.

"Dia menyuruhku karena dia percaya padaku. Aku pasti bawa orang yang benar-benar kompeten, benar-benar bisa diandalkan," sambungnya.

Aku mangut-mangut seraya mengeluarkan map coklat yang berisi dataku pribadiku untuk melamar pekerjaan.

"Buat apaan?" Tanya Fida lagi.

"Ya buat lamaran. Ini CV ku," jawabku.

"Kan udah kubilang. Itu gak perlu! Pak Rendi udah percaya sama aku." 

"Ya buat jaga-jaga aja. Takut nanti ditanyain," jelasku.

Mobil kemudian membawaku menuju kantor tempatnya bekerja. Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk.

"Turun dulu, aku parkirin mobil sebentar. Jangan kemana-mana, masuknya bareng aku," perintahnya bertubi-tubi.

"Siap boss," kataku sambil mengangkat tanganku, seperti melakukan hormat pada bendera.

Aku turun kemudian Fida mengendarai mobilnya ke parkiran. Selang lima menit dia sudah kembali.

"Yuk masuk," ajaknya kemudian.

Kuikuti langkahnya menuju ruangan yang bisa terbilang besar itu.

"Ini ruangan pak Rendi. Jangan terpesona jika melihatnya nanti," katanya cengengesan.

"Takut ada saingan ya?" Kini giliran aku yang menggodanya.

Dia tidak menggubris omonganku lalu pergi meninggalkanku untuk kembali ke ruangannya.

Aku menunggu hampir lima belas menit. Namun pak Rendi itu belum juga kelihatan.

Setelah menunggu sedikit lama akhirnya datang seorang pemuda tampan dengan jas hitam menutupi kemeja putihnya yang masih kelihatan. Dasi berwarna biru melingkah di lehernya membuatnya terlihat lebih gagah.

"Kamu Reina bukan?" 

"Iya benar, Pak," jawabku dengan sedikit gugup.

"Saya Rendi. Saya Manager disini,x lanjutnya.

"Fida sudah menceritakan banyak tentang kamu. Saya pikir kamu tepat mengisi jabatan ini," Dia meneruskan.

"Kamu langsung kerja saja ya, Selamat bergabung di perusahaan kami," lanjutnya tanpa meminta berkas lamaran yang sudah kubawa.

"Terima kasih, Pak," jawabku.

Pak Rendi segera mengantarku ke sebuah ruangan yang akan menjadi ruangan untukku.

"Ini ruanganmu ya," ujarnya.

"Baik, Pak." 

Setelah mengantarku, dia segera kembali lagi ke ruangannya. 

Ternyata apa kata Fida tadi benar.  Selain tampan pak Rendi juga baik. Sepertinya aku akan betah kerja disini.

____________

"Re," panggil suara itu.

"Oalah kamu toh, kupikir siapa," kataku yang melihat ternyata Fida yang datang menghampiri ke ruanganku.

"Gimana kamu seneng dengan ruanganmu?"

"Iya lah. Beneran terasa jika aku kerja di kantoran loh," kataku kemudian tertawa.

Fida hanya tersenyum mendengar perkataanku.

"Makasih ya Da, kamu sudah menjadi jalanku untuk bisa bekerja disini," kataku melanjutkan.

"Sama-sama. Dulu kamu juga sering bantuin aku kok pas kuliah, aku ingat betul. Kamu lah pahlawanku, Re,"  jawabnya sambil memelukku.

"Udah sana kembali kerja. Nanti dimarahi bos loh," tuturku.

"Bos di sini nggak pernah marah, Re. Kamu udah lihat sendiri kan pak Rendi. Dia baik kan?" 

"Iya dia baik."

"Ganteng juga ya," katanya mulai genit.

"Ihhh kamu tu, dasar." 

Tak disangka pak Rendi ternyata sudah berdiri di depan pintu, sepertinya dia berniat memberiku pekerjaan pertama. 

"Fidaaa, Kembali," katanya dengan nada lembut.

"Hehe siap, Pak," jawabnya sambil cengengesan.

Fida kemudian kembali ke ruangannya sedangkan pak Rendi mulai memberi tahuku apa saja tugasku.

"Ini tugasmu yang pertama ya, Re. kamu di sini yang bertugas untuk mencatat semua keuangan. Baik itu pengeluaran maupun pendapatan." 

"Baik, Pak."

"Ini komputermu, di sini sudah ada data keuangan kantor kita yang sebelumnya sudah dikerjakan oleh staff accounting yang dulu. Kamu tinggal nerusin saja jika ada laporan masuk."

"Baik, Pak."

"Coba kamu kerjakan pekerjaan pertamamu ini. Setelah selesai bawa ke meja saya ya," lanjutnya seraya memberikan sebuah map yang di dalamnya terdapat beberapa dokumen.

"Baik, Pak."

Setelah menjelaskan pak Rendi kembali meninggalkanku. Aku paham jika harus mengerjakan laporan keuangan. Itu adalah makananku sehari-hari ketika aku kuliah dulu.

Aku mengerjakan tugas pertama yang diberikan pak Rendi tadi dengan sangat teliti.

Setelah hampir satu setengah jam ku kerjakan akhirnya pekerjaanku selesai juga. Kutemukan laba bersih dari perusahaan. 

Dengan percaya diri aku segera menyerahkan pekerjaan pertamaku pada pak Rendi. 

"Ini, Pak. Sudah selesai saya kerjakan," kataku sembari menyerahkan dokumen yang sudah selesai kukerjakan.

"Cepat sekali, Re. Kamu cekatan banget ya. Baru juga satu setengah jam sudah selesai," ucapnya memujiku.

"Coba Bapak cek dulu, siapa tahu ada yang salah," jawabku.

Pak Rendi kemudian membuka dokumen yang baru saja kuberikan. Dia tersenyum dan kagum dengan dokumen yang baru saja kuselesaikan itu.

"Memang Fida gak salah memilih kamu. Good job, Reina." 

Aku bahagia bisa membuat kesan baik di hari pertamaku bekerja. 

"Ya sudah saya kembali bekerja lagi kalau begitu. Masih ada dokumen yang harus saya kerjakan," kataku kemudian.

"Baiklah silahkan," jawab pak Rendi yang masih tersenyum sendiri.

Aku kembali ke ruanganku dengan hati bahagia. Inilah awal dari kesuksesanku, pikirku.


Comments (1)
goodnovel comment avatar
Arumni Arumni
Awal yang indah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status