Share

7. menemui orang tua

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-09-23 07:15:14

Karena tidak tahan dan terus terus dibayangi oleh kekhawatiran karena ditelepon oleh pria misterius itu. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya langsung kepada Bendi setelah pagi hari.

"Mas, aku mau tanya," ucapku setelah dia bergabung di meja makan dan menikmati sarapannya.

"Apa?"

"Apa kau menikahiku untuk membalas dendam pada orang tuaku?"

"Apa maksudmu?" Dia tertawa begitu saja.

"Apa benar ayahku sudah menghalangi bisnis real estate kalian? Apa benar kau menikahiku hanya untuk menyakitiku?"

"Apa kau pernah merasa disakiti?"

"Tidak, belum ..."

"Dan tidak akan pernah itu terjadi, buat apa aku harus menyakiti istri yang sudah susah payah kukejar?" tanyanya mengernyitkan alis.

"Aku terus-menerus mendapatkan telepon misterius yang mengingatkan bahwa aku harus segera kabur darimu," bisikku pelan.

"Kalau begitu masalahnya akan selesai dengan cara yang sangat mudah," ucapnya sembari bangkit dan langsung menuju di mana telepon rumah terpasang lalu dia memotong kabel nya dengan pisau roti yang dipegangnya.

"Mulai sekarang tidak ada yang akan menelponmu, jadi sudah beres ya." Dia mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahu.

"Tapi nggak motong kabel telepon juga kali ....."

"Biarin aja, aku tidak mau seseorang mempengaruhi dirimu dan memperkeruh hubungan kita. Aku tidak mau ada seorangpun yang mengganggu istriku atau membuatnya khawatir."

"Bagaimana jika yang diungkapkan adalah kenyataan?"

"Ah, bagaimana mungkin jika aku akan melenyapkanmu, untuk apa aku berpura-pura menikahimu? mudah sekali untuk mencabut nyawa seseorang hanya dengan satu tembakan."

"Ya, betul."

"Jadi kamu menerima argumenku?" Tanyanya.

"Ehm, mungkin ...." Aku menggeleng dan mengangguk dalam waktu bersamaan, sedikit ragu tapi juga yakin.

"Berarti kau setuju dengan semua ucapanku?"

"Bisa jadi."

"Kau meragukan suamimu?"

"Enggak."

"Bagus."

"Tapi aku harus memastikan," ucapku pelan.

"Apa lagi?"

"Keamanan."

Dia tergelak dan tertawa sejadi-jadinya, makan sampai perutnya nampak sakit. Kembali duduk di sampingku dan dia masih saja tertawa.

"Hei, Nyonya, kau terlalu lembut dan cantik untuk bisa kusentuh dengan kejam, aku mencintaimu," ucapnya mencium pipiku.

"Tapi, Mamamu memintaku untuk tidak terlalu dekat denganmu."

"Jangan hiraukan, mana ada istri yang harus menjauh dari suaminya, itu tidak masuk akal."

"Baiklah, selesai."

"Ya, kuharap sudah tidak ada lagi pembahasan tentang ini karena itu sama sekali tidak ada artinya dibahas-bahas."

**

Dengan diantar dua orang penjaga dan supir, aku diantar ke rumah Mama, rumah lantai dua di kompek perumahan Puri Indah Lestari. Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah yang sudah belasan tahun kami tinggali sebagai keluarga.

Kupencet bel dan tak lama kemudian Siska keluar untuk menyambutku.

"Kakak, tumben datang."

"Ah, iya aku rindu."

"Tapi bukannya kemarin Mama ke rumah kakak?"

"Iya tapi cuma sebentar, karena itu aku ingin bertemu mama lagi dan ingin meminta kejelasan."

"Hah, kejelasan ... apaan?"

"Gak tahu, pokoknya ada deh, mama di mana?"

"Di dalam," jawab Siska.

"Yuk, masuk."

Ketika masuk ke dalam itu aku langsung mengedarkan mata dan memanggil mama.

"Ma, Mama ...."

"Iya, Sayang." Mama keluar dari ruang tengah dan langsung memelukku.

"Ya, Allah, kamu datang, Nak."

"Iya, aku mau kunjungi Mama dan Papa sebentar, habis itu ke supermarket," balasku senyum.

