Beranda / Romansa / Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu / Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

Share

Bab 6. Laki-laki Itu Ternyata Danu!

Penulis: Liliana3108
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 11:18:35

Wanita cantik yang ada di depan cermin itu adalah Nora. Paras yang selama ini tersembunyi di balik wajah tanpa riasan. Bibir kecil yang selalu terlihat pucat, kini terlihat lebih cerah dan segar dengan olesan warna cherry. Rambut panjang yang selalu diikat kuda kini terurai panjang bergelombang. Kacamata yang selalu terkait di telinga tak lagi menutupi mata indahnya. Bola mata yang umumnya orang asia punya, kecoklatan dan bulu mata hitam panjang lentik.

"Apa ini aku?" gumam Nora, bahkan ia pun tak menyangka wanita yang ada di depan cermin itu adalah dirinya sendiri. Sudah lama sejak ia terakhir kali membubuhkan warna ke wajahnya. Terakhir, di acara pernikahan Kakaknya.

"Kamu sebenarnya cantik, tapi sayang kurang dirawat aja!" celetuk laki-laki di belakangnya. Orang yang sudah berjasa mengubahnya menjadi seorang putri cantik.

"Apa aku bilang. Dia cantik kan?" sahut Adisty, memajukan wajahnya ke dekat Nora. Aroma parfum yang segar dan cukup kuat, menggelitik hidung Nora. Aroma khas Adisty yang tak asing lagi bagi hidung Nora, aroma parfum yang sempat membuatnya curiga pada Danu.

"Terima kasih," jawab Nora malu, pipi yang sudah diberikan warna perona semakin merona seperti tomat. Nora meletakkan tangannya di dadanya, merasakan debaran jantung yang seperti drum ditabuh. Membayangkannya saja sudah membuatnya berdebar. Apalagi nanti saat bertemu langsung dengan Danu? Sayangnya, kebahagiaan itu tak dirasakan juga oleh Adisty. Adisty memandang wajah Nora lekat. Dia tidak suka melihat wajah malu-malu Nora. Sikap polos Nora yang seperti anak kecil, baginya.

"Ok. Sekarang tinggal bajunya!" ucap Adisty, menghentikan ekspresi menyebalkan itu. Memaksa Nora ikut dengannya. Adisty menarik tangan Nora hingga kursi yang di duduki Nora bergeser jauh. Suara derit kursi yang nyaring mencuri perhatian beberapa orang termasuk laki-laki yang berdiri di belakang kursi tadi. Untung saja ia cepat menghindar, kalau tidak, pastinya kaki indahnya akan membengkak karena terkena kursi.

"Aku belum bayar!" Nora melihat ke belakang. Melihat laki-laki tadi yang tersenyum bangga melihat hasil karyanya sendiri.

"Tenang saja. Hari ini adalah hari spesial untukmu!"

"Hari spesial?"

"Ucapan terima kasih karena kamu sudah mengajari aku bagaimana rasanya mencintai seseorang. Jadi hari ini aku akan mentraktir mu!" tekan Adisty dengan senyuman lebar. Entah apa maksud dari perkataannya itu, yang jelas Nora yang selalu berpikir positif, membalas ucapan Adisty itu dengan tulus. "Terima kasih."

"Sama-sama," balas Adisty, saat Nora tak lagi melihat ke arahnya. Senyuman itu menghilang dari wajahnya dan terlihat begitu datar, tatapannya lurus memandangi wajah Nora yang tersenyum bahagia. Perasaan iri yang terasa begitu menyesakkan dada. Pertanyaannya, kenapa harus Nora?

***

Sampai di toko, langkah kaki Nora terhenti dengan tiba-tiba. Papan nama "Lauren De Mode" yang berkilau dibawah sinar lampu anterior. Jendela besar yang memamerkan gaun-gaun indah yang tertata dengan rapi, ada satu hal yang ada di benak Nora, mahal.

"Sebaiknya kita cari ditempat yang lain!" Nora menarik tangan Adisty, namun Adisty tak berpindah dari tempatnya berdiri.

