Meet Karmine, the girl who yearns happiness and security with the people she loves dearly but why is happiness so hard to come by? She had a past, a past she badly wanted to forget. A dark and horrid past that tormented her and gave her nightmares after nightmares even in her waking times. Then, she met Robert, a man whom she learned to love. It was all a deal, a contract, an agreement yet she fell deep, hard, and fast. From a pretend relationship turned into a full blown love affair. Both fell in love when they least expected it. Theirs was a right love at the wrong time. It’s been so long since the last time she let her anger and hatred take over her. It was a pretty bad sight, something she vowed to never let it consume her again. But, how could she when they won’t let her live free? Will she ever have her own happy ending?
view more“Maaf, Pak. Bagaimana lagi… kamarnya tinggal satu. Kalo soal razia, tenang saja. Hotel kami hanya mendapat sidak di akhir bulan. Ini masih tanggal tiga, nih, Pak … tanggal muda….”
Daehan, pria gagah yang dipanggil Pak oleh resepsionis manis dan genit itu kian mengatup bibir. Menatap gusar pada Umi (Sazleen Shanumi), asisten rumah baru yang dia bawa. Wajahnya menebal dengan bibir membiru. Jiwa sosial Daehan sebagai lelaki gagal membatu. “Kamu dengar sendiri apa katanya barusan. Terserah, jika keberatan, kamu duduk saja di lobi hingga orangku datang, Um,” ujar Daehan pada wanita berkerudung panjang dan berbaju tebal tetapi basah kuyup. “Enggak, Pak. Saya tak keberatan. Tidak sanggup lagi di luaran, bisa beku…,” sahut Umi cepat. Meski dengan melawan gemelutukan gigi di mulut yang serasa amat kaku. Sangat kedinginan. Daehan agak terkejut, meski juga merasa lega. Jika ada apa-apa dengan asisten rumah yang baru dia jemput itu, dirinya juga yang kena. Kesal sekali dengan sopir pribadi yang sedang bercuti. Mobil sport kesayangan Daehan tidak dirawat dengan benar. Terbukti saat dipakai hari ini, ternyata kap atas bisa dibuka tetapi tidak bisa ditutup. Padahal hujan turun deras mendadak dan jalanan sungguh macet. Terpaksa membelok ke hotel bersama si asisten baru. Mereka sama-sama basah kuyub. Setelah membuat transaksi, Daehan diikuti Umi pun mengekori seorang petugas hotel lelaki menuju lift. Naik ke lantai dua dan menghampiri sebuah pintu kamar dengan nomor 33. Tidak sengaja bertemu pandang dengan Umi yang buru-buru membuang wajah dan menunduk. Memilin tali tas warna coklat dengan ukuran sedang berisi baju-baju. “Wajahmu bengkak banget. Ish, nggak bersyukur. Suntik nggak kira-kira.” Daehan berkomentar dengan menatap risih wajah Umi yang cemas. Perempuan itu tidak banyak bicara. “Gak usah resah. Kita terpaksa satu kamar. Hanya buat tukar baju sebentar sambil menunggu orangku jemput! Jadi kamu jangan ke-ge-er-an!” ucap Daehan kasar tetapi tidak keras. Perempuan berbaju basah kuyup yang disebut dengan nama Umi pun mengangguk setelah membelalak. “Saya tahu diri lah, Pak. Nggak mungkin juga Anda minat pada gadis model buntal kayak saya, kan?” sahut Umi cepat. “Kamu ini udah janda, Um. Bukan gadis.” Daehan meralat ketus dengan raut meremehkan. Sorot ilfil tampak nyata di matanya. “Janda? Eh, anu, Pak. Saya…,” ucap