Share

Awal baru

'Tidak … Bu, jangan pergi sekarang, aku masih membutuhkan Ibu, ku mohon bertahanlah sedikit lagi Bu.’ Berkali-kali kalimat itu ku ucapkan di dalam hati. Mataku tak lepas memandangi ruang ICU tempat ibu Sanjaya dirawat. Mba Tias masih menemaniku juga sesosok laki-laki yang memberiku banyak tanda tanya.

“Rin, aku mau ke toilet dulu yaa, gak apa kan kamu di sini dengan Andy?” tanya mba Tias sambil membetulkan letak kacamatanya. Aku hanya mengangguk, pak Sanjaya pasti sudah dalam perjalanan ketika kami mengabari istrinya tak sadarkan diri.

Pak Andy mendekat lalu duduk di sampingku, terdengar helaan nafasnya yang berat.

“Rin, aku minta maaf, aku tidak pernah berniat mencelakaimu seperti yang dikatakan Ariel.”

“Maaf Pak, saya tidak ingin membahas itu lagi.” Ujarku dingin. Sebenarnya aku sudah cukup lama mengenal pak Andy, dia dulu seniorku di kampus sejak dia menaruh perhatian padaku aku menjaga jarak sejauh mungkin. Ternyata dia menjadi atasanku di hotel ini dan aku semakin mempertegas jarak dengan memanggilnya Pak.

“Airin, tolong jangan salah paham, aku benar-benar tidak tahu jika penyewa kamar itu adalah Ariel … adikku.” Pak Andy terlihat merasa sangat bersalah atas kejadian itu.

“Andai aku tahu Airin, andai saja aku tahu, kejadian itu tidak akan terjadi dan aku masih ada harapan untuk meluluhkan hatimu.”

“Jaga bicara anda yaa Pak Andy, saat ini anda bicara dengan atasan anda, jangan lupa saya adalah assistant general manager sekaligus istri pak Sanjaya yang sah!” aku menekankan setiap kalimatku agar pak Andy segera menjauhiku.

“Maaf, saya minta minta maaf. Tetapi saya akan tetap di samping anda Nyonya Airin, membantu anda sekuat tenaga saya, melindungi dan melakukan apa pun juga untuk Nyonya dan Sanjaya Hotel.”

Kecuali pak Sanjaya aku sudah muak dengan makhluk yang bernama laki-laki, kebencianku serta dendamku tidak akan mudah surut dengan segala ucap manis mereka.

Ibu Sanjaya sudah dipindahkan ke ruang perawatan, beliau pun sudah sadar namun kondisinya sangat lemah. Pak sanjaya tetap berada di sisi istrinya, merawatnya penuh kasih.

“Airin, kamu kembali saja ke kantor yaa, di sini sudah ada Bapak, kalau kamu kesulitan tentang sesuatu langsung hubungi Tias dan Andy. Kamu bisa percaya pada mereka berdua.” Suara ibu sanjaya masih terdengar lemah. Aku mendekat dan meraih tangannya, ku cium dengan khidmat tangan ibu Sanjaya. Lalu aku melakukan hal yang sama pada pak Sanjaya dan pak Sanjaya membalasnya dengan elusan lembut di kepalaku.

Dengan penuh percaya diri aku melangkah masuk ke lobi hotel, beberapa securiti menunduk hormat, rupanya mereka sudah tahu dari direktur mereka tentang posisiku sekarang. Aku melewati ruangan ibu Sanjaya yang merupakan ruang kerjaku yang baru aku ingin mencari Kartika sahabatku. Di ruang ganti aku melangkah perlahan, kasak kusuk obrolan seru para staff house keeping terdengar jelas. Aku menyimak gosip apa yang sedang mereka bahas.

“Gak nyangka deh… Airin yang pendiam itu bisa sampai di posisi asisten general menejer, pintar kali dia menjilat ibu Sanjaya sampai bisa naik melesat seperti itu.”

“Huss… jangan ngomong sembarangan, Airin memang anaknya rajin kok, kerjanya memang bagus jadi gak salah kalau bisa dapat promosi jabatan dengan cepat.”

“Pak Andy kan naksir dia, tahu kan kalau pak Andy itu keponakan ibu Sanjaya kali aja lewat pak Andy si Airin naik jabatan.”

