Pov Riko[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah ini, ingat itu!]Terkirim. Kita liat saja, Lisa. Apa yang bisa kamu lakukan tanpa aku?"Bagaimana, Sayang?" tanya Alin sambil mendekat dan meraih tanganku. "Wanita itu tidak mau mengangkat teleponku!""Mungkin sedang sibuk mengurus Kayla atau bisa jadi sedang di jalan, jadi nada deringnya tidak kedengaran."Aku tahu Alin sedang berusaha membuatku tenang, tapi dalam keadaan emosi seperti ini, mendengar Alin berkata seperti itu aku jadi tambah emosi."Jadi kamu membela Lisa?""Loh, Mas, bukannya aku membela Mbak Lisa, tapi itu bisa saja terjadi 'kan?"Aku membuang nafas kasar lalu mencoba sekali lagi menghubungi ponsel Lisa. Akan tetapi seperti tadi, wanita itu tidak menerima teleponku. Lalu saking kesalnya aku pun kembali mengirim pesan.[Aku tahu kamu cemburu, Lis. Tapi bukan begini caranya. Kamu tahu e
Kupandangi ponsel yang terus menyala. Mas Riko beberapa kali menghubungiku. Tapi aku masih enggan berkomunikasi dengan pria yang baru saja ingin ku hindari itu. Untuk apa juga dia menghubungiku, toh sudah ada Alin yang cantik di sampingnya.Setelah beberapa panggilan tidak aku hiraukan sebuah pesan masuk ke dalam ponselku.[Di mana kamu sembunyikan kunci semua kamar di rumah ini?! Kamu jangan macam-macam, ya, Lis. Ini rumahku, hasil dari keringatku. Kamu tidak berhak satu persen pun atas rumah!]Ya ampun, rupanya dia menanyakan perihal kunci itu, sontak saja bibirku mengembang. Teringat waktu aku hendak pergi tadi, semua kamar yang berjumlah tiga itu sengaja aku kunci. Jadi jika Alin ingin tinggal di sana terpaksa mereka harus tidur di sofa. Kamu boleh membawa wanita itu, Mas. Tapi tidak bisa dengan gampang masuk ke kamar kita. Rumah itu memang dibeli dari hasil keringatmu. Tapi kamu jangan lupa, Mas, cicilan rumah itu bisa dilunasi karena ada wanita yang rela untuk berhemat, rela unt
Pov Riko[Soal kunci itu, aku lupa, Mas. Karena terburu-buru dan terbiasa mengunci pintu sebelum pergi aku sampai lupa membawanya. Sepertinya terjatuh di halaman rumah atau mungkin di saluran air depan rumah waktu aku akan mengambil dompet. Soalnya kunci itu sudah tidak ada di tasku.]Apa?! Jadi kuncinya kecebur got. Sialan, aku tidak percaya kalau Lisa tidak sengaja menjatuhkannya, ini pasti akal-akalan dia untuk mengerjaiku."Dasar istri bulukan! Sudah pergi pun masih membuat masalah." Aku mengumpat sambil meletakkan ponsel agak kasar. Niat menikmati sarapan sebelum ke kantor sepertinya akan urung, pasalnya aku sudah keburu tidak selera lantaran pesan yang dikirim oleh Lisa. "Kenapa, Sayang, kok pagi-pagi sudah cemberut. Apa kurang yang semalam?"Alin yang baru saja keluar dari kamar menyentuh bahuku lalu mengusapnya perlahan, ia berkata sambil mendekatkan wajahnya padaku. Aroma tubuhnya langsung saja menguar memenuhi indra penciumanku. Rasa kesalku untuk sementara lenyap karena ke
[Maaf Lis, Mbak tidak sedang tidak bisa menerima telepon. Nanti Mbak hubungi lagi, ya.]Menit berikutnya Mbak Tika mengirim pesan. Sesibuk itukah dia, hingga tidak bisa menerima telepon. Padahal sewaktu aku masih di rumah Mas Riko, Mbak Tika tidak pernah menolak panggilanku.Apa ini ada kaitannya dengan uang yang tidak jelas itu?Aku pun lanjut melihat-lihat keadaan butik sekaligus mempelajarinya. Syukurlah, Kayla juga bisa dengan cepat beradaptasi hingga dia mudah akrab dengan beberapa karyawan butik yang hampir semuanya perempuan. "Alhamdulillah butik ini tidak pernah sepi orderan. Setiap bulannya ada saja yang memesan baju untuk seragam pesta. Jadi kita panen terus. Ini tak lepas berkat Mbak Tika yang terus mempromosikan butik ini lewat sosial media." Gina terus menjelaskan sambil berjalan perlahan mengelilingi setiap sudut butik ini."Benarkah?""Iya Bu, bahkan ada ponsel khusus untuk mengelola akun promosi. Tapi ponsel itu Bu Tika yang pegang." Aku manggut-manggut mendengar pen
