Share

6. Mama datang

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-09-19 06:56:39

Esok.hari.

Entah kenapa pagi sekali mama datang ke rumah, ia masuk ke kamar dan membangunkanku setelah seorang pengawal Bendi mengantarnya ke kamarku.

" Bangun imel."

"Ada apa?"aku yang masih setengah mengantuk tentu saja terkejut.

"Bendi di mana?'

"Lagi pergi."

"Ayo kita pergi," ujarnya Mama sambil menarik lenganku dengan keras. Dia mengajakku pergi dan dari rumah suamiku tanpa alasan yang jelas.

"Kemana Ma?"

"Pulang ke rumah!"

"Kenapa?"

"Aku tahu, aku merestui pernikahanmu, tapi kami sudah salah," ucap Mama panik.

"Apa maksudnya Ma, aku gak paham?"

"Ayo pulang, jangan di sini lagi," ujarnya.

"Tapi aku istrinya, aku pengantinnya, ini rumahku sekarang," jawabku berusaha menenangkan Mama.

"Kita salah, Nak, mama minta maaf, Papamu selalu berat untuk setuju dari dulu, dan kini semuanya jelas, sebelum terlambat ayo pergi."

"Aku belum mengerti," balasku ragu.

"Ayo ambil barang penting dan kabur dari sini," ajaknya dengan cepat, kuambil ponsel dan mengikuti mama yang panik, meski bingung, aku berusaha mengikuti agar dia tenang.

Sewaktu membuka pintu, Bendi datang dan langsung heran melihat mama yang membawaku dengan cara ditarik. Dia terkejut dan heran sekali.

"Lho mau kemana Ma?"

"Aku mau ngajakin Imel pulang," jawabnya tegas.

"Kenapa Ma?"

"Karena dia anakku!"

"Aku tahu, tapi kenapa, Ma? Dia istriku sekarang."

"Pergi dan temukan istri baru untukmu, kalo kalian dendam, jangan jadikan anakku tumbal."

"Astaga Mama, aku gak paham, Mama ngomong apa, aku lho, cinta sekali dengan Imelda, kenapa Mama memgajak dia pergi? Di separuh jiwaku di mana aku ingin mati saja jika hidup tanpa dia."

"Mama ..." Aku memohon pada mama.

"Tidak Bendi, anakku bukan korban kalian, kalo ada masalah hadapi saja aku langsung," ungkap mama meracau.

"Aku gak paham, Ma. Imelda orang yang kucintai, mana mungkin aku mengorbankannya? Lagipula aku gak pake pesugihan kok?" jawab suamiku tersenyum santai. Dia mendekat, ia mengambilku dari tangan Mama.

"Mama duduk dulu deh, kita bicarakan baik-baik," suruhnya sambil mengajak kami kembali ke dalam dan duduk di sofa.

Aku dan Mama mengikuti langkahnya dan kami duduk di sofa saling berhadapan.

"Katakan hal yang sebenarnya. Apa tujuanmu menikahi anakku?" tanya Mama dengan nada tegas.

"Mama, kenapa Mama baru menanyakan itu sekarang, aku sudah katakan bahwa aku mencintai Imel," jawab bendi. Aku yang berada diantara percakapan itu merasa bingung.

"Apakah kau mengemban dendam keluargamu untuk menghancurkan kami?"

"Aku tidak paham, jangankan dendam kenal pun tidak. Bagaimana orang tuaku akan mendendam kepada keluarga Mama kalau mereka sama sekali tidak mengenal." Suamiku menjawab dengan wajah heran.

"Argumenmu bagus, tapi aku yakin kau pasti mengenal suamiku dari dulu?" tanya Mama meyelidik.

"Iya, aku mengenalnya, kami juga berhati hati padanya, karena bisnis kami bertentangan dengan idealisme petugas."

"Kau sungguh menikah Imelda karena cinta?"

"Iya, aku tidak punya alasan lain untuk mengejarnya sedemikian rupa, aku mencintainya, Ma."

"Sebenarnya kau bisa dapatkan wanita manapun yang kau mau, iya, kan?"

"Ya, tapi herannya, hatiku hanya untuk Imel," balasnya menggengam tanganku lalu mengecupnya.

"Jadi Mama tidak perlu khawatir lagi ya," ucap Bendi.

"Masalahnya aku gelisah karena ..." Ucapan mama menggantung, dia menggigit bibirnya sesaat lalu bangkit dan berpamitan kepada kami.

"Aku pulang dulu, tolong jaga Imelda."

"Baik, Ma, itu pasti, aku akan mengurusnya dengan baik."

"Pastikan bahwa anakku selalu aman ya," ungkap mama yang lalu menjauh, meninggalkanku dan menghilang dari balik pintu.

Ada apa sebenarnya dengan Mama? Kenapa dia begitu panik dan gelisah, apa yang terjadi?

Melihatku tercenung, Mas Bendi menyentakku dengan menjentikkan jarinya di depan wajah.

