Share

4. Ambil Saja

Dia memang ke butik, tapi kenapa tidak memberitahu Mas Adnan kalau dia sedang mengantarku. Setelah penolakannya ketika aku bermaksud menumpang di rumahnya, sekarang Mbak Tika membuat teka-teki lagi dengan tidak jujur kepada Mas Ardan maksud dan tujuannya berada di butik ini. Soal pesanan itu mungkin saja benar, karena aku sama sekali tidak tahu menahu. Tapi apa salahnya Mbak Tika memberitahu suaminya itu kalau aku pulang dan dia akan menyerahkan butik ini padaku.

"Ayo, Lis. Mbak kenalkan kamu pada karyawan-karyawan butik," kata Mbak Tika setelah dia selesai melakukan panggilan telepon dengan Mas Ardan. Kami pun berjalan ke arah pintu masuk butik yang jujur saja aku jarang sekali mendatanginya.

Mbak Tika memperkenalkan aku pada para karyawan yang jumlahnya  lima orang. Butik ini memang terbilang besar lantaran dulu Ibuku mengelolanya dengan baik. Setelah Ibu tiada aku sempat mengelola beberapa bulan sebelum akhirnya aku bertemu dengan Mas Riko dan satu bulan kemudian kami menikah. Pertemuanku dan Mas Riko memang terbilang singkat, saat itu aku langsung jatuh cinta karena melihat kegigihan Mas Riko dalam bekerja, apalagi setelah tahu dia sedang menyicil rumah. Aku pikir pria seperti Mas Riko bisa diandalkan dalam hal mengelola uang hingga Aku jatuh cinta karenanya. Namun ternyata di luar dugaan, Mas Riko bukan pandai mengelola uang, tapi sangat pandai berhemat hingga menjadi pelit.

"Kita cari kontrakan sekarang, yuk, Lis," ajak Mbak Tika ketika dia selesaikan memperkenalkan aku pada para karyawan.

"Ayo Mbak, di sebelah mana memangnya?" Aku pun merespon dengan cepat lantaran tahu Mbak Tika tidak punya waktu banyak.

"Di sebelah situ, kita jalan aja, ya. Tempatnya nggak jauh kok dari sini, kata orang banyak sekali kontrakan."

"Kalau bisa yang kecil aja dulu. Satu kamar juga nggak apa-apa."

"Itu soal gampang," ucapnya sambil melangkah pergi mendahuluiku, sementara aku menguntit langkahnya dari belakang. Mbak Tika berjalan tergesa-gesa, mungkin tadi Mas Ardan memintanya segera datang. Sebenarnya aku ingin bertanya perihal dia tidak jujur tentang kedatanganku pada Mas Ardan. Tapi aku pikir itu urusan dia dengan suaminya, jadi lebih baik aku tidak bertanya saja. Yang penting aku sudah pergi dari rumah Mas Riko dan memulai hidup baru di sini bersama Kayla sambil mengelola butik peninggalan Ibu.

Akhirnya aku menemukan tempat untuk tinggal sementara. Sebuah kamar berukuran empat kali lima meter, terdapat kamar mandi dan sebuah kompor untuk memasak. Ini sudah cukup bagiku, toh aku hanya hidup berdua dengan Kayla.

"Nanti Mbak suruh orang untuk mengangkut barang-barangmu dari butik. Mbak pergi dulu ya, kalau ada perlu sama Mbak kamu hubungi Mbak saja, biar Mbak yang ke sini. Kamu tidak usah capek-capek ke rumah Mbak."

"Ya Mbak. Makasih ya, sudah mencarikan aku tempat tinggal."

"Iya, soal uang bagian rumah itu, kamu tidak usah khawatir. Mbak akan segera memberikannya padamu."

Setelah itu Mbak Tika berpamitan meninggalkan aku yang keheranan atas sikapnya.

