Share

Rencana

last update Last Updated: 2024-10-19 21:37:34

'Gina, jam makan siang nanti bisa nggak ketemuan di cafe biasa kita nongkrong?'

'Bisa dong. Apa sih yang nggak buat kamu. Hehehe.'

'Oke.'

Alisha menatap kembali pesan dari Gina di layar ponselnya. Lalu dia melirik jam tangan yang menunjukan pukul setengah satu. Itu artinya sudah hampir tiga puluh menit Alisha duduk di cafe menunggu sahabatnya itu.

Alisha menyeruput secangkir kopi yang hampir habis dan tak lama setelah itu, seorang wanita dengan rambut lurus sebahu menghampirinya dengan nafas tersengal. Wanita itu menarik kursi di depan Alisha lalu duduk sambil menarik nafas lega.

"Sorry, Al. Kamu nunggu lama ya? Tadi mendadak aku dapet pasien baru."

Alisha melengkungkan senyum pada Gina yang masih terengah. Lalu dia mendorong secangkir kopi amerikano yang menjadi minuman favorit Gina.

"Nih, minum dulu. Tadinya sih kalau kamu nggak dateng juga, aku mau cabut."

"Jangan, dong! Mau gimana juga, aku udah berusaha dateng demi kamu lho," protes Gina sesaat sebelum meneguk kopinya.

Setelah itu, dia meletakan lagi cangkir kopi ke atas meja dan bertanya sambil menatap Alisha, "Kamu minta ketemuan di sini pasti pengin curhat kan? Sekarang, cerita sama aku! kamu punya masalah apa, Al?"

Alisha terdiam sejenak. Bibir bawahnya dia gigit dengan kuat karena menahan keraguan di dalam dada.

Gina yang menunggu pun mengangkat alisnya. Setelah lama menjalin persahabatan, Gina menjadi memiliki insting yang kuat terhadap Alisha.

Tanpa menunggu Alisha bercerita, Gina langsung mengulurkan tangan untuk mengusap lengan Alisha. Lalu dia pun bertanya, "Cerita aja, Al! Ada masalah lagi sama Bara?"

Alisha menganggukkan kepala perlahan. Lalu menghela nafas sambil menundukkan pandangan dengan perasaan yang hampa.

Melihat sahabatnya mengadu akan sikap suaminya untuk kesekian kali, menumbuhkan bibit-bibit kejengkelan di hati Gina. Bukan jengkel karena Alisha terus curhat padanya, melainkan karena jengkel akan sikap kasar Bara pada Alisha.

"Kali ini apa lagi, Al? Dia ngata-ngatain kamu? Dorong kamu? Cuekin kamu? Gedeg ya sumpah aku sama suami kamu, Al. Pengin aku tonjok tuh muka."

Alisha menopang dagu menggunakan satu tangannya. Dengan tatapan kosong, Alisha berkata, "Bukan itu, Na. Tapi yang mengganjal dipikiran aku sekarang..."

Alisha mendadak ragu untuk mengatakannya. Namun, dia sudah melihat raut penasaran Gina yang pada akhirnya dia pun berbicara dengan suara lirih, "Aku pengin hamil."

Seketika Gina melebarkan matanya. Dia menatap Alisha lekat-lekat sambil berharap jika ucapan Alisha hanyalah sebuah prank.

"Alisha, kamu serius?"

Alisha mengangguk mantap. "Ayah mertua aku udah pengin punya cucu dan siapa tahu dengan adanya anak, Mas Bara jadi membuka hati buat aku."

"Tapi kalau semisal kalian udah punya anak dan Bara tetap nggak cinta sama kamu, gimana?"

"Kamu kok nakutin aku sih, Na?" Alisha balik bertanya.

"Aku nggak nakut-nakutin kamu. Aku cuma realistis aja, Al."

Alisha menarik nafas, mencoba berpikir dengan jernih. Dalam lubuk hati, Alisha memang dapat merasakan jika pendapat Gina ada benarnya. Bisa saja, setelah memiliki anak, Bara tetap membencinya.

"Aku akan coba dulu, Na," ungkap Alisha dengan mantap. "Ini akan menjadi usaha terakhir aku. Jika sampai aku hamil dan Mas Bara tetap nggak cinta sama aku, aku akan pergi."

"Al, jangan bodoh, deh! Mending kamu itu cari aja pria lain yang jelas-jelas sayang sama kamu."

Alisha menggelengkan kepala. Tak sependapat akan saran dari Gina.

"Sebisa mungkin aku akan pertahankan pernikahan ini, Na. Aku udah janji sama ayah aku," Mendadak pelupuk mata Alisha mulai menggenang begitu teringat saat sang ayah menghembuskan nafas terakhirnya.

Bagaikan tertular emosi, kedua mata Gina juga turut berkedip beberapa kali karena bola matanya sudah mulai berkaca-kaca. Gina mengusap kedua tangan Alisha dan menggenggamnya sangat kuat.