Umi gugup dan bingung. Daehan mengibas tangan sambil menghempas napas suntuk. “Silahkan beristirahat. Semoga betah dan tidak mengecewakan. Permisi…,” ucap pegawai hotel menyela. Pintu kamar telah dibukanya lebar-lebar. Melenggang pergi setelah berpamit dan menyerahkan selembar kartu yang buru-buru disambar Daehan. Merasa diri mulai tidak enak badan dan meriang. Mengingat air panas ddikamar mandi dalam membuatnya tak sabaran. “Aku nggak lama, Um. Kamu mandinya habis aku, nggak tahan banget lengket air hujan.” Daehan menegur meski tidak ada gelagat Umi masuk ke kamar mandi. Perempuan itu hanya berdiri kaku dan terus bingung-bingung. Bibirnya sudah suram dan semakin membiru. Daehan telah tenggelam di kamar mandi dengan handuk putih yang disambar dari almari. Umi seketika menyandar dinding sebelah pintu dengan rasa lunglai. Pria mempesona yang berkharisma dan berwibawa dengan sejuta kekayaan dunia, tiba-tiba berada dalam satu kamar bersamanya. Mimpi apa semalam?! Terus saja tidak percaya rasanya. Padahal mereka belum lama bertemu. Bahkan belum ada satu jam. Kerudung pinjaman satu-satunya basah kuyup, beruntung mukena tidak pernah lupa dibawa ke mana-mana. Pria berbadan besar telah keluar dengan rambut basah yang membuat maskulin. Ketampanan wajah cerah itu bersinar maksimal. “Cepat, Um! Jangan bikin lantai banjir!” Daehan berseru sambil menghempas badan di ranjang sembarangan. Tidak juga mengelap rambut kuyubnya dahulu. Umi yang memandang buru-buru membuang muka kembali. Berjalan cepat ke kamar mandi. Handuk yang dipakai Daehan ternyata bathrope pendek. Tersingkap hingga ke pangkal paha yang hampir menodai mata. Sebab tidak ada pakaian dalam apa pun di sana. “Alamak, mataku ternoda! Dia ngremehin aku, benar-benar nganggep aku janda. Nggak ngerasa bersalah dengan tingkahnya. Meski aku rada bar-bar, tapi kan enggak liar…,” keluh Umi di balik pintu kamar mandi sambil menepuk-nepuk dada yang serasa akan meleduk kapan saja. Mengakui fisik Daehan yang begitu sempurna. “Aku harus kuat dan sabar. Gunungan upah di depan mata dan akan leleh tidak lama…,” ucap Umi ingin tersenyum. “Alamak, sakit!” pekik Umi tertahan. Bengkak dan memar di bagian wajah justru terasa ngilu saat dipakai tersenyum. Umi berusaha cemberut kembali susah payah. Sebab, dirinya bukan gadis yang suka larut dalam duka! Ingat saat kejadian. Nasib apes menyapanya malam-malam. Sahabat meminta membawakan motor yang ditinggal di kafe menuju satu tempat. Umi menyanggupi dengan senang hati. Khilaf, sebab agak gelap dan tidak biasa dengan watak si motor, tidak sengaja menabrak mobil mewah yang diparkir di tepian jalan raya. Alasan gelap kurang lampu tidak menyelamatkan dari tuntutan. Pemilik mobil yang cerewet meminta ganti rugi hingga puluhan juta. Shanumi pun terpaksa menyanggupi daripada diri di penjara. Malang tak dapat ditolak, hoki tak bisa diprediksi. Tawaran kerja dengan upah menjanjikan, meski agak tak biasa datang menghampiri. Datang dari bibinya yang mendadak sakit usus buntu dan harus operasi buru-buru. Mengabarkan jika sang mantan juragan mencari asisten rumah pengganti dirinya sesegera. Namun, dengan satu syarat wajib yang sempat susah