Sambil menunggu orang yang akan membawa barang-barangku aku menidurkan Kayla di atas kasur yang sudah tertata rapi. meskipun terdapat di gang yang sempit, namun tempat ini sepertinya nyaman sebab terjaga privasinya.

Aku pun ikut merebahkan diri di samping Kayla. Sambil menata hati dan mempersiapkan diri untuk menjalani hidupku kedepannya. Sebenarnya uang tabunganku cukup untuk mengontrak rumah yang lebih besar dari ini. Atau bahkan untuk uang muka sebuah perumahan sederhana. Tapi aku berubah pikiran setelah tadi Mbak Tika dengan segala alasan menolak kehadiranku di rumahnya. Uang bagian rumah peninggalan Kakek harus aku dapatkan sekarang, sebab melihat sikap Mbak Tika seperti itu perasaanku jadi tidak enak. Bukannya berburuk sangka, tapi aku yang sudah biasa disakiti dan didzolimi oleh Mas Riko jadi semakin berhati-hati terhadap orang lain sekalipun itu saudara sendiri. Apapun bisa terjadi, termasuk kemungkinan buruk. Sebab kita tidak tahu bagaimana hati orang.

Selang beberapa menit datang dua orang yang membawakan barang-barangku yang tadi kusimpan di butik. Dari pakaiannya, orang itu sepertinya tukang parkir di depan butik. Mungkin Mbak Tika menyuruh mereka untuk membawakan barang-barangku ke sini. Setelah mengucapkan terima kasih, tak lupa aku memberikan uang tips kepada mereka sebelum keduanya berpamitan.

Selagi Kayla masih tertidur, aku punya waktu untuk beres-beres. Menata baju dan membersihkan tempat ini, setelah itu aku memesan makanan lewat aplikasi yang terdapat di ponselku. Ponsel yang selama ini aku sembunyikan dari Mas Riko lantaran dia hanya membelikanku sebuah ponsel keluaran lama yang hanya bisa untuk berbalas pesan dan menelepon saja. Dengan ponsel ini pula aku membuat akun palsu di media sosial untuk mengawasi Alin.

Sambil menunggu makanan datang, iseng aku membuka akun sosial media yang beberapa hari ini memang tidak sempat aku tengok. Begitu aku membuka beranda, ternyata dipenuhi oleh postingan Alin. Wanita itu mengunggah banyak poto dan sekarang sudah berani memajang poto dirinya bersama Mas Riko tanpa disensor. Wajah Mas Riko jelas terpampang dengan senyum keduanya yang begitu bahagia. Di setiap poto itu pun Alin menulis caption yang terlihat lebay, namun aku bisa memakluminya.Mereka berdua 'kan sedang dimabuk cinta, jadi wajar saja kalau saling bucin satu sama lain.

Salah satu caption yang aku baca adalah, kamu milikku seorang. Aku tersenyum sinis membacanya. Secara tidak langsung Alin menegaskan bawa kepergianku dari rumah Mas Riko telah menjadikan dia wanita satu-satunya dalam hidup pria itu.

"Ambil saja, Lin. Aku juga dulu waktu pertama kali jadi istrinya diperlakukan dengan manis. Disayangi, diperhatikan, dan dijaga dengan baik. Tunggu saja sampai pada waktunya kamu terlihat jelek dan Mas Riko sudah bosan. Nasibmu pun tidak akan beda dengan diriku."

Kalimat itu aku ucapkan dalam hati. Sebenarnya aku ingin menuliskannya di kolom komentar tapi aku pikir ini belum waktunya aku menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya. Nanti akan ada saatnya, aku harus menunjukkan pada mereka bahwa hidupku lebih baik ketika sudah jauh dari Mas Riko.

Fokus skrol beranda aku dikejutkan oleh bunyi ponsel jadulku. Rupanya Mas Riko yang menghubungi. Aku menghela panjang berpikir ulang apa harus menerimanya atau mengabaikannya saja.

Bersambung

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pecundang banyak drama
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status