"Apapun yang telah dilakukan ibuku, itu tidak ada kaitannya denganku, Pak."
"Hmm, begitu ya, kamu ini naif atau pura pura bodoh sih?" bisiknya dengan tatapan penuh makna. Dadaku makin berdebar, takut dan tidak tahu harus apa pada situasi ini. Cemas dia akan terus mengancamku, akhirnya kuputuskan saja untuk menjauh. "Maaf, aku masuk dulu, selamat bermain lagi, Pak," ucapku sambil memaksakan senyum. "Kau takut ya, heran sekali bisa ada wanita yang takut padaku, padahal biasanya, wanita akan terpesona," ungkapnya sambil mengangkat kerah bajunya. "Bagaimana pun saya akan mengingat perjumpaan kita," jawabku sambil menjauh. "Aku pernah dengar kabar bahwa anak Nyonya Sakinah sangat cantik, dia bisa dijadikan alat negosiasi yang bagus alih-alih menikahkan dia dengan seorang preman," ungkapnya menahan langkahku. "Saya bukan barang, Pak. Lagi pula saya menikah karena keinginan sendiri," jawabku yang langsung pergi membawa emosi. Di depan pintu aku berpapasan dengan suami, dia terkejut melihatku yang berjalan terburu-buru dan hampir menabraknya. "Lho, kenapa masuk, kok kamu kelihatan marah?" Sepertinya Bendi bisa melihat ekspresi wajahku. "Nggak marah tiba-tiba teringat sesuatu dan ingin masuk saja," ucapku menahan sakit hati. "Kata harus menjalin hubungan yang baik dengan Roni karena dia adalah jaksa yang bisa membela kita. Kita bisa mengandalkannya ketika tersangkut perkara." "Aku hanya tidak nyaman saja bertemu dengan pria lain yang bukan suamiku, aku tidak terbiasa." "Kalau gitu kau harus membiasakan diri sayang, bisnis bisnis kita akan lebih sering bertemu dengan orang dari banyak latar belakang." "Aku akan belajar," ujarku yang masih tak bisa mengendalikan gemetar badan. Ya, Tuhan, siapa dia, mengapa dia mengaitkanku dengan masalah Mama, apa salahku? Dan aku terus teringat bagaimana tatapan tajam dan senyum nakalnya, aku benar-benar ketakutan. ** Karena tidak membawa ponsel ketika keluar ke taman, sesampai di kamar ternyata ponselku sudah berdering dan ada panggilan tidak terjawab yang sudah beruntun di sana. Ternyata, panggilan tidak terjawab itu adalah panggilan dari ibu mertua, aku yakin bahwa dia sekarang sedang menunggu jawaban atas pertanyaannya kemarin. Selagi bimbang memikirkan apa yang harus kulakukan ponselku berdering lagi dan menyentak lamunanku. Dia adalah Mami lagi "Halo Mami," jawabku pelan. "Hah, Bagaimana dengan keputusanmu?" "Sebenarnya aku masih bingung Mami, aku tidak mengerti sebenarnya apa yang Mami inginkan." "Kau tahu 'kan bahwa Bendi tidak sepenuhnya adalah milikmu, dia adalah anakku dan dia adalah pemimpin dari beberapa orang yang menggantungkan hidup keluarganya dari bisnis kami, kau akan mengancam kehidupan mereka, jika pengaruh burukmu masuk ke dalam anakku," balasnya dengan nada dingin. "Tapi, saya tidak pernah mengatakan apa-apa Mami, saya hanya patuh pada arahannya saja" jawabku. "Aku punya teman yang merupakan investor dan juga pelindung dari bisnisku, dia punya anak perempuan yang harus dilindungi masa depan dan keamanannya, kau harus bersedia membiarkan Bendi menikahi gadis itu. Bukan untuk berbagi kasih tapi untuk memuluskan bisnis, ingat bahwa ini adalah bisnis," tegasnya menekan. "Bisnis memang adalah bisnis, aku sadar Mi. Tapi, Bagaimana dengan perasaan saya, belum sebulan saya jadi istrinya tapi saya sudah dapat ujian sebesar ini," ujarku yang tak mampu menahan tangis. "Apa Bendi tak memberi tahu?" "Tidak, mana mungkin Mas Bendi tega mengatakan itu, Mi," jawabku sambil mengusap air mata. "Aku tak mau tahu ya, kalo