dipenuhi. Yakni… harus wanita tidak menarik sebagaimana bibinya! Di sinilah Shanumi sekarang. Berbekal luka memar dan bengkak di wajah akibat kecelakaan tunggal malam tadi, Daehan menerimanya bekerja. Bujang sukses yang tampan itu mengira jika Umi sedang proses suntik filler di wajah. Menganggap jika asisten rumah baru yang disodorkan art lama tidak jauh berbeda. Wanita berpengalaman kerja rumahan dengan fisik yang sama sekali tidak menawan. Janda pulak! Aman… itulah prinsip Daehan. Demi mendapat kepercayaan dari ibunya untuk memperpanjang masa bujang. Menunggu kesiapan kekasih untuk dinikahi. “Kamu kayak mau umroh saja, Um,” ucap Daehan berkomentar. Meski matanya sudah akan menutup, kini membuka lagi. Melihat Umi duduk gelisah di sofa kamar dengan mengenakan mukena atasan. Padahal waktu shalat maghrib barusan berlalu dan mereka sudah menunaikan di mushola sebelum berangkat. Perjalanan adalah dari rumah bibinya Umi di daerah Cangar-Batu menuju kota domisili Daehan di Surabaya. Kini terpaksa singgah di sebuah penginapan perbatasan. Curah hujan tinggi disertai angin kencang. Mereka berdua totalitas kehujanan. “Saya lupa nggak bawa jilbab lain, Pak. Yang tadi itu basah, gak layak pakai.” Umi menyahut lambat. Meletak ponsel di meja dan bersiaga, barangkali Daehan memberi perintah sesuatu. “Ya udah, sini…!” seru Daehan sambil membalik badan, tengkurap. Matanya kini memejam. “Emmm, minta dipijat ya, Pak? Dioles minyak angin juga ya… maaf, saya pun agak kembung, jadi bentar saja ya, Pak?!” sahut Umi meyakinkan. Berusaha tenang meski dada berdebar cemas tak karuan. “Baiklah, sesukamu!” jawab Daehan akur. Alasan Umi masuk akal sebab barusan kena hujan. Juga merasa senang dengan respon art barunya yang tanggap dan tidak canggung. Sudah seperti asisten rumah yang lama saja rasanya. Terutama, rupa buriknya! Tentu saja, Umi sempat menanggap bibinya tentang perwatakan Daehan cukup detail. Tidak ingin mengecewakan, Umi naik ke ranjang dengan gesit. Membalur telapak kaki lebar, bersih dan panjang itu dengan minyak angin krim yang disambar dari atas meja. Mungkin Daehan memang sudah menunggunya sejak masih di dalam kamar mandi. “Sebelum ini, kamu jadi pengasuh bayikah, Um?” tanya Daehan tiba-tiba. Umi yang mulai santai jadi sangat kaget. Dipikir pria yang dia pijat sudah tidur, tiba-tiba bersuara. “Eh, anu… eh, iya. Kenapa, Pak?” sahut Umi. Memijatnya berhenti. Merasa jadi canggung, orangnya sadar. “Tanganmu, Um. Halus, nggak kayak Bi Rum, parutan aja lewat…,” celetuk Daehan. “Iya, Pak. Saya ada krim anti kapalan dan udah cocok!” Umi memberi alasan meyakinkan. Padahal, kerjaannya sangatlah mudah selama ini. Kasir di kafe milik sendiri! Dia adalah bos muda yang cantik dan good body. Hanya sedang apes dan harus ganti rugi. Hingga mendapat pekerjaan yang sebenarnya sungguh menyiksa jiwa bagi Shanumi! Tok Tok Tok Umi kembali terkejut dan menoleh ke pintu. “Bukain, Um. Tadi aku pesen makanan,” ucap Daehan santai sambil mengubah posisi miring kepalanya. Shanumi gesit turun ranjang dan menuju pintu. Sangat terkejut saat sudah dia buka lebar-lebar daun pintu. Tiga orang berseragam dinas coklat telah siaga di depan pintu kamar. Alias para petugas satpol PP dengan wajah-wajah garang bak raja hutan! Alamak! Bagaimana ini?! 