"Gak usah khawatir. Aku punya banyak uang!" ujar Adisty tersenyum tipis. Lagi-lagi ia memaksa Nora untuk ikut masuk dengannya.

Pada akhirnya, Nora pun mengikuti keinginan Adisty.

Tak menanyakan keinginan Nora lebih dulu, Adisty dengan sembarang mengambil baju untuk Nora. Pakaian yang menurutnya, Nora tidak akan nyaman memakainya.

"Cobalah!" pinta Adisty menyerahkan baju hasil pilihannya. Melihatnya saja Nora tahu itu bukan gayanya, tapi melihat kesungguhan Adisty untuk membantunya. Nora jadi tak enak hati menolak. Nora selalu begitu.

"Y-ya," jawab Nora setengah hati.

Masuk ke dalam ruang ganti. Nora memilih baju yang paling normal menurut dirinya. Gaya pertama, Nora keluar dengan baju berwarna coklat lengan panjang ketat dan rok pendek berwarna hitam seatas lutut.

"Bajunya terlalu ketat dan roknya juga...," ujar Nora merasa tidak nyaman. Hembusan angin begitu terasa mengenai kakinya hingga membuatnya merinding. Bentuk tubuhnya juga terlalu terbentuk.

"Cantik loh!" bujuk Adisty.

"Aku ganti saja," ujar Nora tersenyum tipis, buru-buru masuk ke dalam ruang ganti sebelum banyak orang yang melihat kakinya yang polos.

Mengambil baju yang lain, tidak ada satu baju pun yang sesuai dengan keinginannya. Dress berwarna maroon yang memiliki aksen mengembang dan potongan dada yang lebih rendah memperlihatkan semua bentuk tubuhnya bahkan bulatan dadanya yang tidak bisa disembunyikan secara sepenuhnya. Halter dress warna putih tulang yang cantik terlalu memperlihatkan bentuk pahanya. Backless Dress warna soft pink terlalu mengekspos punggung belakang hingga bagian pinggulnya.

"Kenapa Nor?" tanya Adisty karena Nora belum juga keluar dari ruang ganti.

"I-itu, boleh aku pilih baju sendiri?" ucap Nora sungkan.

"Ya sudah!" ujar Adisty tak bersahabat. Dia pergi meninggalkan Nora dan berjalan ke tempat lain.

Nora yang sudah mengganti pakaiannya ke pakaian awalnya, keluar dari ruang ganti dan tak menemukan Adisty di sana lagi.

"Dimana Adisty?" Matanya berkeliling mencari Adisty. Nora yang terlalu perasa, mengerti Adisty mungkin bosan dengan sikapnya yang terlalu banyak memilih. Tapi dia benar-benar tidak bisa menggunakan semua pakaian tadi.

Mencari pakaian tanpa ada Adisty di dekatnya. Mata Nora tidak sengaja melihat ke arah ruang ganti di sebelahnya. Sosok gadis cantik berambut sebahu keluar dengan dress model backless yang memperlihatkan punggung putih cantiknya. Dia begitu berani dan terlihat menawan dengan dress-nya. Rasa percaya diri yang terpancar membuat Nora merasa iri. Nora tidak cukup berani untuk memakai baju seperti itu.

Terlalu mengagumi sampai terus melihat ke arah wanita itu. Nora tidak sadar bahwa tatapannya itu bisa membuat wanita itu melihat balik ke arahnya. Wanita itu tersenyum manis, tapi Nora dengan cepat memalingkan wajahnya. Kaget, karena dia ketahuan terus melihat.

"Ck, Nora itu tidak sopan!" tegur batinnya.

Sedang memilih bajunya sendiri. Nora tidak menyadari bahwa wanita tadi mendekatinya.

"Ini cocok untukmu!" ujar wanita yang tadi. Mengalihkan mata Nora yang agak kaget melihat kedatangannya.

"Tidak ketat, tidak terbuka, dan pasti cocok untuk wanita cantik sepertimu!" pujinya. Suara dan pembawaannya yang tenang, ramah, dan damai membuat Nora tak berhenti menatap dengan kagum.