"Ada apa, Sayang?"

"Gak ada, Mas," jawabku.

"Kamu mikirin apa, heran ya?"

"Iya," jawabku singkat.

"Aku juga, tapi kamu jangan khawatir semuanya akan baik-baik saja."

"Apakah ini berkaitan dengan permintaan Mami yang menyuruhku untuk merelakanmu, jujur aku sangat sedih dengan itu, sangat gelisah sampai tak tertidur di malam hari, katakan Mas, apa rencana Mami?" tanyaku pada suami perihal niat ibunya.

"Ah, mami hanya memikirkan kelancaran Bisnis, aku tahu persis dia hanya ingin memastikan bahwa aku tidak akan pernah bangkrut. Tapi tenang saja Sayang, aku juga cerdik, banyak bisnis yang bisa di menguruskan tanpa harus melakukan pernikahan dengan anak kolega."

"Kau terlalu tampan dan karismatik, juga berduit, siapa pun mau menikahimu," ungkapku mengusap wajahnya.

"Tapi aku hanya mau menikah denganmu," balasnya sambil mendaratkan ungkapan cinta di bibirku.

"Astaga, kau ini ... sempat-sempatnya," gumamku menusuk dada dengan ujung jari.

"Ayo kita ke kamar, aku merindukanmu," bisiknya mesra.

"Ini masih siang," balasku mendorong wajah Bendi.

"Ya, bercinta bisa kapan saja, kan, tidak ada aturan baku di mana hanya boleh melakukannya di malam hari," jawabnya lalu mengangkat tubuh ini tinggi-tinggi lalu membawaku masuk ke dalam kamar kami.

*

Pukul dua belas malam,

Ponselku berdering, aku bangkit, memeriksa keadaan, nampak suamiku yang sedang bertelanjang dada, tertidur pulas di sampingku.

"Ha-halo?" Dadaku berdebar ingin tahu siapa yang menelpon di tengah malam begini.

"Bagaimana malammu?" tanya suara pria dari seberang sana.

"Baik," jawabku tanpa curiga. "Tapi, kau siapa?"

"Aku ucapkan selamat, tapi jangan sampai kau punya anak, karena itu akan memberatkan keadaanmu," balasnya.

"Memangnya kau siapa berani mencegahku!"

"Aku memberimu saran, Imel, selagi belum terlambat kabur dan kembalilah ke rumah orang tuamu."

Pria di seberang sana tertawa dan aku langsung menutup ponsel dan menghempaskannya di nakas, dasar konyol!

Tapi di sisi lain, kenapa permintaan untuk menyuruh kabur dari tempat ini terus menerus datang dari segala sisi? Mengapa?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   113

    Dengan perlahan, aku merayap di antara pepohonan, berusaha tidak terlihat oleh para pria jahat yang sedang mengincarku dan mengepung vila Roni.aku berlari menuju sebuah mobil, menghujam tangki bensi dengan sebuah obeng tajam lalu membiarkan bensinnnya mengalir, kulakukan hal itu pada dua mobil lain hingga tiba tiba aku ketahuan oleh seorang wanita, anak buah Bendi yang terkenal bengis tanpa ampun dan licik, dia Oxana."Nyonya, apa yang anda lakukan di kolong mobil bos kami?" agak terkejut diri ini tapi aku berusaha untuk segera bersurut mundur menghindarinya.Tiba tiba dia layangkan tendangan ke bahuku, kakinya mendarat hingga terasa nyaris mematahkan tulang bahuku. "akh ..." satu tendangan sekali lagi, namun sigap kutangkap betisnya, aku siap menusukkan obeng ke tulang kering wanita berkepang panjang dan berkulit hitam itu. namun ia melompat salto dan nyaris saja permukaan sepatunya mengenai wajahku. aku bangkit, Kembali menerima serangan tinju dan pukulan, kuimbangi dengan coba m

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   112

    "Apakah aku harus menembak Roni, kita tak bisa mati konyol tanpa perlawanan begini," ucapku setengah berbisik, berharap dia mendengarku."Tolong sederhanakan perintahku. cari tempat berlindung dan tiaraplah, Istriku. aku mohon Imelda!" Suara Roni terdengar kehabisan kesabaran sehingga membuatku tidak punya pilihan."Aku bisa membantumu!" ucapkan sekali lagi untuk meyakinkannya."Sekali saja ... jangan jadi keras kepala dan berbuat sesukamu, aku mohon dengarkan aku dan berlindunglah!" bentaknya yang kehabisan kesabaran."Hei, Roni!"Dari luar terdengar nada panggilan dari suara familiar yang sudah kukenal. Itu Bendi. "Ya, Tuhan cepat sekali pria itu menemukan kami," gumamku panik."Kalian dikepung dan tidak punya pilihan. Serahkan Imelda dan emasnya atau kalian mati berdua!" Ancam Bendi."Aku tak akan serahkan istri dan anakku, enak saja.""Dia sudah bikin gaduh dan resah, istrimu itu bukan figur wanita yang cocok disebut istri dia lebih pantas dipanggil ibunya mafia.""Kau yang membu

