Share

bab 7

Author: Natasya Kafi
last update Last Updated: 2023-06-15 11:26:15

“Iya kan benar apa kataku? Kamu kerjaannya Cuma ongkang – ongkang aja, mana bisa ngasilin duit,” ujar ibu mertuaku ketus. Lirikan mautnya selalu berhasil membuatku meremaskan tangan menahan kesal.

Aku hanya bisa mendengus saja jika sudah begini. Menghina dan merendahkan, apa tidak ada kalimat lain yang bisa ia ucapkan kepadaku? Kentara banget ibu mertuaku ini kalau memang tidak suka kepadaku.

“Ya sudah, ibu balik ke rumah dulu, urus anakmu dengan baik.” Akhirnya wanita paruh baya itu melangkahkan kaki meninggalkanku berpelukan dengan damai usai kepergiannya.

“Huft, sabar – sabar,” ucapku mengelus dada.

***

Malam menjelang, sudah lama kumenanti sejak Mas Marvin berangkat kerja pagi tadi. Sesuai janjinya, suamiku itu akan membawakan oleh – oleh yang kuidamkan. “Skincare”.  Sudah lama tak kubeli barang itu untuk sekedar merawat kulit wajahku yang semakin terasa kering ini.

Dan seperti biasanya, kuintip dari jendela kamar, Mas Marvin melangkahkan kaki menuju rumah kami dengan menenteng tas kerjanya. Terlihat wajahnya nampak berseri – seri, mungkin Mas Marvin tidak sabar memberi kejutan skincare itu untukku.

Seperti di film – film, suami sangat tidak sabar melihat istrinya jingkrak – jingkrak senang mendapatkan hadiah yang diberikan oleh sang suami.

“Mas!” panggilku saat Mas Marvin baru muncul di ruang tengah.

Aku memamerkan ringis terbaik menatapnya. Namun, Mas Marvin malah berubah ekspresi. Pria itu membuang nafas panjang, seolah usai melewati hari yang paling melelahkan.

“Kenapa? Udah tahu orang capek – capek pulang kerja malah cengar – cengir,” ujar Mas Marvin sewot.

Suamiku nyelonong memasuki kamarnya tanpa banyak berkata kepadaku. Padahal, sejak tadi aku menanti kalimat manis darinya sembari memberikan skincare titipanku kemarin.

“Mas udah makan?” tanyaku bermanis kata.

Mar Marvin menatapku dengan malas sambil melucuti dasi dan juga kemeja kerjanya.

“Kenapa? Aku belum makan, ambilin aku makan,” suruhnya kemudian.

Bahuku melorot, ekspektasiku lagi – lagi tak kesampeian.

Kukira Mas Marvin akan berlaku so sweet seperti awal – awal kami menikah saat hendak memberi sesuatu kepadaku, nyatanya dia sudah berubah. Entah karena apa, mungkin terlalu Lelah seharian bekerja.

Segera kuambilkan makan malam untuk Mas Marvin dan menyajikannya di meja makan, kebetulan suamiku itu sudah berganti baju dan asyik emmainkan ponselnya di sana.

“Serius banget mas, lihatin apa sih?” tanyaku sok asyik berharap Mas Marvin mengajakku ngobrol santai dan teringat dengan barang titipanku.

Mas Marvin hanya menatapku datar dan kembali sibuk dengan ponselnya. Kemudian suamiku bangkit ke dapur dan membuka tudung saji di atas meja makan, wajahnya semakin kusut saja.

“Ya ampun dek, masak menunya sama kayak pagi tadi sih!” keluhnya saat melirik sepiring nasi yang kusajikan. Ekspresinya terlihat bete dan aku hanya bisa diam jika dia sudah ngambek nggak jelas seperti ini.

“Kan ini pengiritan mas, kemarin Furika udah bilang ke mas, kalau uang dapur adek nggak cukup buat belanja banyak – banyak,” ujarku membela diri.

Mas Marvin menatapku sinis dan terpaksa meraih sendok dan menyuapkan nasi ke mulut dengan wajah tersungut. Seolah aku benar – benar sangat salah sudah menyajikan makanan yang sama seperti menu pagi tadi.

“Mas,” panggilku di sela – sela Mas Marvin menikmati makan malamnya,

Mas Marvin hanya melirikku sinis dan melanjutkan aksi mkanannya. Seolah kentara sekali, ngobrol denganku sudah bukan lagi hal menyenangkan.

“Hem.”

“Mas lupa sesuatu kayaknya,” kucoba memancing Mas Marvin barangkali beneran lupa memberikan barang titipanku tadi pagi.

“Lupa apa sih dek! Nggak tahu orang lagi makan malah diajak ngobrol.”