"Cobalah!" Seperti sebuah kata hipnotis. Nora langsung mengambilnya dari tangan wanita itu.

"Te-terima kasih," ujar Nora gugup.

"Sebenarnya rahasia berpakaian itu adalah percaya diri. Tak peduli itu bagaimana selama kamu percaya diri tidak masalah!" lanjutnya dengan senyuman manis. Nora sampai tercengang melihatnya. Wanita itu memang sangat cantik.

Wanita itu berlalu pergi dan Nora masih melihatnya dengan decak kagum. Entah kapan dia bisa seperti wanita itu, memiliki kepercayaan diri yang lebih.

Ting, dering handphone Nora berbunyi. Menyadarkan Nora dari lamunannya.

("Kamu dimana?") kirim Danu ke Nora melalui pesan voice.

("Aku sedang diluar. Kita langsung ketemu aja di tempatnya.")

("Kamu tahu tempatnya?") Danu terdengar meragukan.

("Nanti tinggal cari gog...,")

"Sudah selesai?" potong Adisty. Nada yang terdengar malas tidak bisa disembunyikan dan Nora tahu itu.

"Ya," jawab Nora tetap membalas dengan senyuman.

"Tunggu sebentar!" sambung Nora cepat-cepat berganti pakaian. Di sela itu, ia menyempatkan dirinya untuk membalas Danu.

("Kirimkan lokasinya. Aku jalan sekarang.") kirim Nora.

"Bagaimana?" tanya Nora tersenyum lebar berusaha memperbaiki suasana hati Adisty. Tapi percuma, Adisty tetap memperlihatkan wajah malasnya.

"Tempatnya dimana?"

"Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri."

"Kenapa? Kamu takut aku mengambil pacarmu?" Nora tersentak. Dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan Adisty. Namun hal itu menyinggung perasaannya.

"Apa ada masalah?" tanya Nora tetap lembut.

"Hmm."

"Maafkan aku. Aku-"

"Sudah Nora. Jangan minta maaf terus-menerus. Kamu tinggal bilang dimana tempatnya. Aku antar kamu ke sana lalu langsung pulang!" raut wajah Adisty yang tidak mengenakkan, membuat suasana hati Nora yang sejak tadi bahagia merasa tidak senang.

"Baiklah," Norapun membagikan alamat yang dikirim Danu padanya ke Adisty.

"Tunggu di sini. Aku bayar dulu!"

"Tenang Nor. Mungkin Adisty sedang banyak masalah!" ucap Nora memenangkan dirinya, berusaha memaklumi sikap Adisty agar dirinya tidak merasa canggung.

Usai membayar ini itu. Adisty pun mengantarkan Nora ke tempat janjiannya. Sepanjang jalan Adisty sama sekali tidak bicara. Nora juga begitu. Ia tidak tahu harus menenangkan Adisty bagaimana. Biasanya Adisty tidak pernah marah padanya. Nora memang tidak pandai membujuk orang marah.

"Tujuan anda ada di sebelah kanan!" suara mesin petunjuk jalan mengalihkan pikiran Nora. Dari dalam mobil, Nora bisa melihat papan nama gedung yang akan menjadi tempat ia dan Danu akan bertemu "Le Paradise." Tulisannya sangat besar hingga dari jauh masih sangat terlihat. Tempat mewah yang digadang-gadang menjadi tempat para kalangan atas menghabiskan waktu mereka. Selain tempat makan, di atas gedung juga ada tempat hiburan.

Hari ini adalah hari jadi ke sebelas mereka. Danu pasti tahu itu, karena itu dia diajak ke tempat mewah seperti itu, yakini Nora. Ini adalah momen penting untuk mereka berdua.

Mobil berhenti di depan gedung.

"Terima kasih," ucap Nora turun dari mobil. Adisty diam tak membalas. Walau begitu, Nora tak mau mengambil pusing. Dia tidak ingin momen bahagianya terganggu dengan mood Adisty yang tiba-tiba berubah.

Masuk ke dalam, Nora tak sengaja berpapasan dengan wanita yang ia temui di toko baju tadi.

