Share

Bab 137

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-03 14:21:29

Aku tertegun melihat Bang Zul berdiri di depan pintu rumahku, di tengah malam yang sunyi. Bukan Bang Fahri yang kembali dengan segala dramanya, tapi dia. Pria yang baru saja kulepaskan secara formal dari kehidupanku di hadapan ayah mertuanya sendiri. Jantungku berdesir, antara terkejut dan merasakan secuil kehangatan yang tidak kuinginkan, namun segera kutepis sebab aku tahu rasanya dikhianati.

Aku membuka pintu perlahan, hanya sedikit celah. "Bang Zul? Ada apa?" suaraku terdengar serak dan lelah. Aku sendirian di sini, kalau asal menerima tamu, kami bisa dituduh yang bukan-bukan. “Aku sendirian, Bang ... biar kuhubungi Kak Nah dulu?”

Dia menoleh, wajahnya terpampang jelas di bawah cahaya remang-remang lampu teras. Matanya menunjukkan keletihan, namun ada sorot khawatir yang tidak bisa disembunyikan. "Aku... aku dengar keributan tadi," katanya, suaranya pelan dan berat. "Fahri datang ke sini, Ris?"

Aku mengangguk, membuka pintu lebih lebar dan melangkah ke teras, menjaga jarak darinya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hani Uchi
bikin pening ceritanya kok merendahkan wanita ih nyebelin lanjut dah thor sehat sllu ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 153

    "Aku belum memutuskan sejauh itu." Bang Zul menekan suaranya. "Jadi begitu? Bisa ceritakan semuanya dengan detail? Biar saya yang pikirkan jalam keluarnya," tawar Ayah. Bang Zul mengangguk pelan, matanya menatapku lurus. "Abang minta maaf, Riska, karena tidak menceritakan ini padamu lebih awal. Ada banyak hal yang terjadi di luar kendali." Aku juga mengiyakan. Bang Zul sendiri nampak begitu lelah, pasti dia sibuk berlarian ke sana ke mari mengurus masalah ini. Belum lagi kalau ayah mertuanya tahu. "Ini semua dimulai karena dendam, Ris!" tambah Bang Zul. Pengakuan itu bagai sambaran petir di siang bolong. Dendam? Apa yang telah kami lakukan hingga mereka menyimpan dendam?"Ninik memanfaatkan situasi dengan sempurna," lanjut Bang Zul, suaranya kini dipenuhi nada muak. "Selama ini dia membaca situasi, dia juga tahu kalau Burman sangat setia padaku" Bang Zul menggelengkan kepalanya perlahan. "Ninik, dia selalu jadi dalangnya. Dia tahu titik lemah Burman. Dia tahu Burman menguasai ban

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 152

    Sore harinya, setelah mengusir Bang Fahri dan pertemuan dengan Pak RT, Ayah memutuskan untuk ikut denganku ke peternakan. Beliau masih tidak percaya dengan kisahku soal peternakan, beliau ingin melihat langsung kondisi tempat usahaku.Kami berangkat bersama ketiga saudara tiriku. Jika biasanya aku naik motor tua, kali ini hanya duduk manis di kursi tengah. Saudara sulungku menyetir mobil, ayah di kursi sebelah kemudi dan dua saudaraku yang lain di kursi belakang.Begitu sampai di pagar peternakan, mata Ayahku langsung berbinar. Beliau terpukau melihat luasnya peternakan yang kini terhampar di depan mata. Pohon-pohon rindang, padang rumput hijau yang membentang luas, dan kandang-kandang yang tertata rapi dipenuhi sapi-sapi gemuk. Belum lagi pemandangan perbukitan di belakangnya serta embusan lembut dari angin yang sejuk."Masya Allah, Riska! Peternakanmu seluas ini?" Ayah berseru kagum, beliau menatap sekeliling dengan takjub. "Jumlah sapinya... banyak sekali! Ini benar-benar jauh lebi

