Share

Bab 05

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2025-02-09 18:58:35

05

"Halo?" sapa suara laki-laki yang tidak dikenali Anton. 

"Maaf, apa ini betul nomornya Rinjani?" tanya pria berkulit kecokelatan. 

"Ya. Ini, siapa?" 

"Ehm, temannya." 

Chumaidi, ipar Rinjani terkesiap. Dia seolah-olah pernah mendengar suara orang yang menelepon itu. Namun, Chumaidi melupakan detailnya. 

"Ririn sedang tidak bisa menerima telepon," jelas Chumaidi.

"Apa ada masalah?" tanya Anton tanpa bisa menahan rasa penasarannya.

"Tidak ada. Dia sedang tidur." 

"Oh, begitu." 

"Ada yang bisa saya bantu?" 

"Ehm, nggak ada. Besok saya telepon lagi." 

"Sebutkan namamu. Supaya saya bisa menyampaikannya pada Ririn nanti." 

Anton melirik asistennya yang sedang sibuk bersantap. "Dani," ucapnya, sengaja memakai nama Mardani agar tidak dicurigai orang yang ditebaknya sebagai suami Lidya. 

"Baik." 

"Makasih, Mas. Saya tutup teleponnya. Assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam." 

Chumaidi menjauhkan ponsel Rinjani dari telinganya. Pria berkumis tersebut memandangi istrinya yang sedang mengaji dengan suara pelan. 

Chumaidi bergeser mendekati Lidya. Dia menyenggol lengan perempuan berjilbab krem yang seketika menoleh ke kanan. 

"Bun, barusan ada yang nelepon ke hape Ririn," tutur Chumaidi. 

"Siapa?" tanya Lidya. 

"Dia ngaku bernama Dani, tapi, Ayah pikir suaranya mirip Anton." 

Lidya membulatkan matanya. "Kok, dia bisa nelepon? Bukannya sudah diblokir Ririn?" 

"Ini nopenya nggak tersimpan di ponsel Ririn. Mungkin Anton pakai nomor baru." 

"Cepat diblokir, Yah. Jangan sampai si ontohod itu tahu jika anaknya sudah lahir." 

Chumaidi mengangguk patuh. Dia memblokir nomor Dani itu, lalu memberikan ponsel Rinjani pada istrinya. 

Puluhan menit terlewati, Faidhan telah datang dan sedang berada di ruang khusus donor. Sementara Sebastian tengah duduk di bangku kantin bersama Urfan dan Chumaidi. 

Sebastian mendengarkan penjelasan Kakak ipar Rinjani, tentang kondisi terakhir perempuan tersebut, yang masih belum sadarkan diri. 

Kendatipun baru mengenal Rinjani, Sebastian turut bersimpati pada nasib perempuan itu, yang diterangkan Chumaidi telah bercerai dengan suaminya sejak beberapa bulan silam. 

"Berarti, saat cerai itu, Rinjani sedang hamil?" tanya Sebastian, sesaat setelah Chumaidi usai bercerita. 

"Ya. Dia ngotot bercerai karena tidak mau lagi bersama pria itu," jawab Chumaidi. 

Sebastian terdiam sejenak. Dia seolah-olah mengingat kehidupannya sendiri yang sempat berada di titik terendah.

Perceraiannya dengan Keisha masih menyisakan sakit dalam dada. Sebastian berusaha tegar dan menutupi perihnya hati dari khalayak. Terutama karena dia tidak mau dikasihani, dan ingin menanggungnya sendiri. 

Panggilan Urfan menjadikan lamunan Sebastian terputus. Dia mengangguk paham kala sang ajudan mengajak ke hotel untuk beristirahat. 

"Kami pamit dulu, Mas," ujar Sebastian sambil bangkit duduk. "Besok, saya datang lagi," lanjutnya sembari menyalami Chumaidi yang turut berdiri.

"Ya, Bas. Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya. Tanpamu, mungkin Ririn tidak tertolong," balas Chumaidi, kemudian dia beralih menyalami Urfan. 

"Kembali kasih. Titip salam buat keluarga." 

"Baik, nanti saya sampaikan." 

Chumaidi memandangi kedua pria bercelana hitam yang tengah jalan menjauh. Dia mengucapkan doa setulus hati, agar Tuhan melindungi Sebastian dan Urfan yang telah menolong Rinjani dari awal hingga tuntas. 

