Share

Karma Pengkhianatan Calon Suamiku
Karma Pengkhianatan Calon Suamiku
Author: Ana

BAB 1 - Pertemuan tak terduga

"Yaa Allah, anugerahkan lah aku cintaMu dan anugerahkan lah aku, cinta seseorang yang juga mencintaiMu."

Doa yang selalu dipanjatkan Hana di setiap sela doa setelah selesai Sholat. Hatinya sudah terlalu lelah untuk menyebut nama seseorang. Terlebih jika melangitkan nama seseorang yang juga ada orang lain melangitkannya. Itulah yang terjadi padanya beberapa bulan yang lalu. Sampai akhirnya, ia hanya melantunkan doa agar diberikan cinta seorang hamba yang juga mencintai tuhannya.

Tok ... tok!

Suara pintu kamar Hana diketuk dari luar. Hana bergegas melepas mukena yang ia kenakan.

Klek!

"Ada apa, Bu?" tanya Hana pada Ibunya yang berdiri di depannya.

"Ada, Ali diluar."

Mendengar nama Ali disebut. Ia baru ingat jika hari ini ia ada janji dengannya. Hana bergegas merapikan mukena yang ada di lantai. Mengambil khimar yang menutup sampai dada yang tergantung.

"Ali ... tunggu sebentar, ya. Tunggu di dalam aja." Hana memberikan senyum terbaiknya . Meminta Ali untuk menunggu di dalam rumahnya.

"Gak apa-apa di sini aja."

"Ya, sudah. tunggu sebentar ya. Hana kembali masuk ke dalam rumah.

Ia memilih baju yang ada di dalam lemari. Memilih baju yang bisa langsung dipakai tanpa setrika agar Ali tidak menunggu terlalu lama. Ia lupa jika ada janji. Padahal, Ali sudah menghubunginya tadi siang untuk memastikan jadi atau tidaknya.

Selang beberapa menit, Hana selesai bersiap. Ia memandangi dirinya di depan cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Memilih mengenakan celana kulot putih dengan tunik warna dusty pink dengan warna kerudung senada membuatnya terlihat sangat cantik.

"Ibu, Hana pergi dulu," Hana berpamitan ibunya yang sekarang sudah berada di luar. Rupanya saat Hana bersiap Ibunya menemani Ali.

"Lama sekali. Kasian Ali, perutnya bunyi terus dari tadi," canda ibu yang membuat Ali terkekeh.

"Biasalah bu, mau kencan jadi dia siap-siapnya lama," sahut Ali.

"Kencaan apaan coba," Hana berpura-pura kesal kepada keduanya.

"Kami pergi dulu, Bu," Ali berpamitan kepada Ibu Hana. Tak lupa keduanya mencium tanggan Ibu Hana sebelum pergi.

Ini kedua kalinya Hana pergi dengan Ali. Sosok pria tampan seperti kebanyakan pria timur tengah dengan rahang tegas, mata kecokelatan yang indah, hidung mancung. Tampan layaknya seorang selebriti.

Hana menatap ke arah Ali yang sedang fokus menyetir. Ia heran, mengapa sosok seperti Ali bisa-bisanya mengajaknya pergi keluar. Sejak pertemuan pertama mereka di sebuah kerjasama antara Ali dan tempat kantornya, Hana merasa ada sesuatu yang berbeda. Perasaan tenang dan nyaman. Ia tidak perlu menjadi sosok orang lain atau kaku jika berkenalan dengan orang baru.

"Entar jatuh cinta loh, liatin ku terus," yang matanya masih lurus menatap ke arah depan.

Hana langsung mengalihkan pandangannya. Wajahnya terasa panas karena malu ketahuan menatap Ali. "Ih apaan, sih." ia tersenyum malu memilih menatap ke luar jendela mobil yang kini tampak lebih menarik.

'DEG'

Jantung nya terasa terhenti beberapa detik. Ia melewati sebuah kafe yang pernah kunjungi. Ada perasaan sesak di dada muncul teringat akan moment yang pernah ia lewati di tempat tersebut. Raut wajah nya menjadi kaku, sorot mata menjadi dingin. Hana mencoba mengatur nafasnya ketika sekelabat ingatan muncul di pikirannya.

Tik! tik!

Terdengar bunyi air hujan yang mengenai kaca mobil, mengalihkan pikiran Hana. Hujan tiba-tiba turun walau tak terlalu lebat. Seakan-akan langit pun tahu, apa yang sedang ia rasakan. Hana tersenyum kecut, menarik nafas dalam.

"Masih jauh?" tanya Hana pada Ali.

"Dikit lagi, kok. Laper banget, ya," canda Ali dibarengi tawa kecil. Ali membelokan mobilnya ke sebelah kiri, "Nih, sudah sampai." ia memarkirkan mobil di depan sebuah restaurant bertuliskan 'DUNIA LAUT'.

