Share

Bab 5

Author: Natasya Kafi
last update Last Updated: 2023-01-29 22:01:39

Aku semakin kesal dengan hasil musyawarah tadi sore, benar – benar Mas Marvin langsung terpengaruh begitu saja dengan ucapan mbak Iza dan ibu mertua. Malam ini, Aghis tidak diperkenankan memakai pampers oleh suamiku, dan apa yang terjadi?

Sejak sore dia menangis tak berhenti, sebab risih dengan kain basah yang harus diganti setiap kali bayiku buang air kecil. Tidurnya jadi tak nyenyak dan dia semakin rewel.

Aku belum istirahat sejak pagi, ibu Mas Marvin melarangku tidur siang karena ‘pamali’ katanya. Sementara, sore pun aku tidak berani tidur sebab ada mbak iza dan ibu mertua di rumahku. Mereka akan berkomentar yang tidak – tidak jika melihatku tidur sementara, bayiku tidak ada yang menjaga.

Sangat miris bukan? Harusnya, setelah melahirkan seorang ibu harus memaksimalkan istirahat. Karena akan mempercepat pemulihan dan juga bisa berpengaruh terhadap derasnya ASI. Tapi mau bagaimana lagi, support sistemku alias mas bojo juga tidak peduli dengan apa yang sedang kualami.

“Mas, gantiin jaga’in Aghis dong, aku mau tidur sebentar,” pintaku kepada Mas Marvin yang selojoran memainkan gawainya.

Mas Marvin hanya melirikku sekilas, dan kembali menatap layer ponselnya.

“Mas, kamu dengerin aku kan?” karena kesabaranku semakin terkuras dengan sikap suami yang tidak memahami keadaanku sekarang, terpaksa aku protes kepadanya.

“Furika, coba dong pahami aku, seharian aku kerja cariin kamu uang, masak kamu nyuruh aku gendong Aghis, sekarang waktuku istirahat!” protes Aghis mendengus kesal.

Seharian bekerja? Lalu bagaimana dengan aku? Memasak sejak subuh, mencuci dan nyetrika malam hari dan begadang nidurin Aghis bayi mungil kesayanganku, apa aku tidak perlu istirahat?

Bahuku sampai terasa nyeri linu – linu lantaran berjam – jam menggendong bayiku. Ah, aku Lelah mengeluh.

“Aku juga capek mas, seharian ngurus Aghis,” balasku membela diri.

“Capek ngurus Aghis?”

“Oh, jadi bener ya kata ibu, ternyata kamu malas ngurus anak kita, begitu?:” Mas Marvin berdiri dari duduknya menatapku mulai emosi.

Sakit hati aku mendengar ucapan suamiku. Kenapa dia semakin seenaknya saja? Apa Mas Marvin tidak pernah berfikir bahwa melakukan semua aktivitas di rumah juga melelahkan? Apalagi, aku di rumah saja tidak ada hiburan di rumah ini selain televisi. Tidak ada teman yang mengajak bersenda gurau.

“Mas, jangan gampang terpengaruh omongan ibu dong, aku Cuma minta kamu jagain anak kita sebentar, aku belum tidur sejak semalam..” terpaksa kucoba menjelaskan kepada Mas Marvin.

“Benar – benar kamu Furika, sekarang kamu malah ngatain ibuku,” cecar Mas Marvin. Diambilnya dengan paksa Aghis yang kugendong, gegas melenggangkan kaki entah pergi ke mana. Tanpa meninggalkan banyak kata.

****

Karena benar – benar sangat Lelah, aku tidak memperdulikan apa yang dikatakan Mas Marvin tadi dan segera merebahkan tubuh di sofa. 24 jam lebih tidak tidur, membuatku langsung terlelap nyenyak. Tubuhku terasa lebih rilek dan enakan.

“Furika! Kamu bener – bener ya!”

Bentakan itu, sontak membuatku kaget. Tidak sampai lima menit aku terlelap tiba – tiba dibangunkan begitu saja dengan suara cempereng.

