Share

Kesepakatan

Aku membuka mata perlahan, kepalaku masih terasa pusing dan berat. Ku coba untuk mengumpulkan ingatanku, ruangan ini … aku ada di kamar hotel. Dengan terperanjat aku bangun, hanya selimut saja yang menutupi tubuhku, semua pakaianku terserak di lantai. Mendadak aku gemetar, jantungku seakan mau meledak karena degupannya yang kencang.

Aku pun membungkus diriku dengan selimut, air mataku deras mengalir tanpa suara, ku punguti pakaian dalam, rok dan baju seragamku dengan hati yang pecah. Rasa perih dan sakit di bawah sana semakin mempertegas perbuatan laki-laki itu yang telah menghancurkan hidupku. Aku benci dirinya dengan semua kebencian yang aku punya!

Jemariku masih gemetar mengancing satu persatu kancing baju seragamku bahkan ada sobekan di bagian bahu baju ini. Sanggul rambutku terurai dan membuatku sangat kacau. Napasku berhenti sesaat ketika suara air di kamar mandi terhenti dan laki-laki itu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk dengan kepala dan badan yang basah. Tatapanku tajam dan nyalang menghujam dirinya, perutku mual saat dia tersenyum lebar kepadaku seakan tidak terjadi apa-apa di antara kami.

“Kau sudah sadar Nona? Sudahlah jangan diambil hati kejadian ini, semua perempuan kan akan mengalaminya juga,menikmati surga dunia he he he …” dia terkekeh dan menganggap kejadian ini hanya permainan.

“Kau sudah memperkosaku bajin*an!!” seruku dengan tumpahan air mata, semua rasa sakit bercampur aduk memenuhi diriku. Ariel berbalik dan mengambil dompetnya, dia mengeluarkan uang puluhan lembar pecahan seratus ribu dan menyodorkannya kepadaku. Darahku mendidih melihat uang yang dia tawarkan layaknya aku seorang pelacur. Dada bidangnya serta pipinya terdapat goresan yang ku yakin itu adalah bekas cakaranku. Aku maju mendekatinya, dia tersenyum semakin lebar dan …

Plaak…! Plaaak…! Dua tamparan beruntun di kedua pipinya kulayangkan dengan sekuat tenaga.

“Aku bukan pelacur banji*an ! kau sudah menghancurkan kehidupanku ban*saaat!” aku berteriak histeris di depannya. Laki-laki itu mengusap pipinya yang merah lalu meletakkan uang itu begitu saja di atas tempat tidur matanya menatapku dengan sinis.

“Aku bersumpah Tuhan, malaikat dan iblis jadi saksinya Ariel, suatu saat nanti kau akan mendapatkan pembalasan yang luar biasa atas perbuatanmu kepadaku!” aku berbalik dan berjalan perlahan sambil mendekap diriku yang masih gemetar hebat, aku merutuk semua sakit yang ku rasakan, aku benci sakit di sela pahaku yang membuatku sulit berjalan.

Aku benci dengan diriku yang berhasil dikotori Ariel. Aku berjalan di koridor hotel dengan perasaan hancur, koridor di mana yang sering aku lalui dengan kepala tegak serta percaya diri. Hidupku sudah selesai … sudah selesai.

Aku tiba di rumah menjelang dini hari, ibu sudah tidur hingga aku tak perlu menjelaskan mengapa aku pulang terlambat. Sesampainya di kamar aku mengambil baju handukku dan melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhku. Aku memasukkan semuanya ke dalam tempat sampah di bawah meja riasku. Ku amati leher dan dadaku yang terdapat titik titik merah, lenganku yang memar serta pahaku yang terdapat cairan yang bercampur darah mongering di sana.

Aku merasa jijik bergegas aku masuk ke kamar mandi, menyalakan shower, membasuh seluruh tubuhku dengan kuat, menuangkan semua isi sabun cair yang baru saja kubeli kemarin. Sambil terisak aku membersihkan diriku, tapi bekas merah di leher dan dadaku ini tidak bisa menghilang. Aku benci diriku yang kotor ini, aku benci makhluk biadab bernama Ariel itu!