Mas Marvin masih saja pasang muka bete nggak jelas, bawaannya pengen marah dan ngambek kepadaku. Padahal, aku sendiri merasa tidak melakukan kesalahan. Kenapa suami semakin aneh!

“Mas kan tadi janji mau beliin skincare adek, mana?” dan akhirnya aku beranikan menodong janji kepada Mas Marvin. Dasar suami nggak peka.

Mas Marvin menghela nafas dengan muka malas, ia meletakkan sendok pada piring dan bangkit. Hatiku terjingkat melihat tunduknya suamiku yang langsung mengambil barang titipan yang kumau.

Akhirnya, setelah sekian lama nggak pakai skincare, sekarang bisa dibelikan sama mas bojo. Hatiku riang gembira sekarang.

“Ini dek,” ucapnya menyerahkan plastic kecil berwarna merah marun kepadaku.

Segera kuraih tas kecil itu dan buru – buru kubuka. Di kepalaku isinya hanya tebak 0 tebakan kira – kira produk kosmetik apa yang suamiku belikan kepadaku.

Namun.

Jeng.. jeng…

“Mas? Lips tick? Merah banget warnanya?” wajahku langsung layu setelah membuka isi plastic itu.

Selalu tak sepadan dengan yang kuduga. Produk skincare yang kuidamkan, ternyata tak bisa kumiliki juga sekarang. Mas Marvin malah belikan aku lipstick warna merah menyala.

“Pasti kalau dipakai bakal dikira orang habis makan darah ayam mas!” rengekku kesal.

“Terus? Kenapa segelnya udah kebuka? Ini lipstick bekas mas?”

“Furika! Berisik banget sih! Nggak bersukur banget jadi istri, udah dibeliin masih aja cerewet!”

Mas Marvin tidak mengindahkan aksi protesku sama sekali. Tidak ada tampang merasa bersalah sedikit pun karena melihatku kecewa. Malah balik marah dan marah lagi.

Salah ya kalau istri minta skincare ke suami?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   26. Apa Salah Janda?

    Sudah menjelang magrib, tapi toko baju masih ramai pengunjung. Furika sudah Lelah mengurus banyak hal hari ini, dan akhirnya menyerahkan semua pelayanan toko kepada karyawannya.Ia ingin bergegas pulang, Kembali ke rumah dan berjumpa dengan putra kesayangan. Namun ternyata, Aghis sudah diantar pengasuhnya ke toko karena pengasuhnya harus segera pulang karena sebuah urusan.“Sayang, kangen bunda ya?” tanya Furika sembari menciumi kedua pipi bayi yang baru genap delapan bulan.Bayi mungil itu hanya meringis sejurus kemudian memeluk Furika dengan sangat manja.Tidak terasa, bayinya tumbuh besar sangat cepat dan tumbuh menjadi anak yang sehat. Aghis tidak pernah rewel saat diasuh. Menjadi anak penurut dan tidak merepotkan selama Furika merawatnya seorang diri.Meski hari-hari Furika pahit dan sepi karena statusnya menjadi orangtua tunggal. Senyum Aghis selalu berhasil membenamkan semua perih yang Furika pendam selama ini.Luka pengkhianatan, direndahkan bahkan sampai perceraian, semua suda

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   25. Janda Semakin Terdepan

    Selepas mengirim semua paket orderan online, Furika masih disibukkan mengurus toko online untuk laporan penjualan dan setelah itu menemui salah satu selebgram yang ia sewa untuk mempromosikan toko bajunya. Toko baju yang ia Kelola memang toko baju biasa yang tidak mempunyai brand khusus. Namun bagi seorang Furika, wajib hukumnya merawat usaha yang ia geluti dengan maksimal untuk mendapatkan keuntungan maksimal juga.Apalagi di era serba modern seperti ini, Furika ingin memaksimalkan promosi online agar calon pembelinya tertarik.“Ibu owner makin hari makin sibuk aja,” goda Irzham sambal mengapit kedua mukanya dengan menelungkupkan dua tangan. Pria itu memang tak bosan-bosannya menggodai sang pujaan, meski Furika kerap ngambek karena ocehan Irzham berhasil merusak fokusnya.“Ibu owner jangan sibuk terus, dong. Sini temenin saya ngeteh,” ocehnya lagi mencari perhatian.Usahanya yang kedua, berhasil membuat Furika berdecak dan melengos ke arahnya.“Apa’an sih, dari tadi gangguin terus,”