Dengan malas kubuka mata, dan sosok itu sudah berdiri di depanku dengan tampang sewotnya.

“Suamimu capek – capek seharian kerja, malah kamu suruh momong!” Hardiknya lagi sambil menggendong bayiku.

“Ibu,” lirihku membangkitkan tubuh payahku terduduk.

“Marvin itu capek, harus istirahat karena besok kerja, urus anakmu sendiri ya!” ucapnya ngomel – ngomel sembari mengulurkan Aghis ke arahku.

Segera kugendong bayiku yang mulai nangis lagi dan segera kutenangkan. Entah ke mana sosok Mas Marvin, aku tak menjumpainya lagi. Mungkin, sedang tidur di rumah ibu.

****

Air mataku, entah kenapa meleleh tak terundang.

Lama – lama aku juga Lelah jika seperti ini, mengurus bayi sendiri dan terus ditekan dengan banyak tuntutan. Harusnya mereka paham, ini adalah pengalaman pertamaku menjadi ibu, aku butuh adaptasi dan mereka harus membantu dan mensuportku.

Ah, percuma jika terus mendumal sendirian seperti ini. Yang ada, hatiku semakin nyesek dibuatnya.

Anakku sudah tidur nyenyak dalam gendongan, agar tidak terbangun dan tidurnya maksimal akhirnya kuputuskan menggendongnya lebih lama agar tidurnya semakin pulas.

Sebenarnya, saat – saat seperti ini harus kupergunakan untuk istirahat juga. Tapi, aku teringat satu hal. Mas Marvin menyuruhku mencuci kemeja bata kesukaannya, karena akan dipakai lagi besok.

Akhirnya, kubaringkan anakku di kamar, gegas kulakukan pekerjaan mencuciku sebelum Aghis terbangun lagi.

Seperti biasa, sebelum membasahi baju kotor suamiku, aku selalu mengecek saku celana mau pun atasan, sangat takut jika ada barang penting yang tidak sengaja basah dan fatal akibatnya. Mas Marvin pasti akan marah besar.

“Tuh kan, ada flasdisk di saku celana, untung aku cek dulu,” gumamku bangga berhasil menyelamatkan barang kecil sejuta manfaat milik mas Marvin.

Aku kembali merogoh saku bagian kanan celananya, dan menemukan sebuah kertas dalam genggaman. Kertas yang ditemukan di saku pun juga tidak boleh kuabaikan, bagaimana jika ternyata itu dokumen atau catatan penting?

Kuambil kertas itu, dan memastikan apa tulisannya.

“Citra Wangi Beauty,” ucapku membaca judul kertas. Ternyata, kwitansi pembayaran dari salah satu toko kosmetik.

Apa? Toko kosmetik? Kenapa mas Marvin ke toko kosmetik?

Kubaca dengan jeli, rentetan daftar barang yang dibeli ada lip cream, pensil alis dan aneka skincare yang semuanya bermerek skincare mahal. Totalnya hampil satu setengah juta. Keningku semakin mengernyit, kenapa mas Marvin membeli skincare sebanyak ini? Untuk siapa? Tidak mungkin suamiku memaiak lipstick bukan?  

Sementara, aku sendiri juga tidak merasa memesannya dan tidak pernah memakai skincare dan aneka kosmetik semenjak resign dari tempatku bekerja. Kondisiku yang hamil membuatku menyetop segala pemakaian bahan kimia agar tidak berpengaruh kepada bayiku.

Toh, sekarang aku juga tidak punya uang banyak untuk membeli aneka skincare dan produk kosmetik mahal seperti dulu.

Aku masih bergeming menerka – nerka. Aku jadi curiga, tapi tidak mungkin berpikir yang tidak – tidak. Karena mas Marvin yang kukenal selama ini tergolong pria yang tidak neko – neko.

“Ah, mungkin hanya titipan orang, atau punya Sinta,” gumamku menenangkan batin. Sinta adalah adik terakhir mas Marvin.