🍓 Dearest Readers.... Mohon Vote dan penilaian buku ini yaaa Mohon subscribe dan ulasan bintang 5 agar penulis semangat. Terima kasih.EPILOGUERobert Ezekiel Mondragon's Point of ViewA thought suddenly crossed my mind and I shuddered with that terrifying thought. "No, please, no!" I muttered, unconsciously, scared for the unknown.Samu’t saring emosyon ang nakikita ko sa mga mata niya. Naroon ang pagkagulat, pagkalito, pagtataka at ang pinakapinagtatakhan ko sa lahat ay ang awa at lungkot na bumalatay sa mga mata niya.“Manang, hey!” I snapped my fingers in front of her.“U-Uh, hijo. A-Ano nga ulit iyong tanong mo?”Hindi ko alam kung bakit pero naginangatngat na ng kaba at takot ang buong pagkatao ko. Pakiramdam ko ay may mali...May mali talaga pero hindi ko mawari kung ano iyon at kung bakit ganito na lang ako makaramdam ng takot.“Manang, naman!” naibulalas ko. Unti-unti na ako'ng nakakaramdam ng pagkainis. “Tinatakot mo ako, Manang! Ano na nga? Nasaan na ang mag-ina ko?” naiirita kong tanong sa hanggang ngayon ay clueless pa rin niyang mukha.“Hijo, Kiel, Diyos ko! M-Mag-ina?”“Yes, Manang Edna! Mag-ina! Ang ma
CHAPTER SEVENTY: A WONDERFUL DREAM Robert Ezekiel Point of View“Hooo.”Kanina pa ako palakad-lakad at paroon at parito dito sa labas ng Delivery Room ng ospital na parang sirang plaka.Hindi ko namalayang nangingiti na pala ako na parang baliw dito. Kinakabahan ako na natatakot na na-e-excite at natutuwa all at the same time!Sino ba naman ang hindi makakaramdam ng mixed emotions kung ang pinakamamahal mong asawa ay nasa loob ng Delivery Room at kasalukuyang nanganganak sa panganay mo na bunga ng pagmamahalan niyo?Hindi niya ako pinayagang samahan siya sa loob ng DR habang nanganganak siya sa panganay namin dahil baka raw ay mahimatay ako sa takot at baka raw ay bangungotin ako ng ilang gabi.Bahagya ako'ng napatawa sa kilig sa naisip. My wife is so sweet, isn’t she?Now, now, I really can’t blame my wife for thinking that way. Minsan ko na kasing naisip na manuod ng videos online about sa mga babaeng nanganganak and the third video I happened to click was the mother delivering birt
CHAPTER SIXTY-NINE: AMIDST LIFE AND DEATH PART 2Karmine's Point of ViewI don’t know how long we were chained in the walls and detained here, but all I know is that each passing day, they are starting to despise me even more. “Masaya ka na ba?” Napapitlag ako sa biglang pagkausap sa akin ni Max.Napabuntong-hininga ako. Hindi talaga lumilipas ang isang buong araw na hindi ipinapamukha ni Max sa akin ang naging kasalanan ko. At kapag ginagawa niya iyon ay mas lalong nag-guilty ako. But as if my guilt and conscience can do anything to save us.“Hindi ako masaya, Max. Hindi rin ako natutuwa sa mga nangyayari sa atin kung iyan ang ipinupunto mo.”Hilaw na tumawa siya at tinapunan ako ng matalim na tingin, “Sino bang bobo ang nagdala sa atin sa ganitong sitwasyon? Hindi ba’t ikaw? Kaya ano’ng magagawa ng konsensiya mo? Maaalis ba kami noon dito? Maililigtas ba kami niyang konsensiya mo?”Tumunghay si Jelina at napapailing na tiningnan ako. She gave me a sad smile, “May anak ako, Karmine.