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   24. Janda Perjaka

    "Kamu nggak papa, kan?"Seorang pria berjalan sedikit terburu mendekati Furika dengan wajah dipenuhi raut khawatir. Kehadirannya memang terlambat, tidak bersamaan dengan keluarga Marvin yang kebetulan menginjakkan kaki di toko Furika.Dia amat menyesal dan berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana Nasib Wanita pujaanya? Apakah dia sakit hati usai dihina mantan mertua dan suaminya? Begitulah yang terlintas di otak Irzham setelah mendengar kabar bahwa Santika beserta sang mantan suami berkunjung ke toko Furika."Si Marvin sama keluarganya emang keterlaluan, ya? untung kamu sabar." Irzham semakin dirundung kesal usai Furika menjelaskan kronologi keluarga mantan suaminya saat berjumpa dengan Furika.Furika tidak begitu sedih, tidak pula kesal. Setelah memutuskan berpisah dengan Marvin, Furika sudah siap menanggung semua resiko yang akan ia temui dikemudian hari. Termasuk, semakin dibenci laki-laki yang amat ia cintai. Marvin.Bagi Furika, mengenyam hinaan dan cacian Santika adalah hal biasa.

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   23. Menjelma Jadi Orang Kaya

    "Izham, kayaknya ini terlalu berlebihan deh," serat Furika dengan terus mengedarkan pandang ke seluruh ruangan.Furika memang sangat senang, senang sekali dan tidak menyangka dirinya akan menjadi owner toko baju dengan ukuran toko sebesar ini.Bayangan Furika, toko baju yang akan dibeli Irzham tidak sebesar toko baju yang ia singgahi sekarang. Tempatnya sangat luas, mewah dan dipenuhi aneka baju berjejer rapi di seluruh sudut yang ada.Matanya tidak bisa berkedip semenjak tadi."Aku nggak berlebihan kok Furi, ini adalah ganjaran untuk hasil kerasmu selama ini," kilah Irzhan dengan senyumnya yang bersahaja."Jadi, jangan anggap aku membelikan kamu toko ini secara cuma-cuma, ini nggak gratis, kok," imbuhnya lagi."Aku jadi terharu, makasih Zam. Aku janji akan urus toko ini biar terus berkembang," sirah Furika sungguh-sungguh. Netranya berkaca haru, ingin menangis namun berusaha tidak menangis."Aku suka gayamu, hehe."Setelah berpisah dari Marvin, Furika benar-benar mengatur strategi un

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   22. Gagal Jadi Sultan (Pov Marvin)

    Sebenarnya Marvin cukup kesal dengan kejadian yang mengusiknya pagi-pagi buta. Tempat nyaman yang ia tinggali, akhirnya harus ia relakan diambil alih orang lain. Marvin sadar diri, memang tidak seharusnya ia menguasai rumah itu, karena memang rumah yang ia inggali dengan Isyani tidak lain adalah hak milik Furika."Tidak perlu sedih bu, aku tinggal di rumah ibu tidak akan lama," ujar Marvin berusaha menenangkan sang ibu.Sejak mengetahui putranya terancam jadi gelandangan, jelaslah sang ibu sedih dan tidak tega. Sedangkan, tidak mungkin Marvin dan Isyani tinggal di rumahnya. Sebab, rumah yang ia tinggali sekarang bakal di waris oleh adik terakhir Marvin."Nggak sedih gimana toh, kamu bakal jadi gelandangan nak! Memang Furika keterlaluan, bisa-bisanya jual rumah kamu!" omelnya kian kesal."Ibu lupa sesuatu?" celetuk Marvin memelankan ucapannya.Marvin sedang berada di kamar sang ibu, sementara Isyani tengah sibuk menata barang di kamar Marvin."Lupa? lupa apa lagi?" oceh sang Ibu tambah

  • Karma untuk Keluarga Suamiku   BAB 21

    POV Marvin Pagi-pagi buta, ketenangan Marvin dan Isyani terusik ketika ada dua tamu yang menginjakkan kaki di rumah mereka. Tepatnya, pukul 07.00 saat Marvin siap-siap berangkat ke kantor. "Kalian ini ngaco? tidak mungkin saya menjual rumah yang masih saya tempati. Aneh kalian." Ketus Marvin kesal. Sejak tadi ia menjelaskan bahwa ia tidak merasa menawarkan rumahnya kepada siapapun, namun dua tamu yang berkunjung ke rumahnya masih saja kekeuh. "Memang bukan anda yang menawarkan, karena anda bukan pemilik sah rumah ini," balas Jovi tidak mau kalah. Jovi adalah Asisten kepercayaan Irzham yang dikirim untuk mengurus perkara jual rumah Isyani. Dan pak Somad adalah saudagar kaya yang berniat membeli rumah Isyani secepatnya. Marvin geleng-geleng tertawa, dia ngeri sendiri jika benar rumah ini dijual oleh Isyani. Namun seingatnya, Isyani tidak pernah membahas surat tanah dan rumah yang selama ini ia sembunyikan. "Ah, nggak mungkin Isyani yang menjual rumah ini, surat-suratnya sudah kusem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status