Sebelum keluar, mereka berdua mematut diri di depan cermin. Ali di kaca mobil, sementara Hana mengambil cermin kecil yang ada di dalam tas. Ia merapikan lipstiknya kembali.

Melihat itu Ali terkekeh, "Sudah cantik ... yuk keluar," ajaknya.

"Ada payung gak, Al?"

"Bawa dong, selalu sedia," sahut Ali dengan percaya diri. Ia mengambil payung yang ada di mobilnya, karena hujan semakin deras. Keluar lebih dulu, kemudian membukakan pintu mobil untuk Hana. Saat menuju restaurant, Ali merangkul bahu Hana. Memastikan gadis cantik di sebelahnya tidak terkena air Hujan.

Kedua bola mata mereka mengitari sekeliling, mencari tempat kosong yang cocok bagi mereka. Sampai akhir nya mereka sepakat memilih meja kosong yang ada di sudut ruangan.

Hana mengikuti langkah Ali dari belakang menuju meja tersebut. "Ali?!" sebuah suara terdengar menyebut nama Ali, membuat langkah mereka terhenti. Ali menengok ke arah sumber suara, yang juga diikuti oleh Hana.

Hana tercekat, serasa sesak bernafas ketika mengetahui siapa yang memanggil Ali. Ia melangkah ragu mengikuti Ali yang sudah berjalan menuju orang yang memanggilnya.

Perasaan Hana berkecamuk ketika semakin dekat dengan orang tersebut yang sedang duduk dengan beberapa orang. Hana berdiri dibelakang Ali, berusaha agar dirinya tidak terlihat.

"Apa kabar, Bro?" sapa Ali pada orangnya yang telah memamggilnya.

"Baik. Lo, sendiri gimana?"

"Baik, Alhamdulillah," sahut Ali.

"Eh, Kenalin ini, Yudha. Teman SMP aku," Ali meperkenalkan temannya pada Hana yang ada dibelakangnya.

"Hana?!" Terdengar suara Yudha seperti tidak percaya jika yang ia lihat adalah Hana yang ia kenal.

"Hai, Yud," sapa Hana dengan senyum ia sedikit ia paksakan. Mengatur sebisa mungkin raut wajahnya tidak berubah dingin.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Ali dengan raut wajah senang ketika mengetahui Hana dan Yudha sudah saling kenal.

Hana mengangguk. "Satu tempat kerja," Jelas Hana singkat. Ia menatap wajah Ali. Enggan menatap wajah orang yang ada di depannya sekarang. Bahkan, jika bisa ia ingin pulang sekarang juga. Sudah cukup bertemu di tempat kerja, kenapa harus bertemu di luar lagi. Seakan semesta tidak ingin membiarkan Hana mengobati luka yang ada di Hatinya saat melihat orang ini, yang ternyata juga teman Ali.

🌼🌼🌼

"Aku pulang, assamu'alaikum," pamit Ali seraya menutup kaca mobil. Hana belum beranjak pergi sebelum mobil Ali menghilang di tikungan.

'brrmm brmmm'

baru saja Hana menutup pintu rumahnya sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah. Ia lihat kembali siapa yang datang.

Mata Hana menyipit, memperjelas jika ia tidak salah lihat. 'Yudha?' gumam Hana.

Hana keluar. "Ngapain ke sini?" tanya Hana. Suaranya tidak terdengar ramah.

"Ngapain pergi sama, Ali?" tanya Yudha, ia terlihat menahan marah.

"Bukan urusan kamu, kan. toh kita juga gak ada apa-apa. Aku bebas mau pergi sama siapa aja," balas Hana, kali ini Hana tampak kesal. Ia hendak masuk ke dalam rumah namun di tahan Yudha.

"Aku gak suka, ya. Kamu pergi berdua sama dia." Yudha memegang tangan Hana erat. Sampai Hana merasakan sakit di tangannya.

Hana berusaha melepaskan tangannya dari Yudha. "Kita tuh sudah gak ada apa-apa. Kamu bukan tunangan aku lagi. Kamu sendiri kan yang memilih perempuan itu." Hana menahan amarahnya, air matanya hampir terjatuh saat mengatakannya.

Disaat itu juga, cengkaraman tangan Yudha melamah. Akhirnya, Hana bisa melepas tangannya. Hana memilih masuk ke dalam rumah meninggalkan Yudha yang terdiam di depan rumahnya. Dengan wajah sedih. Tampak penyesalan muncul di wajahnya.

Menatap sedih pintu yang ditutup oleh Hana. Ia menyesal akan pilihannya melepas Hana yang waktu itu telah menjadi tunangannya. Demi memilih wanita lain, mengikuti apa yang dikatakan keluarganya yang katanya hidupnya lebih nyaman dibandingkan jika menikah dengan Hana yang hidup hanya berdua dengan sang ibu. Namun ternyata, kehidupannya lebih nyaman dibanding istrinya, yang selalu kekurangan uang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status