Mereka pun saling menimpali dugaan-dugaan mereka yang semakin ngelantur dan tidak masuk akal. Aku mendehem agak keras dan muncul dari balik loker.

“Maaf, ada yang melihat Kartika?” sontak mereka terdiam dan suasana menjadi sangat canggung.

“Kartika ada di … di … lantai atas Rin, eeh, Mba, engh Bu.” Salah satu dari mereka menyahut dengan gugup.

Aku menatap mereka dengan tatap dingin satu-satu, aku paling tidak suka dengan para biang gosip yang seenaknya membuat berita versi mereka.

Akhirnya aku menemukan Kartika yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di bagian house keeping. Dia agak terkejut melihat penampilanku saat ini.

“Airin ? ini kamu Airin ?” tanyanya dengan wajah tak percaya.

Aku mengangguk sambil tersenyum, satu bahasa tubuh yang sudah jarang kugunakan.

“Aku senang melihat penampilanmu Rin, kamu sudah persis wanita karir, cantik dan berwibawa.” Mata Kartika berkaca-kaca, dia adalah salah satu saksi bagaimana aku bersungguh-sungguh belajar selama di kampus, tak mengenal kata pacaran dan kami sama-sama diterima di hotel ini.

“Hanya kamu sahabat terbaikku Tika, kamu selalu ada untukku.”

Aku mengajak Kartika sambil mengobrol di taman hotel. Suasana taman agak sepi tidak terlalu banyak orang yang lalu lalang di taman ini, pengunjung hotel lebih tertarik berada di taman dekat kolam renang.

“Tapi kamu gak bilang akan dinikahi oleh pak Sanjaya Rin, aku kaget pak Andy juga tampak patah hati.”

“Ahh lupakan soal pak Andy, aku sudah sangat professional sejauh ini, aku hanya akan fokus dengan hotel ini. Bantu aku yaa Tika, kamu mau kan?” aku meraih tangan Kartika dan mengayun-ayunkannya.

“Tentu saja, aku akan selalu membantumu Ibu assistant General Manager.”

Lalu kami berdua tertawa bersama. Satu hal yang tak akan ku bagi dengan Kartika, kejadian buruk malam itu biarlah hanya ibu dan bapak Sanjaya yang tahu serta pak Andy.

Sebulan telah berlalu sejak ibu Sanjaya mengangkatku menjadi pengganti sementaranya, pekerjaan ini memang menuntut konsentrasi, dan kerja keras. Aku sedang berkeliling memeriksa keadaan hotel dan seperti biasa kami berkomunikasi melalui HT. Sejak tadi pagi aku merasa kurang enak badan sepertinya aku agak kelelahan berangkat pagi dan pulang menjelang larut malam.

Aku juga selalu menyempatkan diri untuk menengok ibu Sanjaya di Rumah Sakit meski hanya sebentar menemaninya makan siang atau mengobrol. Tak lupa pesan ibu Sanjaya untuk memperhatikan kebutuhan pak sanjaya sebagai suami.

“Tika tolong hubungi bagian Plant Engineer, ini ada beberapa lampu kamar hotel yang tidak berfungsi.”

“Baik, Bu kebetulan saya lagi sama pak Rahman nanti saya minta cek kesana. Ibu lagi dimana?”

“saya menuju kitchen, ada komplain kalau ada makanan kurang segar yang disajikan ke tamu hotel.”

Mendadak langkahku terhenti, kepalaku pusing. Aku berpegang pada dinding hotel, samar aroma makanan dari arah dapur membuat perutku seakan diaduk. Aku mengatur napas agar perasaan tidak enak segera pergi.

“Nyonya baik-baik saja?” tegur seseorang yang familiar suaranya.

Aku mengangguk pelan kemudian melanjutkan langkahku namun aroma masakan yang kuat membuatku berbalik arah.

“Hoeek…” aku menutup mulutku, isi dalam perutku seakan menjalar naik ke tenggorokanku.

“Nyonya Airin, apa anda baik-baik saja?” pak Andy memegangiku yang mulai limbung.

Aku ingin mengatakan jika baik-baik saja tapi tubuhku memberi reaksi lain, kepalaku semakin pusing dan aku ambruk tersungkur di lantai. Samar ku dengar suara pak Andy yang memanggilku lalu suara itu semakin jauh terdengar dan menghilang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status