gara gara kamu anakku melepaskan tanggung jawab dan tampuk kepemimpinan bisnis kami! dia adalah Bendi Hartono, dia adalah orang yang bisa diandalkan!" "Saya tidak tahu harus jawab apa, saya mohon jangan paksa saya Mi, saya gak sanggup," jawabku menangis sejadi jadinya. "Aku akan datang ke rumahmu sore nanti, dan meminta pendapat bendi, kau bersiaplah. Dan ya, jika kau pikir aku menyukaimu maka kau sudah salah anggapan, Dari dulu aku tidak menyukai sosok Ibumu dan keluarga kalian yang selalu masuk ke dalam berita dan membuat keributan, aku tidak menyukai latar belakang kalian." "Tapi, saya bukan Mama saya," jawabku. "Tetap saja sifatnya akan menurun, tapi kau jangan senang dulu dan berpikir mampu melakukan apapun hanya karena anakku sangat mencintaimu, aku ada di sini mengawasimu." "A-aku tak akan macam-macam, Mi." "Kau juga kularang terus menerus keluar dari mansion, tanpa seizinku dan Bendi. Kau tidak boleh pergi, dan ingat, tutup mulutmu rapat-rapat, karena aku tak mau mendengar rumor tak sedap karena keluhanmu!" Dia langsung menutup telpon dengan kasar. Aku langsung lemas mendengar ucapan mertua, kembali kubuka kontak dan hendak menghubungi Mama, namun entah kenapa aku tak menemukan nomor kontaknya, yang tersisa di sana hanya nama Bendi dan ibu mertua. Entah siapa yang melakukan ini pada ponselku. Tentu geram sekali rasanya, diperlakukan seperti ini. Lalu aku tersadar, bahwa diri ini sudah terjebak dalam penjara yang kubuat sendiri, aku memilih menikah untuk bahagia dan punya suami, namun ternyata aku akan dipasung dengan cara paling konyol di dunia ini. Ah, mama, aku merindukanmu.Melihatku yang sudah pulang ibu mertua nampak kaget sambil menghampiriku yang baru saja meletakkan baju kotor ditempat laundry. Dia menelisik gerak gerikku sambil melipat kedua tangan di dada."Kamu sudah pulang, sejak kapan? mengapa aku tidak menyadarinya? kamu ini seperti hantu ya, tidak pernah disadari kapan datang dan perginya," ujar ibu merua sambil menyindirku."Tante maaf karena akhir-akhir ini saya lebih banyak di luar rumah, saya punya banyak urusan dan sedikit pemeriksaan kesehatan," jawabku."Oh ya?""Ya.""Aku kurang yakin, tapi, terserah kau saja, yang aku tahu, kau harusnya selalu di rumah untuk menyambut dan melayani suamimu, terlebih kau sedang hamil," ujarnya lagi."Maafkan saya, saya tidak akan mengulanginya," jawabku.Jelas ada perbedaan hari ini, entah mereka sudah tahu atau belum, tapi yang pasti semua orang hanya diam dengan tatapan datar ketika melihatku. Biasanya kami akan saling menyapa dan bercanda hangat, namun kali ini semua orang membungkam. Sepupu, para T
Apa? yang benar saja, kakek ingin mengembalikan semua yang sudah kami rampas dengan darah dan keringat untuk alasan nego? tidak! tidak, tidak boleh semudah itu."Maaf aku tidak setuju Kek, maafkan aku.""Kamu tidak takut ya, kalau ternyata semua yang kau lakukan, dukunganku dan entah kenapa anak buah bendi tidak mengamankan kapal kargo itu, hanya sebuah jebakan saja. Termasuk percakapan kita sekarang?""Apa kakek akan melakukan itu padaku?" tanyaku balik menunjukkan wajah curiga."Di dunia ini tidak ada manusia yang benar benar hidup dengan hati murni dan tidak punya kemungkinan berkhianat," jawabnya terkekeh penuh misteri."Jadi termasuk kakek juga?" tanyaku penuh selidik."Sudah begini saja, katakan padaku di mana kau letakkan emasnya, aku akan meminta anak buah Erika untuk menjemputnya dan masalahmu akan selesai dengan cepat.""Maaf sebenarnya, emas itu tidak bersamaku. kami membuangnya karena situasi sangat kacau, kami diburu tembakan dan nyaris meregang nyawa. Karenanya, aku memi
