Share

Karir Melejit Setelah  Dicampakkan Suami
Karir Melejit Setelah Dicampakkan Suami
Penulis: Alfiyah

Yogi pergi

"Dimana Reza?" tanya mas Yogi sepulangnya dari kantor.

"Di dalam, Mas. Dia sedang belajar," jawabku yang tengah sibuk menyiapkan makan malam.

Mas Yogi segera melangkah menuju kamar Reza. Tak lama kemudian terdengar Reza berteriak.

"Gak mau! Aku gak mau Pa!" teriakannya membuatku langsung berlari ke kamarnya.

Terlihat di sana mas Yogi sedang mengemasi baju Reza ke dalam koper.

"Mau dibawa kemana baju-baju Reza, Mas?" tanyaku heran.

"Reza akan tinggal bersamaku," tatanya kemudian 

Aku  tidak tau maksud perkataannya. Tinggal bersamanya?

"Maksutmu apa, Mas? Kita akan pindah? Kenapa kamu gak cerita dulu padaku?" 

"Reza ikut bersamaku. Aku akan menikah lagi!" katanya membuatku seakan tak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya.

"Kamu bercanda, Mas ??"

"Aku serius!! Aku bosan hidup denganmu yang bisanya cuma dinrumah! Nggak ngapa-ngapain! Nggak bisa ngurus penampilan, makin hari penampilan makin kusut. Bagaimana bisa aku bertahan dengan wanita sepertimu?!!" hardiknya dengan suara keras.

"Gak ngapa-ngapain katamu???!!" 

"Iya, kamu memang ngak ngapa-ngapain di rumah. Kamu cuma melakukan pekerjaan rumah tangga yang sama setiap hari. menungguku pulang saat aku gajian dan meminta uang gajianku," kata-kata yang sangat melukai hatiku.

"Aku tu pengen punya istri seorang wanita karir yang smart. Tidak hanya di rumah saja sepertimu!!" Bentaknya lagi dengan suara keras.

"Kamu pikir aku di rumah nggak ngapa-ngapain, Mas??? Kamu pikir aku tidak capek mengurus rumah tiap hari??? Kamu pikir aku sekarang tidak cantik lagi karena aku malas urus diriku sendiri?? Kamu harusnya mikir!!! Aku berubah seperti ini karena aku mengurus keluarga kita setiap hari, sampai sampai gak sempat mengurus diriku sendiri!" 

Yogi diam dengan tetap mengemasi baju-baju Reza.

"Harusnya kamu ngaca, Mas!! Kamu itu sudah menjadi suami yang baik atau belum?! Selama ini aku selalu menerima berapapun uang yang kamu berikan padaku walaupun sebenarnya aku binggung ketika uang itu tidak mencukupi keperluan kita selama sebulan. Sekarang kamu menyalahkanku karena aku tidak bisa menjaga penampilanku?? Apa pernah kamu memberiku uang untuk biaya perawatan diri???!!" kataku melepas semua unek-unek yang selama ini kusimpan rapi di dalam kepalaku.

"Sudaaaahhhhh!!!  Nggak usah banyak bicara!! Reza pokoknya ikut aku!!!" katanya sambil menutup koper yang sudah terisi penuh. 

"Reza gak mau, Pa! Reza mau sama Mama saja!" teriak putra semata wayangku itu.

"Kalau kamu ikut Mama, kamu gak akan bisa melanjutkan sekolah. Coba lihat Mamamu sekarang. Dia tidak bekerja, dari mana dia akan menghasilkan uang untuk menyekolahkanmu!!" teriak mas Yogi tepat di telingaku.

Terlihat wajah Reza yang polos enggan untuk meninggalkanku. 

"Mas, jika kamu memang mau pergi, silahkan!!! Tapi biarkan Reza tetap tinggal bersamaku!" ucapku berusaha sembaru menahan putraku.

Aku berusaha menahan tangis sebisa mungkin. Aku tidak ingin terlihat lemah di mata mas Yogi.

Mas Yogi tidak menjawab dan terus berjalan meninggalkanku dengan membawa putra semata wayangku itu.

"Pa, aku mau sama Mama saja," teriak Reza. Aku yang masih mendengar suara Reza hanya bisa bersedih. 

"Baiklah Mas, jika memang itu maumu. Akan aku turuti. Akan kubuktikan suatu hari nanti jika aku bisa lebih hebat darimu!!!" ujarku yang masih merasa sakit hati.

Mas Yogi tidak menceraikanku terlebih dahulu sebelum meninggalkanku. Itu artinya aku masih sah menjadi istrinya.

"Suatu saat aku yang akan meminta cerai darimu, Mas! Ingat itu!" kataku dalam hati.