"Pak, aku lupa ngabarin," tukas Urfan, sesaat setelah memasuki mobil.

"Apaan?" tanya Sebastian sembari memijat leher dan pundaknya yang sakit. 

"Komandan Wirya minta kita nginap di resor BPAGK. Free charge," jelas Urfan sembari menyalakan mesin mobil dan bersiap-siap mengemudi.

"Kok, dia bisa tahu kalau kita di sini?" 

"Aku laporan ke Bang Yusuf. Ternyata diteruskan ke dirut." 

Sebastian menggeleng pelan. "Harusnya kamu nggak usah laporan. Semuanya pasti nyampe ke Wirya." 

"Mana bisa begitu? Bapak, kan, tahu, pengawas unit kerja pasti nagih laporan di grup. Mana nagihnya getol lagi. Lewat dari jam 9 malam, orangnya dimention berulang kali di grup." 

Sebastian mengulum senyuman. "Yusuf meniru para seniornya." 

"Hu um." 

"Kamu nanti juga akan begitu. Maksudku, setelah posisimu naik." 

"Masih jauh, Pak. Aku anak bawang." 

"Fokus kerja sebaik mungkin. Aku akan bantu promosi ke Wirya, supaya kamu bisa masuk ke grup binaannya." 

"Siap!" 

***

Hari berganti. Sebastian bangun saat matahari sudah terang. Dia meringis, karena badannya sakit. Terutama bagian leher dan pundak. 

Sebastian bangkit duduk, lalu melihat ke kanan. Kasur yang ditempati Urfan telah kosong. Sebastian bertanya-tanya dalam hati ke mana ajudannya pergi. Namun, tidak berselang lama Urfan muncul dari pintu sembari membawa meja kecil berkaki. 

"Fan, tanyain ke resepsionis. Kalau nggak salah, di sini ada spa, kan?" tanya Sebastian. 

"Ada, Pak. Di lantai dua ujung. Yang menghadap kolam renang," jawab Urfan sembari meletakkan meja berkaki ke kasur bosnya. 

"Badanku pegal-pegal. Mau dipijat dulu, deh. Habis itu baru kita check out dan berangkat ke rumah sakit." 

"Aku juga mau diurut. Kaki ngenyut." 

"Kita sarapan. Lalu, aku mandi. Baru kita ke tempat spa." 

Sementara itu di tempat berbeda, Keisha terlihat gusar. Sejak kemarin malam dia kesulitan menghubungi Anton. Keisha juga sudah menelepon Mardani yang berjanji akan menyampaikan pesan Keisha pada bosnya. 

Akan tetapi, hingga jam berganti, Anton belum juga menghubungi Keisha, dan itu membuatnya gelisah. Perempuan berbibir penuh berpikir cepat, sebelum akhirnya mengetikkan pesan bernada ancaman dan mengirimkannya pada Anton. 

Belasan menit berikutnya, pria tersebut menelepon Keisha. Namun, belum sempat Anton menjelaskan, perempuan berambut panjang itu sudah mencecarnya dengan pertanyaan beruntun. 

"Kei, kepalaku lagi pusing. Tolong, jangan ngomel dulu," bujuk Anton dari seberang telepon. 

"Mas yang bikin aku marah. Susah benar dihubungi!" desis Keisha. 

"Sorry, tapi kemarin aku benar-benar sibuk." 

"Segitu sibuknya, sampai nggak bisa balas chat-ku?" 

"Hapeku ngedadak hang. Akhirnya kumatikan, dan baru nyala tadi pagi. Aku buru-buru mau rapat, jadi lupa nelepon kamu." 

Keisha mendengkus kuat. Meskipun kesal pada Anton, tetapi dia berusaha untuk menenangkan diri. "Mas, kapan kita nemuin orang tuaku? Mereka sudah nanyain tentang kesungguhan Mas untuk menikahiku." 

"Tunggu aku pulang Jumat nanti. Sabtu, kita ke rumah orang tuamu." 

"Bukannya Mas waktu itu bilangnya, dinas cuma sampai Rabu?" 

"Banyak masalah di sini, Kei. Beberapa tender besar gagal didapatkan. Aku mau nyoba ngedeketin Adwaya Lakeswara dan Andreas Karunasekara. Supaya bisa nyelip ke perusahaan mereka." 