"Kamu!" ujar wanita cantik itu, mengenal Nora lebih dulu.

"Ya," balas Nora menundukkan kepalanya.

"Kencan?"

"Hmm," jawab Nora mengangguk. Dia agak kurang nyaman karena wanita itu bertindak begitu akrab dengannya.

"Aku juga." jawabnya tanpa malu.

"Semoga harimu menyenangkan!" Ucapnya melambaikan tangannya.

"Anda juga." balas Nora.

Mereka masuk secara bersamaan. Nora berbelok ke sebelah kanan dan wanita itu tetap lurus ke depan.

Danu tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah Nora. Degup jantung Nora jadi semakin berdegup kencang. Tatapan Danu yang melihatnya dengan takjub membuat pipinya merona dan sedikit canggung karena kedua lengannya terlihat jelas.

"Tidak apa-apa Nor," ucapnya mengelus kedua lengannya yang bertelanjang. Nora berjalan sambil menyilangkan kedua tangannya, memegangi pundaknya.

"Kamu cantik sekali!" puji Danu segera berdiri untuk menarik kursi agar Nora bisa duduk. "Terima kasih," jawab Nora malu. Wajahnya yang memerah seperti tomat membuat Danu yang melihatnya tak berhenti tersenyum. Bertahun-tahun pacaran dengan Nora, dia tetap merasa seperti baru pacaran dengan Nora.

"Jangan melihatku seperti itu!"

"Tidak bisa. Hari ini kamu sangat cantik. Mataku tidak bisa berpaling darimu!" balas Danu.

Deg. Nora tertegun. Rasanya jantungnya ingin meledak setelah mendengar ucapan Danu itu.

"Makanlah. Ada yang mau aku sampaikan setelah selesai makan nanti!" ujar Danu, kalau dia terus-menerus menggoda Nora, bisa-bisa mereka tidak akan menikmati makan malam mereka.

"Apa aku bau? Aku belum mandi," gumam Nora baru ingat.

Dari kejauhan, di meja yang berbeda. Naren yang sejak tadi diam-diam mengawasi Danu karena berpikir Danu akan bertemu dengan Adisty, agak kaget saat melihat wanita yang datang ternyata bukan Adisty. Naren sama sekali tidak mengenali Nora yang sudah beberapa kali ia temui. Tidak memakai kacamata dan gaya berpakaiannya sama sekali tak membuat Naren berpikir wanita itu adalah Nora.

"Perempuan lain lagi?" ledek Naren tersenyum seperti orang yang jijik. Ia sama sekali tak menyadari bahwa ada wanita cantik yang berdiri di sampingnya, menunggu reaksinya.

Grizell yang berada di samping kanan Naren, hanya bisa memperhatikan Naren dan wanita di depannya itu.

"Naren!" panggil wanita itu menatap Naren lekat. Tatapannya yang dalam seperti seseorang yang sudah sangat lama menyimpan rasa rindu.

Mendengar suara yang tak asing bagi memorinya, membuat wajah Naren mengeras. Naren menoleh ke samping dan melihat wanita itu, yang tersenyum senang saat melihatnya.

"Kalian sudah lama tidak ketemu. Jadi silahkan bicara apa yang ingin kalian bicarakan!" ujar Grizell berbicara lebih dulu agar suasana tidak meledak secara tiba-tiba. Walau memang Naren terlihat tenang-tenang saja, tapi auranya begitu menakutkan, aura membunuhnya terasa begitu kuat. Entah kemana perginya, adek laki-laki yang manis dan manja dulu.

"Sudah lama ya?" sapa wanita itu seperti tidak ada masalah diantara mereka. Grizell yang mendengarnya pun merasa sedikit heran. Kedua alisnya terangkat ke atas, seharusnya temannya itu mengucapkan permintaan maaf. Grizell beralih melihat ke arah Naren. Grizell diam menanti reaksi Naren.

"Hmm," jawab Naren, berdiri dari tempat duduknya.

"Kamu mau kemana?"

"Ke toilet!"