“Dek, buatin kopi aku!” suruh mas Marvin yang tiba – tiba muncul batang hidungnya. Sejak kapan dia ada di rumah? Udah kelar ngambeknya?

“Bentar mas, mau nyuci baju kamu,” jawabku

“Kamu jangan kebiasaan dong dek, selalu saja menunda pas kusuruh!” Protesnya kemudian.

Aku kembali bergeming menatap suamiku. Kenapa sikapnya semakin seperti anak kecil saja. Tidak pernah mau mengerti keadaanku.

“Buat sendiri nggak bisa, Mas?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   26. Apa Salah Janda?

    Sudah menjelang magrib, tapi toko baju masih ramai pengunjung. Furika sudah Lelah mengurus banyak hal hari ini, dan akhirnya menyerahkan semua pelayanan toko kepada karyawannya.Ia ingin bergegas pulang, Kembali ke rumah dan berjumpa dengan putra kesayangan. Namun ternyata, Aghis sudah diantar pengasuhnya ke toko karena pengasuhnya harus segera pulang karena sebuah urusan.“Sayang, kangen bunda ya?” tanya Furika sembari menciumi kedua pipi bayi yang baru genap delapan bulan.Bayi mungil itu hanya meringis sejurus kemudian memeluk Furika dengan sangat manja.Tidak terasa, bayinya tumbuh besar sangat cepat dan tumbuh menjadi anak yang sehat. Aghis tidak pernah rewel saat diasuh. Menjadi anak penurut dan tidak merepotkan selama Furika merawatnya seorang diri.Meski hari-hari Furika pahit dan sepi karena statusnya menjadi orangtua tunggal. Senyum Aghis selalu berhasil membenamkan semua perih yang Furika pendam selama ini.Luka pengkhianatan, direndahkan bahkan sampai perceraian, semua suda

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   25. Janda Semakin Terdepan

    Selepas mengirim semua paket orderan online, Furika masih disibukkan mengurus toko online untuk laporan penjualan dan setelah itu menemui salah satu selebgram yang ia sewa untuk mempromosikan toko bajunya. Toko baju yang ia Kelola memang toko baju biasa yang tidak mempunyai brand khusus. Namun bagi seorang Furika, wajib hukumnya merawat usaha yang ia geluti dengan maksimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal juga.Apalagi di era serba modern seperti ini, Furika ingin memaksimalkan promosi online agar calon pembelinya tertarik.“Ibu owner makin hari makin sibuk aja,” goda Irzham sambal mengapit kedua mukanya dengan menelungkupkan dua tangan. Pria itu memang tak bosan-bosannya menggodai sang pujaan, meski Furika kerap ngambek karena ocehan Irzham berhasil merusak fokusnya.“Ibu owner jangan sibuk terus, dong. Sini temenin saya ngeteh,” ocehnya lagi mencari perhatian.Usahanya yang kedua, berhasil membuat Furika berdecak dan melengos ke arahnya.“Apa’an sih, dari tadi gangguin terus,”

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   24. Janda Perjaka

    "Kamu nggak papa, kan?"Seorang pria berjalan sedikit terburu mendekati Furika dengan wajah dipenuhi raut khawatir. Kehadirannya memang terlambat, tidak bersamaan dengan keluarga Marvin yang kebetulan menginjakkan kaki di toko Furika.Dia amat menyesal dan berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana Nasib Wanita pujaanya? Apakah dia sakit hati usai dihina mantan mertua dan suaminya? Begitulah yang terlintas di otak Irzham setelah mendengar kabar bahwa Santika beserta sang mantan suami berkunjung ke toko Furika."Si Marvin sama keluarganya emang keterlaluan, ya? untung kamu sabar." Irzham semakin dirundung kesal usai Furika menjelaskan kronologi keluarga mantan suaminya saat berjumpa dengan Furika.Furika tidak begitu sedih, tidak pula kesal. Setelah memutuskan berpisah dengan Marvin, Furika sudah siap menanggung semua resiko yang akan ia temui dikemudian hari. Termasuk, semakin dibenci laki-laki yang amat ia cintai. Marvin.Bagi Furika, mengenyam hinaan dan cacian Santika adalah hal biasa.