Sinar matahari menerobos masuk dan jatuh di lantai kamarku. Aku masih bergelung dalam selimut, menggunakan sweeter turtle neck, celana panjang dan kaos kaki. Badanku terasa panas dingin dan remuk mataku bengkak dan kepalaku yang sakit seperti mau pecah. Dari semalam usia mandi aku tidak bisa tidur bahkan sejenak. Ketukan di pintu kamarku terdengar dan aku menutup mata berpura-pura tidur.

“Rin, ini sudah siang lho Nak, kamu gak berangkat kerja Sayang?”

Kerja ? apa masih penting lagi hal itu untukku? Yang ku inginkan sekarang adalah menyusul ayah ke alam baka sana.

Pintu pun dibuka ibu, lalu duduk di tepi ranjang sambil mengelus rambutku.

“Sayang, kamu gak kerja hari ini Nak?” suara lembut ibu semakin membuat hatiku teriris apa jadinya jika ibu tahu kalau hidupku sudah hancur karena diperkosa orang?

“Gak Bu, Airin off beberapa hari ini jadi Airin ingin istirahat dulu.” Air mataku meleleh tapi ibu tidak boleh tahu apa yang terjadi denganku meski aku tidak tahu harus menyembunyikannya berapa lama.

“Hari ini ada hajatan di rumah bibimu, ibu mau ke sana bantu-bantu dulu yaa, mungkin sore baru ibu pulang. Ada makanan di kulkas bisa kamu panasi. Istirahat yang cukup yaa Nak.” Ibu mengecup kepalaku dengan lembut kemudian pintu terdengar ditutup kembali. Bahuku berguncang, tangisku kembali meledak yang ku samarkan dengan menutup mulutku memakai selimut.

Ponsel Nokia milikku bergetar dan berdering berkali-kali, silih ganti panggilan dan sms masuk namun aku tak hiraukan. Kartika, pak Andy dan rekanku yang lain tengah mencariku, peduli setan dengan mereka serta hotel itu. Mendadak melintas bayangan ibu Sanjaya yang yang tersenyum ramah, pak Sanjaya yang berwibawa serta bertutur kata lembut.aku akan menjadi istri muda pak Sanjaya? Aku merasa seperti terdengar seperti seorang gundik yang haus harta saja. Lalu bayangan itu berganti ke sosok setan bernama Ariel wajah rupawan yang berhati busuk andai bisa kubunuh saja laki-laki itu.

Hari ketiga aku bolos kerja, ponselku pun sudah tidak sibuk berdering lagi ketika kehabisan daya dan aku tidak mengisi ulang. Bersyukur ibu masih sibuk di rumah bibiku yang akan menggelar pesta pernikahan putrinya. Aku masih mengenakan sweeter turtle neck itu karena bekas merah dan memar karena kejadian itu masih terlihat walau sudah samar-samar. Kemarin aku membakar seragam hotelku yang kupakai di kejadian malam itu. Lamunanku terhenti ketika aku mendengar ketukan di pintu depan. Aku mengabaikannya dan seakan rumah ini kosong. Tapi ketukan it uterus terdengar dan tahu jika ada aku di dalam rumah. Dengan enggan aku melangkah dan membukanya, aku terkesiap, wajahku pias dan kembali tubuhku bergetar. Ibu Sanjaya dan pak Sanjaya sudah berdiri di hadapanku.

“Boleh kami masuk Airin?” tanya beliau masih dengan suara yang lembut. Aku hanya mengangguk dan mempersilahkan keduanya masuk dan duduk di kursi tamu. Aku duduk di depan mereka dengan wajah tertunduk dan tubuh yang gemetar, semua yang berkaitan dengan hotel tempatku bekerja membuatku ingin menangis.

“Apa sesuatu telah terjadi padamu Airin?” ibu Sanjaya berdiri dan mengambil posisi duduk di sampingku.

“Kami mencarimu tiga hari ini, kamu bukan tipe pekerja yang menghilang begitu saja tanpa alasan. Aku bertanya pada menejer Andy, hari terakhir kau terlihat adalah saat melayani tamu di kamar 1133. Kamarnya Ariel.”