Keesokan harinya, aku pergi ke sebuah salon kecantikan untuk merawat diri, sengaja aku membawa satu karyawan butik untuk menjaga Kayla di sana. Suatu hari aku pasti bertemu dengan Mas Riko. Mungkin di persidangan atau di tempat lain. Saat itu aku harus sudah terlihat cantik, aku harus bisa membuktikan bahwa tanpa dirinya aku bisa lebih baik. Dan jika terawat aku juga bisa lebih cantik dari Alin.Teringat saat malam tadi malam aku membalas pesannya, aku bilang ada kemungkinan kunci itu terjatuh di halaman atau mungkin masuk ke got. Kita lihat saja, apa dia percaya dengan ucapanku. Paling dia akan menyuruh tukang sapu keliling untuk turun ke got. Padahal kunci serepnya sudah aku simpan di tempat bumbu. Jika tidak ditemukan juga, itu artinya mereka tidak pernah masuk dapur.Puas memanjakan diri di salon, aku mengajak Kayla dan Ira-karyawan yang kupercaya menjaga Kayla-ke sebuah restoran yang cukup bagus. Agak canggung juga, karena selama menikah dengan mas Riko, dapat dihitung dengan jar
Sesuai dengan janji Mbak Tika, keesokan harinya di jam makan siang dia mengajak bertemu di restoran yang tak jauh dari butik. Alasannya supaya aku tidak terlalu jauh pergi, di samping ribet dengan Kayla juga saat ini aku belum punya kendaraan sendiri. Lantaran jarak yang dekat dengan butik, aku sampai duluan di tempat itu. Sengaja kupilih tempat di dekat jendela supaya bisa leluasa melihat keluar. Selang beberapa menit sebuah mobil berwarna merah memasuki area restoran, awalnya aku biasa saja, kupikir itu pelanggan lain. Namun ketika kutahu siapa yang keluar dari mobil tersebut, aku memicing lantaran ternyata mobil itu dikendarai oleh Mbak Tika. Setahuku, Mbak Tika punya mobil satu yang kemarin digunakan untuk mengantarku ke butik. Mobil berwarna putih yang sudah lama dia beli. Apa mungkin Mbak Tika membeli mobil baru dengan menggunakan uang ... Lagi pula, biasanya Mbak Tika kalau mau membeli sesuatu memberitahu aku, tapi perihal mobil ini aku sama sekali tidak tahu."Maaf Lis, lam
"Katakan, Lis, kamu dapat uang dari mana hingga bisa memberi Ibu uang sebanyak itu setiap bulannya?" Tanpa basa-basi Mas Riko menyerangku dengan pertanyaan itu begitu sambungan telepon terhubung."Kamu tidak perlu tahu, Mas. Toh selama ini kamu tidak mau tahu apa yang terjadi padaku, apa yang aku butuhkan dan apa yang kurang di rumah kita.""Berarti selama ini kamu sudah selingkuh? Melakukan banyak hal tanpa sepengetahuanku?""Lalu apa bedanya dengan Mas Riko? Memberikan apa saja yang diinginkan oleh Alin sementara Mas mengekang kebutuhanku. Memintaku berhemat sementara kamu berfoya-foya dengan wanita itu. Melarangku berpenghasilan sementara kamu cari wanita yang punya penghasilan dan malah memuji-mujinya bisa merawat diri karena banyak uang.""Tetap saja kamu salah karena melakukan banyak hal di belakangku. Sekarang katakan uang dari mana itu?""Kamu tidak perlu tahu, yang jelas selama ini aku bisa memenuhi kebutuhan Ibumu juga kebutuhanku. Sekarang selamat menikmati hidup tanpa aku,
Hingga pulang ke kontrakan, aku masih belum percaya kalau dalam waktu singkat dan bersamaan aku sudah memiliki mobil dan rumah yang bagus. Apalagi orang yang mempersiapkannya adalah Mbak Tika yang sempat aku curigai. Ini kuanggap sebagai buah dari kesabaranku selama menikah dengan Mas Riko yang tidak banyak melawan. Sekarang aku harus fokus bagaimana caranya aku harus bisa membuat Mas Riko menyesal. Sebenarnya tinggal menunggu waktu saja, sebab rencana sudah kususun dan sudah aku praktekan satu persatu. Ibarat bom waktu yang sudah kusetel hanya tinggal menunggu bum saja.Sepintas mungkin Alin akan merasa beruntung karena sudah berhasil merebut Mas Riko dariku. Untuk sementara dia boleh perbangga hati, tapi tunggu saja satu atau dua minggu lagi dia akan menyesal menikahi pria itu kecuali dia punya stok kesabaran yang banyak sepertiku. ***Pagi harinya setelah mengabari karyawan butik, aku pun berkemas. Menjelang siang ini Mbak Tika berjanji akan mengantarku ke rumah baru sekalian mem