"Hmm, kenapa banyak yang gagal?" 

"Karena proyeknya dikuasai PC." 

Keisha tercengang. "Mas Sebastian juga anggota PC." 

"Aku lupa tentang itu." 

"Dia menetap di Singapura juga dalam rangka menyelesaikan proyek PC." 

Anton tertegun sesaat. "Kamu bisa nggak? Deketin dia supaya kita bisa join."

"Aku nggak berani. Dia itu keras kepala. Urusan harta aja, sampai sekarang aku masih berjuang buat mendapatkannya." 

"Dicoba dulu, Kei. Pura-pura baik ke dia. Siapa tahu dia akhirnya luluh dan memberikanmu bagian dari harta gono-gini." 

"Aku nggak yakin. Apalagi dia sudah blokir semua akun sosmed-ku. Untuk berkomunikasi pun, aku terpaksa minta tolong sama Aline." 

"Manfaatkan lagi adiknya itu. Apalagi dia pernah utang budi ke kamu. Sekarang waktunya menagih, supaya kamu dapat harta itu." 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 73 - Tamat

    73Minggu pagi menjelang dengan kecepatan maksimal. Keluarga Daharyadika datang dari Bogor. Mereka hendak mengantarkan Sebastian dan Rinjani ke bandara, nanti jam 2 siang. Tidak berselang lama, Ardiatma datang bersama istri dan kedua anaknya. Mereka bergabung dengan keluarga Basman, dan berbincang dengan akrab.Kala Dylan mendatangi kumpulan itu dengan dituntun Latifah, Ardiatma menggendong lelaki kecil dan mendekapnya erat. "Akhir tahun nanti, Papa mau jenguk kalian di sana," tutur Ardiatma sembari memamgku cucunya. "Kami pulang, Pa. Mau menghadiri acara pernikahan Tia dan Said," jelas Sebastian. "Kapan nikahannya?" "Tanggalnya belum pasti, sih. Tapi, akhir bulan Desember." "Setelahnya berarti." Ardiatma memandangi besannya di kursi seberang. "Kita berangkat sama-sama, Bas," ajaknya. "Boleh. Saya memang berencana ke sana. Ingin tahu, musim dingin itu seperti apa," terang Basman. "Siapa saja yang ikut, Pak? Nanti aku minta pengawalan dari Wirya," cakap Sebastian. "Bapak sama

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 72

    72Hari terakhir di Jakarta, digunakan Sebastian untuk mendatangi keluarga Baltissen di kediamannya. Gustavo dan Ira menyambut kedatangan Sebastian dan Rinjani serta Dylan, dengan sangat hangat. Begitu pula dengan Edmundo, Ayah Gustavo, serta Miranda, Adik bungsu Alvaro dan Hugo. Mereka berbincang sembari sekali-sekali tertawa. Suasana bertambah ramai, kala Alvaro datang bersama Arjuna, dan kedua ajudan muda. Sang komisaris 4 PBK itu menelepon rekan-rekannya, lalu mereka berjanji temu di rumah Sultan, karena Sebastian juga hendak ke sana untuk berpamitan. Puluhan menit kemudian, tiga mobil mewah keluar dari kediaman Gustavo. Para sopir melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang, menuju kawasan Kalibata. "Pada heboh mau nyusul, Var," cakap Sebastian sambil membaca pesan-pesan di grup 777. Dia menumpang di mobil itu, sedangkan Rinjani dan Dylan ikut di mobil Gustavo. "Siapa aja? Aku mau ngabarin May, supaya nyiapin suguhan," balas Alvaro sembari terus mengemudi. "Orang-orang PBK,

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 71 - pelepasan

    71Jumat siang menjelang sore, ruang rapat terbesar di gedung kantor PG, dipenuhi ratusan orang. Para bos PG, PC dan PCD, datang bersama istri serta asisten masing-masing. Mereka duduk rapi di tempat yang telah disediakan, sambil menunggu komisaris utama tiba. Tidak berselang lama Tio memasuki ruangan bersama keempat direktur, para manajer, dan dua komisaris besar, yakni Sultan dan Gustavo. Ajudan Tio mempersilakan orang-orang tersebut menempati deretan kursi terdepan. Sementara Tio meneruskan langkah menuju podium. Acara dimulai Tio dengan sapaan salam, yang dijawab hadirin dengan hal serupa. Selama beberapa menit berikutnya, Tio menuturkan tentang berbagai proyek yang digagas PG, dan diserahkan pengelolaannya pada anggota PC serta PCD. Setelahnya, Tio memanggil belasan pria yang akan berangkat menuju Kanada, pada dua hari mendatang. Sebastian yang menjadi ketua proyek, diminta Tio untuk memberikan kalimat perpisahan. Pria bermata tajam itu memandangi orang-orang di barisan terd