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   23. Menjelma Jadi Orang Kaya

    "Izham, kayaknya ini terlalu berlebihan deh," serat Furika dengan terus mengedarkan pandang ke seluruh ruangan.Furika memang sangat senang, senang sekali dan tidak menyangka dirinya akan menjadi owner toko baju dengan ukuran toko sebesar ini.Bayangan Furika, toko baju yang akan dibeli Irzham tidak sebesar toko baju yang ia singgahi sekarang. Tempatnya sangat luas, mewah dan dipenuhi aneka baju berjejer rapi di seluruh sudut yang ada.Matanya tidak bisa berkedip semenjak tadi."Aku nggak berlebihan kok Furi, ini adalah ganjaran untuk hasil kerasmu selama ini," kilah Irzhan dengan senyumnya yang bersahaja."Jadi, jangan anggap aku membelikan kamu toko ini secara cuma-cuma, ini nggak gratis, kok," imbuhnya lagi."Aku jadi terharu, makasih Zam. Aku janji akan urus toko ini biar terus berkembang," sirah Furika sungguh-sungguh. Netranya berkaca haru, ingin menangis namun berusaha tidak menangis."Aku suka gayamu, hehe."Setelah berpisah dari Marvin, Furika benar-benar mengatur strategi un

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   22. Gagal Jadi Sultan (Pov Marvin)

    Sebenarnya Marvin cukup kesal dengan kejadian yang mengusiknya pagi-pagi buta. Tempat nyaman yang ia tinggali, akhirnya harus ia relakan diambil alih orang lain. Marvin sadar diri, memang tidak seharusnya ia menguasai rumah itu, karena memang rumah yang ia inggali dengan Isyani tidak lain adalah hak milik Furika."Tidak perlu sedih bu, aku tinggal di rumah ibu tidak akan lama," ujar Marvin berusaha menenangkan sang ibu.Sejak mengetahui putranya terancam jadi gelandangan, jelaslah sang ibu sedih dan tidak tega. Sedangkan, tidak mungkin Marvin dan Isyani tinggal di rumahnya. Sebab, rumah yang ia tinggali sekarang bakal di waris oleh adik terakhir Marvin."Nggak sedih gimana toh, kamu bakal jadi gelandangan nak! Memang Furika keterlaluan, bisa-bisanya jual rumah kamu!" omelnya kian kesal."Ibu lupa sesuatu?" celetuk Marvin memelankan ucapannya.Marvin sedang berada di kamar sang ibu, sementara Isyani tengah sibuk menata barang di kamar Marvin."Lupa? lupa apa lagi?" oceh sang Ibu tambah

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   BAB 21

    POV Marvin Pagi-pagi buta, ketenangan Marvin dan Isyani terusik ketika ada dua tamu yang menginjakkan kaki di rumah mereka. Tepatnya, pukul 07.00 saat Marvin siap-siap berangkat ke kantor. "Kalian ini ngaco? tidak mungkin saya menjual rumah yang masih saya tempati. Aneh kalian." Ketus Marvin kesal. Sejak tadi ia menjelaskan bahwa ia tidak merasa menawarkan rumahnya kepada siapapun, namun dua tamu yang berkunjung ke rumahnya masih saja kekeuh. "Memang bukan anda yang menawarkan, karena anda bukan pemilik sah rumah ini," balas Jovi tidak mau kalah. Jovi adalah Asisten kepercayaan Irzham yang dikirim untuk mengurus perkara jual rumah Isyani. Dan pak Somad adalah saudagar kaya yang berniat membeli rumah Isyani secepatnya. Marvin geleng-geleng tertawa, dia ngeri sendiri jika benar rumah ini dijual oleh Isyani. Namun seingatnya, Isyani tidak pernah membahas surat tanah dan rumah yang selama ini ia sembunyikan. "Ah, nggak mungkin Isyani yang menjual rumah ini, surat-suratnya sudah kusem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status