Bagaimanapun juga aku tetap sedih mendengar perkataannya. Kata-kata yang tak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku.

Perasaan sedih masih menyelimutiku. Aku terus berpikir bagaimana caranya agar aku bisa meneruskan hidupku. Tidak mungkin aku kembali ke rumah orang tuaku. Mereka pasti akan sedih jika mengetahui kondisiku saat ini.

Selama ini aku tidak pernah sedikitpun berkata buruk di depan Ibu dan Bapak soal mas Yogi. Aku selalu membuatnya terlihat baik di mata kedua mertuanya itu.

Dalam kesedihanku itu tiba-tiba terdengar seseorang memencet bel rumah. Segera ku berjalan dan melihat siapa yang datang. 

Ternyata Fida teman kuliahku. Tumben sekali dia datang kesini. 

Aku membuka pintu untuknya kemudian menyuruhnya untuk masuk.

"Tumben banget kamu kesini, Da?" tanyaku memulai pembicaraan.

"Iya nih, re. Aku sedang bingung. Staff accounting kami tiba-tiba resign tadi.  Manajerku menyuruhku mencari staff pengganti," katanya kemudian terhenti.

"Trus? Apa hubungannya dengan pertanyaanku? Apa kamu kesini hanya untuk menceritakan kebingunganmu itu?" tanyaku lagi.

"Lha bukannya kamu dulu jurusan akuntansi ya,  Re?" tanya Fida yang mengingatkanku jika aku pernah kuliah.

"Oh bener, Da. Aku saja sampai lupa. Maklum karena sekarang hanyalah emak-emak berdaster yang tidak memikirkan masalah karir," jawabku seadanya.

"Oh ya bagaimana kalau kamu saja yang menjadi pengganti staff di kantorku, itu juga kalau suamimu mengijinkan sih."

Aku tidak berniat menceritakan masalah rumah tanggaku. Namun kupikir akan lebih baik jika aku menerima saja tawaran darinya.

"Boleh deh, Da. Aku juga mulai bosan nih hidup di rumah mulu. Pengen deh kerja kaya kamu gitu," jawabku beralasan. Selain saat ini aku memang butuh kerjaan, ini juga mejadi kesempatanku untuk memulai karirku. 

"Beneran nih? Mas Yogi gak akan marah kan?" tanya Fida yang tidak mengetahui jika mas Yogi sudah pergi.

"Nggak akan marah, Da. Tenang saja." 

"Ya udah besok langsung datang aja. Pakai pakaian yang rapi." 

"Beneran kan ini?" tanyaku yang masih sedikit kurang yakin.

"Beneran lah, masa aku bohong," jawab Fida.

Fida pun akhirnya berpamitan setelah hampir setengah jam berada di rumahku.

"Aku pulang dulu deh kalau gitu, Re."

"Oke hati-hati. Sebelumnya makasih ya." 

"Halah kaya sama siapa saja sih," jawab Fida sebelum akhirnya beranjak.

Rumah kembali sepi setelah Fida pergi. Ruang tv yang biasanya rame oleh teriakan mas Yogi dan Reza kini hanya hening.

Ku ingat perkataan mas Yogi yang membuatku sangat sakit hati. Dia menganggapku wanita manja yang hanya duduk-duduk saja di rumah. Menunggu suami pulang saat gajian dan meminta uang gajinya.

Pernahkah dia melihatku kecapekan saat membersihkan rumah? Pernahkah dia melihat susahnya aku mengasuh Reza ketika dia kecil hingga saat ini? Pernahkah dia berpikir jika aku tidak pernah mengeluh atas semuanya karena memang sungguh menerima dan mencintainya? Kupikir dia tidak mungkin memikirkan semua itu.

"Sudahlah, biarkan dia pergi," Aku berusaha menyemangati diriku sendiri.

"Mungkin memang sudah jalan hidupku seperti ini. Aku harus ikhlas," gumamku lagi.

Aku tidak mau lama-lama terpuruk dalam kesedihan. Aku ingin jadi wanita hebat, wanita yang tidak bergantung pada laki-laki. Apalagi laki-laki seperti mas Yogi.

Aku akan buktikan padanya jika aku mampu menjadi wanita seperti yang dia mau, bahkan lebih. Agar suatu saat nanti dia memohon-mohon untuk kembali padaku. Dan saat itulah akan ku campakan dia, ini janjiku pada diriku sendiri.

 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Partinah Partinah
peenah baca cerita persis sprti ini di platform sebelah, nama tokohnya ajj yg beda
goodnovel comment avatar
Yeni Sipayung
Lah emang selama ini gak pernah ngobrol sama suami bertahun? gak masuk akal ya hehehe...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status