"Kamu yang sabar, oke? Kamu itu kuat, Al. Kamu layak disayang. Kapanpun kamu butuh bantuan, panggil aja aku."

Kedua wanita itu seketika berpelukan saling menguatkan. Tanpa mereka sadari, seorang pelayan pria datang sambil membawa nampan.

"Permisi. Pesanannya, Kak."

Ucapan pelayan itu membuat Alisha dan Gina serempak melepaskan pelukan. Mereka berdua berdehem untuk mengusir rasa canggung selagi pelayan pria meletakan pesanan ke atas meja.

Beberapa saat berlalu, Alisha dan Gina menikmati makan mereka dalam diam. Hingga akhirnya Gina kembali bersuara begitu teringat akan sesuatu.

"Tapi, Al. Gimana kamu mau hamil, kalau Bara aja nggak pernah nyentuh kamu? Kalian berdua tiap malam tidur terpisah, kan?"

Alisha terdiam menunggu menelan makanannya. Lalu berbicara, "Nah, itu dia, Na. Yang jadi persoalan aku."

"Atau kamu mau aku kasih obat biar Bara..."

"Enggak. Enggak, Na," Alisha dengan cepat memotong perkataan Gina. Dia tahu apa yang ada di benak sahabatnya itu. "Aku nggak mau. Yang aku mau Mas Bara nyentuh aku karena dia benar-benar cinta sama aku."

"Terus, gimana dong?"

Alisha meletakan sendoknya dan membungkukkan badan mendekat pada Gina. Tahu jika Alisha akan memberitahukan sebuah rahasia penting, Gina pun reflek mencondongkan tubuhnya juga.

"Aku udah ada rencana, sih. Tapi rencana aku ini perlu bantuan dari ayah mertua aku."

"Apa itu?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma : Kubuat Kau Menyesal   Pertemuan

    "Na, Bintang mana?" tanya Andrew begitu sampai di pintu restoran dan bertemu dengan Gina yang membawa nampan berisi makanan.Gina mengalihkan pandangan ke meja di mana terakhir kali dia melihat Bintang duduk di sana. Namun, mendadak wajah Gina berubah pucat kala mendapati Bintang tak ada."Lho, tadi dia lagi duduk di situ. Aku suruh tunggu kenapa nggak ada?" Kemudian Gina memutar kepalanya mencari sosok Bintang. "Bintang? Bintang?"Andrew bersigap mencari Bintang ke segala penjuru restoran hingga ke toilet. Menanyai ke beberapa karyawan dan ternyata tak ada satupun yang melihat Bintang.Begitu pula dengan Gina yang bertanya kepada pengunjung restoran yang duduk di meja tak jauh dari tempat duduk Bintang sebelumnya."Permisi, Bu. Apa ibu lihat anak di foto ini? Tadi dia lagi duduk di sebelah sana," Gina menunjukan foto Bintang yang tersimpan di ponselnya kepada seorang wanita paruh baya.Wanita itu melirik Gina sesaat lalu berkata, "Tadi aku lihat dia lari lihat barongsai di seberang j

  • Karma : Kubuat Kau Menyesal   Kedatangan Bintang

    Rumah megah itu berdiri kokoh di tengah kawasan elit. Sinar matahari pagi menari-nari di antara dedaunan hijau yang mengelilingi rumah. Andrew melangkah masuk membawa tangan kecil milik Bintang. Anak itu menatap kagum sekelilin. Mata bulatnya berbinar melihat interior rumah yang mewah."Bu, lihat siapa yang sudah datang?" seru Andrew sambil menggendong Bintang.Anne, sang ibu, keluar dari dapur. Wajahnya merekah dalam senyuman hangat saat melihat Bintang. "Hai, Bintang! Kamu anaknya Icha, kan? Ayo sini, tante peluk."Bintang sedikit malu-malu, tapi ia membalas pelukan Anne dengan erat. Anne menggendong Bintang dan mengajaknya berkeliling rumah. "Ini kamar tamu, nanti Bintang bakal tidur di sini... dan ini taman belakang, kita bisa main ayunan di sini, yuk."Bintang mengangguk semakin bersemangat. Ia turun dari gendongan Anne dan naik ke atas ayunan yang didorong pelan oleh Andrew.Melihat ada kupu-kupu, Bintang berlari kecil mengejar kupu-kupu itu yang hinggap di bunga. Lalu Anne ters