"Kau pasti sudah gila," ucapku terbelalak."Aku bersikap sangat baik padamu imelda, jangan sampai aku kehilangan kesabaranku, jangan sampai kedua orang tua, mertua dan keluargamu harus membayar apa yang kau lakukan."Tidak. aku tidak akan membiarkan itu terjadi, aku harusnya lebih tegas pada pria itu, aku tidak mau diintimidasi dan diancam-ancam lagi seperti dulu, jadi akan kutebalkan perlawananku."Kau ingin bunuh semua orang? lakukan saja, aku tidak takut. asal tahu saja, aku sudah merekam percakapan ini. Jadi kalau aku masuk penjara lagi kau pasti akan ikut denganku. Kuyakin ini insiden terakhir yang akan menggerus kekebalanmu pada hukum.""Sudah kubilang kalau aku bayar jaminan?""Apa kau tidak ingat kasus seorang gembong narkoba terbesar di Indonesia, dia punya akses pada kartel luar negeri, bisnisnya sangat besar dan nyaris seluruh provinsi tersebar anak buah yang siap mengedarkan barang haram. Kau tahu, pada akhirnya pria itu tertangkap, bukti-bukti terungkap dan pada akhirnya
"Baiklah, baiklah aku minta maaf," ucapku sambil menahan langkah Roni ketika ingin meninggalkan rumah.Pria yang kutahan langkahnya itu hanya berhenti sambil tertawa sinis dan memicingkan mata seakan-akan dia sudah tidak punya kepercayaan padaku."Sudah empat kali kau minta maaf padaku dan tidak ada pengakuan sedikit pun, tolong jangan mengulur-ngulur waktu aku sibuk dan harus kembali ke kantor!" tegasnya sambil menampik tanganku yang ada di bahunya."A-aku memang bersalah," ucapku lirih."Lalu?" Roni mengangkat alisnya sebelah menunggu jawabanku."Aku keliru dan khilaf," lanjutkan."Lantas?" Suamiku semakin memicingkan mata dengan curiga."A-aku ... uhm, entah apa yang harus kukatakan tapi aku memang tidak sengaja .....""Tidak sengaja bagaimana jika kau sudah membuat rencana dan melakukannya! ayo jujur saja apa yang kau lakukan!""Aku tergiur, maafkan aku," jawabku sambil menunduk lirih."Hah, terserah kau saja," balasnya sambil melepas dirinya meninggalkan diriku yang tidak tahu ha
"Itu bohong kan, kamu hanya mencoba untuk menghentikanku," desis Bendi."Itu yang dikatakan Mama, itu hasil kliniknya! Tolong lepaskan aku," pintaku dengan kalimat yang tegas."Tidak takutkah kamu bawa aku akan membunuh kalian, minimal salah satu dari kalian.""Cukup dengan omong kosongmu, Bendi, aku harus pergi. Aku harus melihat Kakek mertuaku," jawabku sambil menggandeng Roni."Roni ... pengkhianatan yang kau lakukan takkan pernah kumaafkan. Kau menusukku dari belakang dan merebut istriku!""Terserah aku tak peduli," jawab Roni."Dengar Imel, dalam kisah pernikahan kita yang jadi perebut bukan Irina, tapi Roni!" teriak Bendi memecah keheningan dan desau angin di sekitar tempat pembuangan itu. Kali ini sakit hatinya amat terlihat dari sorot matanya yang berkaca-kaca."Dia tak merebut, kami jalin hubungan sesaat setelah kau mencampakkanku, salahmu membiarkanku terombang-ambing dengan perasaan dan harapan palsu, sementara kau tidak kunjung datang menjemputku."Pria itu terduduk lesu d