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 70

    70Jalinan waktu terus berjalan. Detik-detik keberangkatan ke Kanada, kian dekat. Sebastian dan Rinjani mengebut semua pekerjaan mereka, agar selesai tepat di hari terakhir bulan Agustus. Selama 10 hari berikutnya, pasangan tersebut mengunjungi orang tua dan para kerabat mereka, secara bergantian. Selain itu, mereka juga lebih sering menghabiskan waktu bersama para sahabat. Beberapa hari sebelum berangkat, Mirna dan suaminya mendatangi Rinjani di kediamannya. Mirna menerangkan kondisi kesehatan Anton yang kian memburuk. Rinjani terkejut kala Mirna kembali menyampaikan permintaan Anton, untuk bertemu dengan Rinjani dan Dylan. Perempuan bermata besar itu meminta waktu untuk berpikir, dan hendak berdiskusi dengan suaminya terlebih dahulu. Sebastian tiba di rumah, beberapa saat sebelum azan magrib berkumandang. Rinjani bersikap biasa saja. Dia menunggu Sebastian sudah hilang lelahnya, baru Rinjani akan menceritakan peristiwa tadi siang. Malam kian larut. Suasana kediaman Sebastian te

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 69

    69 *Grup 777*Zulfi : Kalian sudah otw, Gaes? Alvaro : Aku sudah nyampe depan blok rumah Pak Erick.Yanuar : Aku numpang di mobil Bang bule. Benigno : Kirain aku, doang, yang belum nyampe. Tahunya, banyak. Heru : Kejebak macet ini. Ada tabrakan tunggal di depan. Hadrian : Mobilku kejepit di tengah-tengah. Aku mau pindah ke mobil Mas Ivan aja. Ivan : Aku tunggu depan kantor X, @Ian. Baskara : Untung aku sudah jalan duluan bareng Tio. David : Aku terpaksa mutar lewat jalur alternatif. Trevor : Saya juga mau mutar. Bakal lama ini macetnya. Zainal : Aku titip anak-anak. Pada rewel mereka. Ada yang bisa ditumpangi? Damsaz : Mobilku kosong, @Bang Zainal. Zainal : Posisi, @Damsaz? Damsaz : Baru keluar gerbang utama. Zainal : Oke, tunggu di situ. Triska sama kiddos naik ojek ke sana. Brayden : Aku susul pakai motor aja, @Zainal. Zainal : Boleh, @Mas Brayden. Triska sudah nyeberang. Ngadem di depan mini market. Brayden : Oke, tunggu 5 menit. Aku ngebut.Lainufar : Ada lagi yan

  • Kau Curi Istriku Kunikahi Mantanmu    Bab 68

    68Beberapa hari terlewati. Sore itu, Keisha mendatangi kediaman Sebastian bersama dengan Willy. Perempuan berbaju oren itu, terkejut melihat Aline juga tengah berada di sana. Rinjani menyambut kedua tamunya dengan ramah. Dia mempersilakan Keisha dan Willy duduk di kursi seberang meja. Sementara Rinjani menempati sofa panjang. Tidak berselang lama, Sebastian muncul bersama Urfan. Rinjani menyalami suaminya dengan takzim, sedangkan Dylan berteriak memanggil sang papa yang langsung mendatanginya. Sebastian menggendong lelaki kecil berbaju merah, kemudian dia duduk di sebelah kanan Rinjani. Keisha mengamati Dylan dengan saksama. Dia kaget saat bayi berusia 7 bulan lebih itu mengulurkan tangan kiri, seolah-olah hendak menggapainya. Keisha maju untuk memegangi Dylan. Perempuan tersebut segera mengambil alih sang bayi dari gendongan papanya. "Dylan tertarik dengan bros di bajumu," tutur Rinjani. Keisha menunduk. "Mau, Dylan?" tanyanya yang dibalas ocehan sang bayi. "Jangan, Kei. Semu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status