"Aku pikir kamu sudah memutuskan untuk tinggal dengan Mama."

"Mana bisa Ma, suami aku gimana?".

"Ah, iya." Mamanya menggigit bibirnya lalu kemudian setelah beberapa detik permainan ia langsung mengajakku meja makan dan menyuruhku menyantap gulai daging kesukaaan.

"Yuk, makan dulu."

"Papa mana?"

"Pergi ke kebun, sore baru kembali," jawabnya.

"Baik. Oh ya, mau tanya apakah Mama didatangi oleh pemuda yang bernama Roni?"

"Iya, kamu juga ya?"

"Hu-uhm."

"Dia bilang apa?" tanya mama penasaran.

"Dia bilang hati-hati."

"Apa dia nggak bilang... Seharusnya kamu nikahnya sama dia?"

"Ehm, enggak sih, cuma hati hati aja."

"Ya, ampun sayang ...."

"Tapi aku heran loh, Ma. Karena pemuda itu juga adalah sahabat suamiku entah kenapa diam membisikku kata-kata yang membuat kaget, apa dia benar?"

"Entahlah." Mama hanya mengangkat kedua bahunya.

"Bagaimana kalau ternyata yang dia katakan benar dan kita akhirnya menyesal."

"Emangnya Bendi berbuat macam-macam?"

"Nggak pernah, Ma," jawabku.

"Mama harap kita sudah hidup dalam tenang, setelah berbulan-bulan hidup dalam kesulitan dan ketegangan, Mama ingin semuanya akan baik-baik saja."

"Pokoknya selama semuanya baik-baik saja tidak perlu ada yang dikhawatirkan."

"Iya betul." Mama menghela nafas pelan dan di saat bersamaan Siska datang dan bertanya apa kiranya yang kami bicarakan.

"Ngomongin apa?"

"Enggak apa apa, biasalah bisnis istri istri," balasku tertawa.

"Gitu ya Kak, btw, Kakak jadi masuk kuliah?"

"Tergantung suamiku, jika mengizinkan aku akan melanjutkan kuliah ke fakultas pendidikan."

"Bagaimana jika Bang Bendi menolak?"

"Berarti aku gak lanjut."

"Emang enak di rumah aja?"

"Ada suamimu, ada banyak yang harus aku urusi, makanan, atau uang gaji anak buah, dan mengatur jadwal Mas Bendi."

"Oh, mafia punya jadwal juga ya ...."

"Emang artist aja yang menerima endorsement? Preman juga bisa," jawabku dan kami pun tergelak bersama.

Tak lama dari itu, ponselku berdering ketika ketika kutatap layar ternyata yang menelpon adalah suami.

"Ya, Mas ...?"

"Kamu di mana?"

"Di rumah Mama."

"Kapan pulangnya?"

"Sore, aku mau ketemu papa dulu, mau nanya sesuatu," jawabku.

"Hah, nanya apa?" nadanya terkejut.

"Enggak apa apa," jawabku.

"Mau pulang sekarang deh, karena ada sedikit urusan," suruhnya.

"Aduh, jangan dong, Sayang, nanggung banget."

"Imel, sebagai istri kamu pasti dengerin omongan suami 'kan?"

Tentu, pertanyaan demikian membuatku tidak berdaya. Aku terdesak dan harus menyerah untuk mengikuti keinginannya.

"Ya, baiklah, aku pulang," balasku.

"Supir ada sama kamu?"

"Ada."

"Kalo gitu, buruan ya, Sayang, aku tunggu. Kita akan pergi ke rumah Mami," imbuhnya.

"Kok tiba tiba?"

"Nggak tahu tiba-tiba disuruh aja," jawabnya.

"Apa Mami akan mengatakan sesuatu?"

"Kayaknya Iya."

"Aku takut, Mas, aku khawatir jika hal yang kutakutkan terjadi."

"Ah, bukan itu pastinya, paling Mami meminta kamu untuk mengatur keuangan."

"Semudah itukah?"

"Apa yang tidak mungkin, kamu mantunya?" Mas Bendi tertawa.

"Baiklah mas sampai jumpa disana."

Kututup ponsel dan memasukkannya ke dalam tas.