CHAPTER SIXTY-NINE: AMIDST LIFE AND DEATHKarmine’s Point of View“Argh!”I woke up with a splitting headache and my ears are ringing. Parang gusto kong biyakin ang ulo ko para mawala ang sakit at kirot.Sinubukan kong imulat ang mga mata ko pero halos hindi ko magawa. Ramdam ko ang pangangapal ng mata ko maging ng buong mukha ko na para bang kinagat ng ‘sangkatutak na lumilipad na nakakadiring ipis. Ni hindi ko nga magawang maibuka ng maayos ang mga mata ko dahil kapag sinusubukan kong gawin ay ramdam na ramdam ko ang sumisigid na kirot dito dahilan para mapilitan ako'ng ipikit ang mga mata ko.That mother-fucking-son of a bitch! I swear I will make him pay for all of this one day! One way or another!Hindi lang pala ang ulo ko ang sobrang masakit kundi maging ang buong katawan ko. Damn. What the hell did just happened?“Your plan backfired on you, huh.” My head snapped back—it added to the intensity of the pain I am feeling—when I heard that familiar cold voice of a woman I’ve known
CHAPTER SIXTY-EIGHT: THE ACT OF BETRAYAL PART 3Karmine's Point of ViewI was walking down the familiar hallways of this mansion that once housed me when I was under Howard’s care.Nothing much had change. It still is beautiful. The whole mansion screamed of wealth, money, power and opulence, although no matter how pleasing it is to the eyes some of its parts are burnt down, courtesy of me.Nakasalubong ko si Grayson na kung hindi ako nagkakamali ay assistant ni Howard. He was holding some papers, yumuko siya ng magkasalubong kami at bahagyang ngumiti.“Hello, Gray,” nakangiting bati ko dahilan para ngumiwi siya.“Hello, Karmine. Uh, gotta go, ang dami ko pang kailangang gawin.” Awkward na ngumiti siya sa akin at itinaas ang mga papeles na hawak.He looks scared of me. Well, he really should. It's a good thing that Howard prepped his people when it comes to me.“How’s your job, Grayson?”Napalunok siya at bahagyang pinagpapawisan, “I am doing my job well. Anyway, I really need to go.
CHAPTER SIXTY-EIGHT: THE ACT OF BETRAYAL PART 2Karmine's Point of View"I'm sorry."Silly me.So damn stupid of me to think that they will understand me and forgive me for betraying them.My sorry is not and will never be enough for the damage I’ve done to them and the betrayal I’ve just committed. I bit my lips hard I felt the rusty smell and that rustic aftertaste of blood in my mouth as I let my tears fall, “I’m really sorry, guys. Oh, God! Patawarin niyo ako...”“B-Bakit? Bakit, Karmine? Hindi ba ako naging mabuting ama sa iyo? Hindi pa ako naging mabuting kaibigan? May pagkukulang ba ako? May nagawa ba ako'ng kasalanan sa iyo na hindi ko alam? Ano’ng mali ang ginawa ko sa iyo para traydurin mo ako—kaming lahat ng ganito kalala at kalupit? Nakalimutan mo na ba kung ano’ng klaseng hirap ang naranasan mo ng dahil sa kaniya? Kung—”“Correction, Westley. My darling doll suffered not just in my hands but yours as well. ‘Wag kang masiyadong maghugas ng kamay dahil isa ka rin sa dahilan
Maligayang pagdating sa aming mundo ng katha - Goodnovel. Kung gusto mo ang nobelang ito o ikaw ay isang idealista,nais tuklasin ang isang perpektong mundo, at gusto mo ring maging isang manunulat ng nobela online upang kumita, maaari kang sumali sa aming pamilya upang magbasa o lumikha ng iba't ibang uri ng mga libro, tulad ng romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel at iba pa. Kung ikaw ay isang mambabasa, ang mga magandang nobela ay maaaring mapili dito. Kung ikaw ay isang may-akda, maaari kang makakuha ng higit na inspirasyon mula sa iba para makalikha ng mas makikinang na mga gawa, at higit pa, ang iyong mga gawa sa aming platform ay mas maraming pansin at makakakuha ng higit na paghanga mula sa mga mambabasa.
Mga Comments