"Aku juga!" ucap wanita itu mengikuti Naren. Grizell yang berada diantara mereka, memberikan waktu untuk mereka tanpa ikut campur. Padahal sebenarnya dengan mengajak Naren tanpa memberitahu pun sudah dianggap ikut campur.

"Kamu ganti nomor ya? Aku menghubungimu berulang kali tapi nomormu tidak aktif."

"Kamu mau membersihkan milikku?" Naren berhenti di depan kamar mandi laki-laki. Ucapannya yang terlalu vulgar tanpa disaring mengagetkan Alina. Di belakang ada Nora juga yang langsung mematung setelah menjadi orang ketiga diantara mereka.

"Pe-rmisi!" ucap Nora gugup, menyela diantara mereka berdua.

"Kalau kamu mengizinkannya boleh juga!" balas Alina tanpa malu, malah membuat Naren semakin kesal.

"Haaa, kamu jadi tambah tidak tahu malu setelah bercerai!" sindir Naren masuk ke dalam kamar mandi. Nora yang dalam setengah perjalanan, mendengar semuanya secara jelas.

"Pantas saja. Mereka ternyata sepasang suami istri," gumam Nora. Hampir saja ia mengutuk perkataan laki-laki tadi. Namun setelah mendengar keseluruhan, dia memakluminya.

Sementara itu di sana.

Adisty yang sejak tadi masih diam di dalam mobil. Keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam gedung. Matanya langsung mencari keberadaan Danu, yang kebetulan saat itu sedang mengeluarkan kotak segiempat berwarna merah kecil. Wajah senangnya menyulut emosi Adisty.

Adisty berjalan cepat dan langsung merebut kotak merah itu dari tangan Danu.

"Kamu!" ucap Danu dengan kedua bola mata membesar. Walau Adisty sudah memakai penutup wajah. Danu masih mengenali sosok itu. Mungkin karena aromanya yang khas.

"Kamu mau menikahi Nora setelah apa yang sudah kita lakukan berdua?" teriak Adisty kencang.

Orang-orang mulai melihat ke arah mereka.

"Tenanglah. Orang-orang melihat kita!" tegur Danu lembut. Wajahnya mulai cemas, takut jika Nora datang.

Danu mendekati Adisty dengan tenang. Ia tidak bisa melawan Adisty yang keras hati dengan keras juga, karena itu percuma.

"Kita bicara diluar!" bujuk Danu memegangi pundak Adisty.

"Aku tidak mau!"

"Kenapa kamu bersikap seperti ini?" tanya Danu masih berusaha tetap tenang.

"Kamu tanya aku kenapa? Tentu saja karena aku mencintaimu."

"Mencintaiku?" balas Danu dengan tawa mengejek.

Nora yang baru saja selesai menyemprotkan parfum ke seluruh pakaiannya, keluar dengan bahagianya. Malam ini adalah malam bahagianya, di tidak ingin terganggu dengan aroma tubuh yang asam.

"Kamu pikir aku mau tidur denganmu kalau aku tidak menyukaimu?" balas Adisty.

"Diam lah!" bentak Danu serius.

"Kenapa? Kamu takut Nora tahu kalau kita sudah melakukan hubungan intim?" balas Adisty dengan senyuman kesal.

"Sekarang kamu mau membuang ku setelah kau meniduri ku?" lanjut Adisty tersulut emosi semakin dalam.

"Biar aku beritahu sekarang. Aku penasaran bagaimana reaksinya. Apakah dia akan menerima cincinmu ini atau tidak!" ancam Adisty.

Adisty berjalan pergi dan Danu segera menghentikannya. Danu menarik tangan Adisty kuat, tapi ternyata itu sudah terlambat.

Nora berdiri di belakang mereka dengan tatapan kosong. Tubuhnya diam mematung seperti mayat hidup.

"Nora," panggil Danu pelan.

Nora berbalik pergi. Dia tak tahu harus bagaimana. Dunia yang sudah ia bangun sangat lama runtuh dalam semalam. Membuat kepalanya tidak mampu berpikir. Yang ia inginkan adalah melampiaskannya.