Dengan segera aku berpamitan kepada Mama dan adik ku selalu kembali ke mobil dan meluncur bersama dua orang pengawal.

***

Sesampainya di depan rumah ibu mertua Mas Bendi sudah menunggu di depan gerbang dengan mobilnya.

"Sayangku ...." Dia menyambut dan langsung memelukku.

"Ah, Mas, jangan peluk di depan gerbang seperti ini orang-orang akan melihat dan aku malu sekali."

"Malu kenapa, kalau mencuri baru malu?" jawabnya tertawa.

"Ayo, masuk," ajakku.

"Ayo."

Ketika pintu rumah terbuka dengan diantar oleh asistennya kami menuju sebuah ruang yang cukup besar dengan, kursi warna emas yang melingkar dinding. ada meja marmer dan vas bunga berisi mawar di atasnya.

Yang mengejutkan bukan itu, tapi seorang wanita cantik berbaju merah duduk berdekatan dengan ibu mertua, dan di seberang sana adalah Roni yang memegang segelas minuman, dia tersenyum padaku sambil mengulurkan gelasnya, dan dia melakukannya dengan santai dengan isyarat mata seolah menertawakan apa yang akan terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   143

    "Tunggu!" Cegahnya sambil menelan ludah. Dari tangannya ku ambil alih senjata api otomatis lalu aku masuk ke lift."Kita tidak punya waktu lagi," jawabku sambil menutup pintu lift.Ketika sampai di lantai atas dan bunyi lift berdenting, aku disambut oleh puluhan orang penjaga dengan pistol yang sudah mengarah moncongnya kepadaku."Hai, senang bertemu kalian!" para penjahat itu melongo di beri ucapan selamat.Aku langsung menggeber senjata dan tidak membiarkan seorang pun memberikan perlawanan. Mereka memang menembak tapi itu hanya menembus di dinding besi lift dan hanya meleset begitu saja. Sementara aku berhasil menjatuhkan sebagian besar dari mareka. Ketika seseorang menghalangi jalanku aku langsung memukul wajahnya dengan gagang senjata dan berhasil membuat dia terjerembab, tubuhnya melewati pembatas lalu jatuh ke atas patung air mancur yang ada di lantai bawah, tempat pesta berlangsung dengan posisi perut tertusuk. Seketika keriuhan terjadi dan para wanita berlari menyelamat

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   142

    Seminggu kemudian.Aku telah berhasil mengabarkan Roni akan, keberadaan dan keadaanku. Tadinya ia khawatir, tapi setelah kuyakinkan bahwa aku harus menjemput papa dan Mama, Roni segera setuju. Tadinya ia memintaku berhenti dan dia berjanji akan membawa aparat dan pasukan yang banyak untuk menangkap Nyonya erika. Namun mengingat wanita licik bak belut itu selalu punya cara untuk menyembunyikan bukti, kurasa, semua usaha akan sia sia saja."Roni, jaga dan pulihkan saja dirimu, kau harus sembuh seperti sedia kala._""Iya, kau juga Mel. Jaga dirimu, aku sangat mencintaimu, dan merindukan suasana rumah kita yang bahagia.""iya, setelah ini tuntas, kita akan berkumpul lagi dan berbahagia." Kupastikan bahwa putri dan adikku aman bersama keluarganya dan kuminta juga padanya agar ia bersembunyi di tempat yang aman bersama anggota keluarga inti.*Selama seminggu bersembunyi dan berusaha memulihkan diri sudah banyak yang terjadi terkait dengan penyerangan dan kejahatan Bendi. Banyak korban mat

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   141

    "Tarik napas dan bersiaplah mengejan!" teriak pria itu diantara deru mesin mobil yang mengebut. Aku tidak peduli dia pria atau hanya orang asing yang akan melihat bagian pribadiku, yang aku tahu ... aku membutuhkan bantuannya untuk menyelamatkan bayiku.Anak buah tuan Peter yang terkesima melihat dia sigap menyiapkan momen lahiran hanya melongo kebingungan. plak!Tuan Peter menggeplak salah seorang anak buahnya dan memintanya tetap fokus melihat ke jalanan."Apa yang kau lihat, kenapa kau melongo. Jaga kami dan pastikan semua aman dari segara arah. Pasukan bendi bisa datang dari mana saja dan kapan saja!" Ujar tuan Peter setengah marah."Ayo Imelda, mengejanlah ketika rasa sakit itu datang. Jangan mengerang, tapi mengejan dengan menekan napas di tenggorokan!" "Baik, Pak.""cukup panggil saja aku dengan ucapan Peter seperti sebelumnya kau memanggilku, jangan sebut tuan atau pak!" pria itu memarahiku di tengah rasa sakit."Iya baiklah. arrggggg... hsssgggghh ....""sekali lagi!""hgg