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 151

    Setibanya di rumah setelah insiden di rumah sakit, suasana di antara kami lebih hangat dan akrab dari sebelumnya. Aku dan Ayah duduk di ruang keluarga, ditemani Ibu Tiri serta ketiga saudara tiriku, kami menikmati makan siang yang lezat bersama-sama. Aku menceritakan dengan detail bagaimana Bang Fahri kalang kabut merebut foto-foto itu dari orang-orang, bagaimana orang-orang berbisik dan menertawakannya. Bahkan rekan dokternya sendiri tertawa paling keras. Ibu Tiri dan ketiga anak-anaknya terbahak-bahak mendengar ceritaku. Tawa mereka pecah, memenuhi ruangan yang tadinya senyap oleh kelelahan. "Rasakan dia! Karma memang tidak pernah salah alamat!" seru istri Ayah sambil mengusap air mata tawanya. "Dia kira, dirinya paling pintar, ternyata bisa juga dipermalukan!"Saudara-saudara tiriku ikut menimpali dengan berbagai ejekan. "Wajahnya merah padam tadi, Bu! Mati kutu manusia sombong itu!" kata Abang sulungku, tertawa geli. Aku ikut tersenyum tipis, merasakan sedikit kelegaan dari taw

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 150

    Malam itu, setelah drama pengusiran Bang Fahri dan keluarganya, suasana rumahku berangsur tenang. Tangisanku tidak henti-hentinya di pelukan ibu Tiriku, sebuah tangisan lega yang meluruhkan semua beban yang kupikul sendirian selama ini. Aku membenamkan wajah di bahunya, menghirup aroma khas perempuan yang kini mengisi posisi almarhumah ibu, merasakan kehangatan yang telah lama kurindukan. Ayahku, dengan wajah lelah namun penuh tekad, sedang berbicara serius dengan Pak RT di ruang tamu. Setelah beberapa waktu, Pak RT pamit pulang, raut wajahnya masih menunjukkan kegelisahan. Ayah kembali menghampiriku, duduk di sampingku yang masih bersandar di bahu Ibu Tiri. "Riska," katanya, suaranya lembut, "Pak RT bilang, Fahri dan keluarganya datang ke rumahnya. Mereka minta bantuan, merasa didzalimi karena diusir dari sini."Aku mendongak, menatap Ayah. Tidak percaya dengan semua yang kudengar. "Lalu?"Ayah menghela napas. "Pak RT tidak bisa bantu banyak. Warga sudah sangat marah dengan mere

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 149

    Meski sudah terpuruk di halaman rumah, Ibu Mertua masih mencoba membela dirinya. Wajahnya yang basah oleh air mata dan debu tampak penuh dendam, terutama padaku."Ini rumah anakku! Kalian tidak bisa begini! Riska ini pezina! Dia main api dengan laki-laki lain! Harusnya kalian bersyukur, kami masih mau menerimanya!"Tidak mau kalah, Ninik bangkit tertatih, matanya melotot tajam ke arahku. "Betul! Riska ini pelacur! Dia berzina dengan Bang Zul! Bahkan dia jual diri di luar sana! Makanya dia punya banyak uang untuk beli peternakan itu! Dia membeli dengan uang haram!" Cercaan itu meluncur deras, menusuk-nusuk telingaku, menggores hatiku yang baru saja dingin dan tenang. Kata-kata Ninik yang menuduhku jual diri dan mengatai uangku haram, sebuah tuduhan keji yang jauh melampaui batas, sontak membuat suasana yang sudah tegang semakin memanas. Tiba-tiba, dari dalam rumah, terdengar derap langkah cepat. Sesosok perempuan muncul dari ambang pintu, wajahnya memerah padam karena marah. Dia adal

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 148

    Motorku melaju pelan saat memasuki pagar rumah. Malam sudah larut, dan suasana kompleks perumahan tampak tenang. Hal inilah yang kuharapkan, jauh dari tatapan penuh penghinaan dari para tetangga, serta pertanyaan yang tidak pernah mau mendengar penjelasan.Aku bahkan belum memarkir motorku, sebab perasaanku langsung berombak tidak menentu. Setelah beberapa langkah, aku terdiam cukup lama di depan rumah. Sebab, aku merasa heran melihat dua buah mobil berjejer di halaman rumahku.Mobil-mobil itu tidak asing, salah satunya adalah mobil pikap yang biasa dipakai di peternakan desa, dan satu lagi adalah mobil mewah yang asing untukku. Jantungku berdesir. Aku tidak tahu kenapa ada mobil yang tidak asing di halamanku.Sebuah firasat muncul seiring dengan ayunan kaki menuju rumah. Apa ini? Kenapa ada mobil Ayah di rumah? Apa Ayah yang datang?Aku melangkah mendekat, rasa penasaran mengalahkan rasa lelah dan takutku.Lalu, semuanya terjawab saat aku sudah masuk ke halaman.Dari dalam rumah, ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status