Nora berhenti berjalan. Laki-laki di depannya menghalangi langkah gusarnya. Nora mendongak ke atas tanpa tahu siapa itu. Wajahnya tidak jelas. Tanpa ia sadari, tubuhnya bergerak dengan sendiri.

Cup!

Nora menempelkan bibir kecilnya ke bibir laki-laki asing di depannya itu dengan kaki berjinjit. Tatapannya yang kosong terarah pada sosok laki-laki yang menatapnya dengan tatapan kaget dan bercampur amarah.

"He," tawa laki-laki itu lirih. Kesal karena dijadikan pelampiasan. Namun, mengingat Alina juga ada disana, Naren merasa tertantang.

"Tidak baik membuang kesempatan yang bagus," batinnya sembari tersenyum mengejek. Naren mendekap kepala Nora dekat ke arahnya. Mengajarkan wanita polos itu arti ciuman yang sebenarnya, bukan sekedar menempelkan bibir seperti yang dilakukannya saat ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 85. Menikahlah Denganku Nora

    Naren masih berdiri mematung di tempatnya, hingga suara Nora memecah lamunannya.“Kenapa kamu masih diam di sana?! Ikut aku!” bentaknya, nada marah namun terdengar seperti perhatian yang terselubung.Naren langsung melangkah mengikuti perintah. Ia memberi isyarat halus pada dua bodyguard-nya agar tidak ikut. Mereka hanya mengangguk dan mundur menjauh.Tak jauh dari tempat itu, rumah sederhana milik Nora tampak tenang di antara rumah-rumah kecil lainnya. Naren melangkah masuk setelah dipersilakan atau lebih tepatnya, diseret oleh amarah lembut Nora.“Duduk.” perintah Nora. Naren pun duduk patuh di ruang makan, sementara Nora masuk ke dapur, menyiapkan sesuatu. Tak butuh lama, aroma telur dadar dan teh hangat mengisi ruangan. Nora meletakkan piring di depannya.“Aku tahu kamu pasti belum makan. Makanlah!” bentaknya, sambil menyodorkan sendok.Naren, seperti anak kucing yang dimarahi induknya, hanya diam dan mulai makan dengan patuh

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 84. Untuk Apa Kembali?

    Naren duduk diam di kursi menghadap jendela, sementara Dokter Hadi, pria paruh baya yang bersahaja, berdiri menyandarkan diri pada meja kerjanya. Pandangannya tertuju pada Naren dengan sorot tajam namun hangat."Jadi tujuanmu sebenarnya adalah Nora, kan?" tanyanya tanpa basa-basi.Naren terkejut. Bahunya menegang. Ia menoleh perlahan, tapi tak menjawab. Hanya sorot matanya yang berubah gelap."Kamu tidak perlu kaget," lanjut Dokter Hadi."Saat kamu koma, ayahmu selalu datang ke sini. Hampir setiap bulan. Dia menceritakan semuanya padaku tentang kamu."Naren masih diam. Seolah kata-kata Dokter Hadi menyayat bagian terdalam dari jiwanya."Jadi… kamu masih mencintai istrimu?"Naren Diam. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Suasana yang menjadi sunyi seketika, seperti menyembunyikan perasaan yang tak pernah bisa ia buang."Ayahmu memintaku menjaga Nora dan anakmu," ujar Dokter Hadi lebih lembut,"Karena dia ya

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 83. Tidak Benar-benar Melupakan

    Suasana klinik sangat ramai. Pasien silih berganti datang. Nora berdiri tenang dengan stetoskop tergantung di lehernya, memeriksa seorang pasien anak-anak dengan telaten."Tidak apa-apa, nanti Tante kasih stiker ya," ucap Nora sambil tersenyum lembut, membuat anak itu berhenti menangis. Namun, di belakang, di ruang istirahat perawat, suara begitu heboh dan bisik-bisik terdengar semakin riuh."Kamu udah lihat belum? Ini lho! Naren Dirgantara! Ganteng banget, parah!""Gila sih, itu cowok kayak keluar dari lukisan!""Katanya dia ahli waris satu-satunya, dan sekarang resmi pegang semua aset Dirgantara Grup!"Nora yang sedang menuliskan catatan medis pasien hanya mendengarkan. Nama Naren berulang kali terdengar di telinganya, menerobos masuk ke dalam pikirannya yang sudah berusaha keras untuk melupakannya."Liat deh wajahnya,""Kok bisa ya ada laki-laki setampan dan sekaya itu hidup di dunia nyata?"Beberapa perawat tertawa cekikik