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   140

    "Kau ... Punya sisi baik juga?" tanya pria itu ragu, melihat ekspresi wajahnya yang bingung dan tercengang aku langsung tergelak dan menggeleng cepat. Lampu hijau menyala dan kumajukan mobil meluncur di jalan raya."Kau sungguh punya kepedulian seperti tadi?""Iya, tuan Peter, aku ini juga manusia yang punya hati.""Ya Tuhan ... Aku tidak menyangka." Pria itu masih menganga dan menggeleng tidak percaya." ... Kupikir kau hanya mesin pembunuh, tapi, ternyata, kau wanita yang baik juga.""Asalnya diriku ini adalah wanita yang baik, dan mungkin akan kembali baik lagi seperti dulu," jawabku sambil membelokkan mobil ke jurusan timur, ke arah pinggir kota di mana mansion sekaligus perkebunan Nyonya Erika berada. Mungkin kurang waspada atau tidak menaruh curiga, tiba mobilku ditabrak oleh sebuah mobil besar dari arah samping. Aku terkejut dan berusaha mengendalikan kemudi, perutku mulai sakit dengan goncangan keras barusan. Kukebut gas agar bisa menghindar, dan meminta tuan Peter mengangkat

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   139

    Di dalam perjalanan menuju mansion mantan mertua, matahari sore mulai menguning dan semilir angin semakin kencang menerpa wajah ini. ada perasaan sedih yang tiba-tiba menyeruak di hatiku di mana Aku merindukan kehidupanku yang dulu. Entah kenapa keadaan hatiku tiba-tiba menjadi melodramatis dan aku tidak mengerti mengapa itu terjadi.Mungkinkah karena tekanan mental, dan beban yang begitu banyak yang kini ada di pundakku. Belum lagi dosa dosa yang sudah kutanggung, ditambah kini, bersamaku ada calon kehidupan baru yang menunggu tanggung jawab besar."Aku tidak bisa terus-terus seperti ini... aku harus berjanji pada diriku sendiri, setelah masalah dengan bendi dan Erika tuntaskan maka aku akan kembali ke kehidupanku yang awal, di mana aku akan menjadi istri yang manis dan ibu yang baik juga.""Ada apa kau melamun, Apakah kau merasa takut seharusnya kau tidak perlu takut karena sekarang ada 50 Jeep yang beriringan bersama kita.""Aku yakin Nyonya Erika sudah mengerahkan pasukannya dan j

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   138

    "Kau ... Punya sisi baik juga?" tanya pria itu ragu, melihat ekspresi wajahnya yang bingung dan tercengang aku langsung tergelak dan menggeleng cepat. Lampu hijau menyala dan kumajukan mobil meluncur di jalan raya."Kau sungguh punya kepedulian seperti tadi?""Iya, tuan Peter, aku ini juga manusia yang punya hati.""Ya Tuhan ... Aku tidak menyangka." Pria itu masih menganga dan menggeleng tidak percaya." ... Kupikir kau hanya mesin pembunuh, tapi, ternyata, kau wanita yang baik juga.""Asalnya diriku ini adalah wanita yang baik, dan mungkin akan kembali baik lagi seperti dulu," jawabku sambil membelokkan mobil ke jurusan timur, ke arah pinggir kota di mana mansion sekaligus perkebunan Nyonya Erika berada. Mungkin kurang waspada atau tidak menaruh curiga, tiba mobilku ditabrak oleh sebuah mobil besar dari arah samping. Aku terkejut dan berusaha mengendalikan kemudi, perutku mulai sakit dengan goncangan keras barusan. Kukebut gas agar bisa menghindar, dan meminta tuan Peter mengangkat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status