Tangisku meledak mendengar nama itu, bahkan namanya saja yang ku dengar sudah membuatku ingin mati saja. Elusan di punggungku sedang berusaha membuatku tenang.

“Kami akan bertanggung jawab dengan apa yang terjadi padamu Airin, katakan apa kau ingin membawa ini menjadi kasus hukum?” pak Sanjaya bertanya juga dengan suara lembut.

“Bagaimana Ibu dan Bapak bisa tahu apa yang sudah terjadi?” aku masih terisak dan merasa tak percaya bisa menjerat Ariel ke hukum negara.

“Aku tahu ketika aku bertanya pada menejer Andy mengapa kamu tak terlihat dua hari terakhir ini, aku pikir kau sedang meminta ijin cuti, tapi firasatku tidak enak saat menejer Andy bilang kalau kamu terakhir berada di kamar Ariel. Kemarin aku bertemu Ariel ada bekas goresan di pipinya katanya itu ulah kucing betina.” Ibu Sanjaya menghela napas, dia meminta suaminya ikut menjelaskan, suaranya serak menahan tangis di tenggorokannya.

“kami akhirnya memutuskan untuk melihat rekaman cctv, kami melihat kamu masuk dengan berpakaian rapi dan menggenggam HT. Tetapi beberapa jam kemudian kamu keluar dari kamar Ariel dengan berantakan, baju yang sobek dan jalan yang gontai. Kami mendesak Ariel untuk bicara dan Ariel mengelak katanya kalian melakukan itu karena saling suka.” Terang pak Sanjaya yang membuat tangisku semakin meledak.

“Saya diperkosa Pak … Bu… laki-laki itu telah memperkosa sayaaa…! Aku menangis meraung dan seketika ibu Sanjaya memelukku erat.

“Iya Airin … kami tahu… kami percaya Ariel telah melakukan perbuatan terkutuk itu. Maka dari itu kami datang mencarimu untuk membantumu. Apa yang bisa kami lakukan untukmu?”

Aku tidak dapat berkata apa-apa lagi, aku berusaha menenangkan diri. Lalu ide gila itu muncul begitu saja.

“Apa tawaran Ibu masih berlaku meski saya sudah tidak suci lagi?” tanyaku dengan mantap. Ibu Sanjaya memandangi suaminya sejenak pak sanjaya mengangguk.

“Tentu, kamu harus melanjutkan hidupmu Airin, apa yang menimpa kamu jangan menjadi penghancur bagimu. Kamu harus bangkit dan tegak berdiri.” Ibu Sanjaya menepuk bahuku untuk menguatkanku.

“Baiklah, saya bersedia menikah dengan Bapak dan saya berjanji akan belajar sungguh-sungguh, bekerja sebaik mungkin dan memberi yang terbaik buat hotel, buat nama Sanjaya. Tapi saya meminta sesuatu pada Ibu dan Bapak.”

“Hal apa itu Airin?” Ibu Sanjaya bertanya dengan hati-hati.

“Tolong rahasiakan kejadian ini, saya tidak mau kalau ibu saya tahu jika saya sudah diperkosa orang. Ibu saya sudah membesarkan saya dengan baik seorang diri, saya tidak ingin ibu saya sedih. Tidak boleh ada yang tahu jika Ariel adalah pelakunya, siapa pun.”

“Baiklah jika itu keinginanmu Airin, kami menghargainya.” Ujar pak Sanjaya masih dengan sikap wibawanya.

“Kapan kau akan siap kami lamar? Apa kau masih butuh waktu?” Ibu Sanjaya menatapku dengan dalam, pasti dia tau berat bagiku korban perkosaan untuk mengubah keadaan begitu cepat.

“Segera Bu, secepatnya, saya ingin kuliah setelahnya seperti yang Ibu janjikan.”

“Baiklah, kita akan melakukan lamaran sekaligus pernikahan untukmu. Kabari aku jika ibumu sudah berada di rumah.” Ibu Sanjaya mengelus kepalaku, mengecup dahiku kemudian memberi pelukan hangatnya.

“Terima kasih Airin, terima kasih.” Bisiknya di telingaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status