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   111

    Kami sampai di sebuah rumah berlantai satu dengan pola bangunan letter L. Ada banyak kamar, dan sebuah kolam renang di antara taman yang cantik.."Ini adalah Vila peristirahatan keluarga kami, masing masing keluarga punya kamar yang dilengkapi dapur dan kamar mandi. Kita juga punya kamar," ucap Roni sambil menyalakan lampu depan yang seketika menerangi koridor. Lantainya keramik dengan pola mozaik hitam putih yang klasik, jendela di buat dengan gaya Belanda serta cat putih yang hampir rata ke seluruh dinding rumah."Kamar kita ada di dalam." Roni kembali membuka pintu yang menghubungkan ruang tengah ke koridor sayap kiri."Apakah di sini akan aman?""Aman. Hanya saja aku memikirkan kedua orang tua kita, bagaimanakah gerangan mereka di sana."Tring ....Ponselku berdering. Ada nama mantan suami yang hingga saat ini tidak mengganti nomor ponselnya.kuangkat telpon dan belumlah aku menjawab mantan orang terkasihku itu langsung berteriak."Apa yang kau lakukan pada Mami?!""Dia yang memak

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   110

    "Apa ...?" Sekali lagi pertanyaan itu menggantung di udara."Iya, aku memberinya kesempatan dengan seteguk nyawa. Kuharap si tua ceking itu menyadari kekeliruannya yang panjang dan segera bertobat.""jangan santai, Mel, kita dalam bahaya. Bagian mana yah kau tembak? apa kau membuatnya terkapar?" Tanya Roni sembari menelan ludah."Kurasa aku meremukkan tulang kakinya dengan timah panas.""Allahu ... aku specless ...." Tante Vina hanya bisa menggeleng sambil mengurut dada."Tahukah kamu apa yang kemudian akan terjadi?" "Tidak bisa kutebak, Kek.""Roni, bawa imel menjauh dari tempat ini, sementara kalian semua, pergilah ke vila di luar kota. aku akan menelpon keamanan untuk berjaga di sekitar rumah kita.""Apa artinya penjagaan ayah? pasukan penjahat itu tetap akan membantai kita semua hingga tak seorang pun tersisa."Om Heri murka dan geram sekali."Imelda, sungguh, aku mengecam sekali perbuatanmu, kau tidak pernah mau mendengar omongan orang tua," imbuh Tante Vina."Maafkan aku Tante,

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   109

    "Andai bukan anak Suryadi, mungkin aku akan meragukan mu, tapi mengingat bahwa kau dibesarkan oleh orangtua yang hebat aku tidak akan heran dan merasa ragu.""Apa yang harus aku lakukan sekarang menurut kalian, aku harusnya seperti apa?""Mengapa selalu keluarga ini yang membayar hasil perbuatanmu. Kenapa tidak pulang saja ke rumah Ibumu dan tanggung semua itu sendiri. kami tidak ada kaitannya dengan segala hal yang kau lakukan termasuk mengapa juga kami harus tersakiti oleh sesuatu yang tidak kami kerjakan?"Om Heri dan istrinya tiba-tiba turun karena mendengar percakapan di pagi buta menjelang subuh."Lihat dia, masih dengan gaun rajut dan cardigan, juga sepatu Keds yang seharusnya menunjukkan dia wanita hamil yang sedang menikmati waktu casual. tapi bercak darah dan tatapan mata penuh misteri itu ... sungguh mengerikan. Aku tidak tahu sudah berapa banyak anak ini membunuh orang, tapi yang pasti dia benar-benar berbahaya," imbuh pria yang sejak lama bersitegang dengan mama dan tidak

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   108

    Aku yang kaget langsung berusaha membalikkan badan tapi wanita itu menahan gerakanku sambil mendorong kan moncong pistol dengan kencang, ia semakin menekan kepalaku dengan ujung senjatanya itu. "Jangan coba coba bergerak sebelum kuletuskan kepalamu!""Baiklah, aku tak akan bergerak, tapi, ada baiknya jika kau bersikap tenang agar aku pun juga tenang," jawabku."Dengan cara apa lagi aku menghentikanmu, sepak terjangnmu sejak di dalam penjara benar benar tak henti mengejutkanku. Bahkan untuk penjarahan yang terakhir ini, aku benar benar tak bisa menduganya. Tapi aku tak heran dengan sifatmu yang serakah dan pendendam. Ketika Bendi memberi tahu bahwa pelakunya ada kau, aku langsung paham bahwa dirimu memang gemar cari masalah," ungkapnya panjang lebar."Kau tahu sendiri bahwa aku tak senang melihat kalian bahagia, terlebih dirimu yang biang keladi rusuh dan kejahatan di kota ini," jawabku. Perlahan kususupkan tangan ke dalam mantelku, berusaha meraih pistol dengan cara paling halus, ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status