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 82. Tidak Berharap Lagi

    Waktu berlalu dengan cepatnya. Setelah Noah dinyatakan sembuh total, mereka kembali ke rumah. 2 TAHUN BERLALU, Langit gelap bergemuruh. Hujan turun perlahan sebelum berubah menjadi deras. Payung-payung hitam terbuka di antara orang-orang berpakaian gelap yang berdiri dalam diam dan duka.Noah berdiri tegak sambil menggenggam tangan ibunya erat. Wajahnya kecil, tapi tajam. Sorot matanya menyiratkan kecerdasan dan keberanian yang belum pantas dimiliki anak seusianya.Tiba-tiba petir menyambar dari langit, kilat itu menyinari bola matanya yang berwarna abu-abu keperakan. Mata yang familiar, mata dari seorang Dirgantara.Semua orang menoleh. Seolah dunia diam hanya untuk menatap anak itu.“Kenapa kita harus ke sini, Ibu?” tanya Noah pelan. Nada suaranya dewasa.Nora menunduk dan membelai rambut Noah dengan lembut.“Karena kita keluarga.” jawabnya lirih. Mata Nora tetap mengarah pada liang lahat di kejauhan, tempat tubu

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 81. Noah Yang Baru

    “Stabil! Detak jantungnya kembali!”“Sambungkan ke mesin bantu. Lanjutkan penyesuaian implan!” ucap Dokter yang bertanggung jawab atas operasi Noah. Ruangan itu kembali tenang, tapi mencekam. Nora nyaris jatuh bersimpuh di lantai. Grizell yang melihat hendak mendekat, tapi langsung berhenti saat melihat seorang perawat keluar dan memegang bahu Nora. “Bu, operasinya belum selesai. Tapi kami berhasil mengatasi krisisnya.” beritahunya. Grizell merasa lega. Nora hanya bisa menangis. Tangis yang membuncah karena terlalu lama ia tahan. Ia menunduk, menyentuh lantai rumah sakit dan memejamkan matanya dalam sujud syukur.6 jam sudah berlalu, Nora tak berhenti menatap ruangan. Saat lampu operasi akhirnya padam. Pintu ruang operasi terbuka perlahan. Seorang dokter dengan pakaian bedah masih lengkap keluar dengan senyum lelah tapi tulus. Grizell dan Nora langsung berdiri.“Operasinya berhasil,” ujar sang dokter.Nora membek

  • Kau Ambil Pacarku, Kunikahi Bosmu   Bab 80. Noah

    Di rumah sakit. Nora duduk diam di sisi ranjang sambil menggenggam tangan Noah yang sedang tertidur lemah. Selang infus terpasang di tangannya. Nafasnya sudah lebih stabil dari sebelumnya, tapi suara alat bantu di samping terus berbunyi, seolah mengingatkan penyakit Noah belum benar-benar pergi.Nora menunduk lesu, memijat pelipisnya yang berdenyut. Matanya sembab, wajahnya pucat. Di depannya, map-map laporan medis dan brosur dari berbagai rumah sakit berserakan. Semua tentang implan jantung anak-anak. Semua dengan satu kesimpulan, mahal, rumit, tidak ada, dan harus segera.Sepuluh hari ia berjuang sendiri. Bertanya kepada teman-teman lamanya, dokter kenalan, yayasan sosial, bahkan mencoba mencari daftar donor. Tapi semua jawabannya sama, waktu yang ia miliki terlalu sempit. Dan itu membuat Nora merasa seperti terperangkap dalam ruang sempit tanpa jalan keluar.Dengan tangan gemetar, Nora menunduk, mencium punggung tangan Noah yang mulai hangat. Air m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status