  • Karma : Kubuat Kau Menyesal   Alasan Andrew

    Lima tahun kemudian.Matahari bersinar cerah menerpa wajah Gina dan Andrew saat mereka melangkah masuk ke halaman Panti Asuhan Kasih Ibu. Selama lima tahun terakhir, Gina dan Alisha tetap menjalin persahabatan yang erat, meskipun jarak memisahkan mereka.Setiap tahun, Gina pasti menyempatkan waktu untuk menjenguk Alisha. Terlebih sekarang, Alisha telah memiliki seorang putra, bernama Bintang. Bocah itu kini telah tumbuh menjadi anak yang lucu dan selalu membuat Gina rindu padanya."Sudah lama kita nggak ke sini, ya?" ujar Gina sambil tersenyum. "Aku udah nggak sabar ketemu Bintang. Dia lagi apa ya kira-kira?"Andrew mengangguk setuju. "Jam segini, biasanya Alisha masih ngajar. Mungkin Bintang lagi main di taman. Kamu bawa hadiah nggak, Gin?" Andrew melirik tas jinjing Gina yang sejak tadi digenggamnya erat. Mereka melangkah ke halaman samping panti di mana di sana ada taman kecil yang biasa digunakan anak-anak bermain."Tentu dong!" Gina mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah muda

  • Karma : Kubuat Kau Menyesal   Harapan Baru

    Mobil melaju mulus di jalan raya, membelah pemandangan hijau yang perlahan berganti dengan bangunan-bangunan tinggi menjulang. Di dalam mobil, Alisha, Gina, dan Andrew tampak serius berbincang. Wajah Alisha terlihat lesu, matanya berkaca-kaca setelah mendengar cerita Gina yang memberitahu kabar bohong jika dirinya telah meninggal. Alisha telah sepakat dengan Gina dan Andrew bahwa mereka berusaha membuat kabar palsu mengenai kematiannya. Tujuannya agar Bara tak lagi menekan hidup Alisha dan kini dia akan pergi ke luar kota di mana tak ada satu orang pun yang mengenalnya."Aku benar-benar nggak nyangka, Bara bisa setega itu," ucap Alisha lirih, suaranya bergetar.Gina mengusap lembut lengan sahabatnya itu. "Aku tahu Sayang, kamu pasti sakit hati banget. Tapi kamu harus kuat, ya. Masih banyak yang menyayangimu.""Iya, Al," sahut Andrew yang sedang menyetir mobil ikut mencoba menghibur. "Lagian, kamu bakal ketemu sama tante Tia sekarang. Dia pasti bakal bikin kamu bahagia."Alisha hanya

  • Karma : Kubuat Kau Menyesal   Kabar Duka

    Hari itu, seperti biasa, kantor terasa begitu sibuk. Bara dengan wajah tegas dan tatapan mata yang tajam, sedang tenggelam dalam tumpukan berkas di mejanya. Tiba-tiba, telepon di mejanya berdering yang langsung diangkat oleh Bara."Permisi, Pak Bara. Ini ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda. Namanya Bu Gina," ucap sang sekretaris yang membuat Bara mengangkat kedua alisnya begitu mendengar nama Gina disebut.Gina? Mau apa dia ke sini? Pasti ada hubungannya dengan Alisha, gumam Bara dalam hati."Suruh dia masuk!""Baik, Pak."Tak lama setelah Bara menutup telepon, pintu ruangannya terbuka dan Gina yang memakai gaun hitam melangkah masuk. Wajahnya tampak sedih, terlihat jelas dari sorot matanya.Gina berjalan masuk dan duduk di kursi depan meja kerja Bara. Dia tampak menarik nafas pelan sebelum berbicara."Bara, aku punya kabar buruk," ujar Gina, suaranya bergetar.Bara mengangkat wajahnya, tatapannya datar. "Apa itu, Gina?" tanyanya, tanpa banyak ekspresi."Alisha... Alisha meni

  • Karma : Kubuat Kau Menyesal   Titik terendah

    Alisha menatap pantulan dirinya di cermin toilet di sebuah cafe, matanya sembab dan wajahnya pucat pasi. Sudah hampir dua bulan ia berjuang mencari pekerjaan. Lamaran demi lamaran ditolak, harapan demi harapan sirna. Alisha merasa lelah dan putus asa.Ia teringat perilaku Bara dan Elin pada dirinya, kehadiran Vee di dalam rumah tangganya, kematian Heru serta tuduhan jika dia selingkuh. Pikiran-pikiran negatif itu terus berputar di kepala hingga membuat pening.Dengan langkah gontai, Alisha keluar dari toilet sambil membawa kembali berkas lamaran yang tadinya akan dia kirim ke suatu perusahaan. Namun, baru saja dia keluar dari pintu toilet, tak diduga, dia melihat Bara sedang duduk tak jauh darinya.Seketika Alisha mundur beberapa langkah mencari tempat yang aman agar tidak terlihat oleh mantan suaminya itu. Dari tempatnya bersembunyi, Alisha dapat mendengar Bara sedang menelepon seseorang."Kamu sudah memastikan jika dia nggak diterima dimanapun, kan? Bagus. Kerja bagus. Aku akan kiri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status