"Apa yang terjadi di sini?" tanya suamiku dengan tatapan terkejut."Roni, tolong aku," ucapku yang terlepas dari belenggu bendi dalam keadaan pakaian yang sudah berantakan."Apa-apaan ini Imelda? kamu dua hari gak pulang hanya untuk bersama Bendi?" tanya suamiku dengan mata membelalak."Astaga, tidak mungkin itu terjadi, aku ada urusan Ron!""Dia bohong, kami sedang melepas rindu dan saling berbagi cinta. Saking mesranya aku lupa kalau ini ruang tamu," jawab Bendi sambil merapikan pakaiannya."Dia sedang berusaha memperkosa diriku!""Percayalah apa yang ingin kamu percayai, aku akan pergi," jawab Bendi dengan senyum miring. Suamiku terlihat langsung geram dan memandang kami bergantian.Bugh!Ketika Bendi melewatinya priaku langsung melayangkan tinju ke arah rahang mantan suami."Lancang sekali," desis Roni, tapi Bendi malah tertawa saja sambil memegang wajahnya."Apa hanya ini yang bisa kamu lakukan sebagai pria, hahahah, kamu lemah!""Apa kamu mencoba merayu istriku?""Justru sebalik
Teet ...teet ...Suara bel gerbang dipencet, aku tersentak dan bingung harus berbuat apa. Di saat seperti ini, andai bisa aku ingin punya ilmu menghilang dan kabur dari tempat ini sesegera mungkin, atau kuputuskan untuk lenyap dari dunia untuk dua menit saja. Tapi, aku sadar bahwa mental semacam ini adalah mental pengecut, aku harus bertanggung jawab atas apa yang kulakukan.Teet ... Sekali lagi bunyi pintu gerbang seakan menusuk nusuk pendengaran, memaksaku untuk segera menemui orang yang ada di pintu depan. Kuganti segera pakaian dengan dress rumahan model payung dengan lengan yang agak panjang, kugerai rambut dan memulas riasan tipis agar aku terlihat sedikit pucat dan polos. Dan ya, sebelum turun ke sana, aku akan selipkan pistol kecil ke bawa bagian short yang kukenakan, tepatnya di bagian paha. Jadi, jika bendi macam-macam, akan kutembus dadanya dengan peluru panas."Ma, ada yang pencet Bel tuh ...."Tidak ada sahutan dari mama atau papa karena ternyata setelah kuperiksa kam
"Kalau enggak Mau, kenapa berbuat sejauh ini Mel? kamu tahu kamu pertaruhkan nyawa semua orang! kita akan berurusan dengan gangster terkejam dan sampai hari ini Mama masih menyimpan trauma mendalam. Kau pikir mudah berurusan dengan para pembunuh yag kejam itu, kau pikir kalian tidak akan diburu dan dibunuh?" "Kami tahu.""Kalau tahu kenapa nekat begitu?! Apa karena kau tahu persis bahwa Bendi mencintaimu, ingat tabir Antara cinta Dan benci itu sangat tipis, cinta yang besar tiba-tiba akan menjadi kebencian dan dendam yang akan membuat tamat riwayatmu.""Tidak juga karena aku merasa nyaman Bendi tidak membunuhku karena cinta.""... atau ... kau merasa nyaman karena aku dan Roni akan selalu berada di belakangmu untuk mendukungmu! bayangkan saja Apa reaksi Roni ketika tahu bahwa kau pergi menjarah mantan suami sendiri!" Ucapan dan tatapan mama semakin tajam."Maaf ...""Apa semua perbuatanmu akan bisa terbayarkan dengan kata maaf? kerugian kapal, para mafia akan dendam dan terus mencari
Setelah mengakhiri percakapan dengan suamiku, kuletakkan kembali ponsel ke dalam tas lalu kupandangi adikku yang sedang sibuk dengan roda kemudi dan senandung kecil di bibirnya."Gawat Sis.""Hah, gawat kenapa?""Bendi menelpon Roni dan bercerita tentang apa yang terjadi, lalu dia menanyakan keberadaanku.""Lalu apa jawaban suamimu?""Dia bilang kalau aku tidak di rumah. itu anggapan Bendy akan mengerucut pada diri ini bahwa ...""Tunggu-tunggu ... jangan berpikiran liar dulu. Mantan suamimu belum punya bukti. Malam ini kau bermalam denganku di rumah Mama dan hanya itu yang terjadi. selain dari itu anggap tidak terjadi.""Iya, benar, tapi, bagaimana dengan emasnya?""Jika tak bisa menjemputnya dengan kapal kita bisa menggunakan penyelam robotik dengan pengendali jarak jauh atau mengambilnya secara manual dengan Seabob. Tim kita adalah tim yang handal, kamu tak perlu khawatir, Mel.""Iya, juga.""Jangan beri Bendi alasan untuk semakin mencurigaimu.""Tidak."Sebelum kembali ke rumah, S