Share

Bab 143

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 21:14:15

Pukulan demi pukulan masih terus mendarat di punggung Bang Zul, namun ia tak sedikit pun melepaskan pelukannya. Ia menjadi perisai hidupku, meredam setiap amarah massa yang membabi buta.

Aku bisa merasakan tubuhnya bergetar hebat, napasnya terengah-engah, dan isakannya yang tertahan bercampur dengan isakanku sendiri. Bau darah dan keringat menguar dari tubuhnya yang basah, bercampur dengan aroma amis dari sisa-sisa air bak yang mengguyurku.

Aku hanya bisa membenamkan wajahku di dadanya, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk, agar aku bisa terbangun dari rasa sakit dan hinaan kejam ini.

Suara-suara massa semakin beringas. Sumpah serapah dan tuntutan agar kami dihukum seberat-beratnya semakin nyaring terdengar. Tubuh Bang Zul sudah terkulai lemah, nyaris tidak sadarkan diri, namun ia tetap memelukku erat.

Aku bisa merasakan detak jantungnya melambat, dan aku mulai panik. Apakah ini akan menjadi akhir dari kami berdua?

“Berhenti, aku mohon berhenti. Jangan lukai Bang Zul!” rintihku di
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 150

    Malam itu, setelah drama pengusiran Bang Fahri dan keluarganya, suasana rumahku berangsur tenang. Tangisanku tidak henti-hentinya di pelukan ibu Tiriku, sebuah tangisan lega yang meluruhkan semua beban yang kupikul sendirian selama ini. Aku membenamkan wajah di bahunya, menghirup aroma khas perempuan yang kini mengisi posisi almarhumah ibu, merasakan kehangatan yang telah lama kurindukan. Ayahku, dengan wajah lelah namun penuh tekad, sedang berbicara serius dengan Pak RT di ruang tamu. Setelah beberapa waktu, Pak RT pamit pulang, raut wajahnya masih menunjukkan kegelisahan. Ayah kembali menghampiriku, duduk di sampingku yang masih bersandar di bahu Ibu Tiri. "Riska," katanya, suaranya lembut, "Pak RT bilang, Fahri dan keluarganya datang ke rumahnya. Mereka minta bantuan, merasa didzalimi karena diusir dari sini."Aku mendongak, menatap Ayah. Tidak percaya dengan semua yang kudengar. "Lalu?"Ayah menghela napas. "Pak RT tidak bisa bantu banyak. Warga sudah sangat marah dengan mere

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 149

    Meski sudah terpuruk di halaman rumah, Ibu Mertua masih mencoba membela dirinya. Wajahnya yang basah oleh air mata dan debu tampak penuh dendam, terutama padaku."Ini rumah anakku! Kalian tidak bisa begini! Riska ini pezina! Dia main api dengan laki-laki lain! Harusnya kalian bersyukur, kami masih mau menerimanya!"Tidak mau kalah, Ninik bangkit tertatih, matanya melotot tajam ke arahku. "Betul! Riska ini pelacur! Dia berzina dengan Bang Zul! Bahkan dia jual diri di luar sana! Makanya dia punya banyak uang untuk beli peternakan itu! Dia membeli dengan uang haram!" Cercaan itu meluncur deras, menusuk-nusuk telingaku, menggores hatiku yang baru saja dingin dan tenang. Kata-kata Ninik yang menuduhku jual diri dan mengatai uangku haram, sebuah tuduhan keji yang jauh melampaui batas, sontak membuat suasana yang sudah tegang semakin memanas. Tiba-tiba, dari dalam rumah, terdengar derap langkah cepat. Sesosok perempuan muncul dari ambang pintu, wajahnya memerah padam karena marah. Dia adal

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 148

    Motorku melaju pelan saat memasuki pagar rumah. Malam sudah larut, dan suasana kompleks perumahan tampak tenang. Hal inilah yang kuharapkan, jauh dari tatapan penuh penghinaan dari para tetangga, serta pertanyaan yang tidak pernah mau mendengar penjelasan.Aku bahkan belum memarkir motorku, sebab perasaanku langsung berombak tidak menentu. Setelah beberapa langkah, aku terdiam cukup lama di depan rumah. Sebab, aku merasa heran melihat dua buah mobil berjejer di halaman rumahku.Mobil-mobil itu tidak asing, salah satunya adalah mobil pikap yang biasa dipakai di peternakan desa, dan satu lagi adalah mobil mewah yang asing untukku. Jantungku berdesir. Aku tidak tahu kenapa ada mobil yang tidak asing di halamanku.Sebuah firasat muncul seiring dengan ayunan kaki menuju rumah. Apa ini? Kenapa ada mobil Ayah di rumah? Apa Ayah yang datang?Aku melangkah mendekat, rasa penasaran mengalahkan rasa lelah dan takutku.Lalu, semuanya terjawab saat aku sudah masuk ke halaman.Dari dalam rumah, ter

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 147

    Aku menatap kosong ke arah jalan, mataku masih saja terpaku pada siluet Bang Fahri dan Ninik yang berboncengan mesra di motor, semakin menjauh hingga akhirnya menghilang dari pandangan.Pemandangan itu bagai belati yang menusuk, seolah membenarkan semua dugaanku. Mereka berdua seperti menunjukkan kalau mereka adalah dalang di balik semua kekacauan ini, lalu hidup bahagia setelah menghancurkan hidupku.Dadaku begitu sesak, amarah membakar dan kekesalan menumpuk di kepala. Aku benar-benar tidak tahan lagi dengan mereka."Kak Nah, mereka... mereka pelakunya, kan?" bisikku, suaraku tercekat. Entah harus bagaimana lagi, tapi aku ingin Kak Nah berkata iya.Kak Nah mengangguk, rahangnya mengeras. "Sudah jelas, Riska. Mereka yang merencanakan ini semua." Kak Nah mengusap bahuku. "Tapi sekarang, kita harus fokus. Apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu punya ide?"Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Otakku berputar mencari jalan keluar. Kejadian semalam yang masih membuat lututk

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 146

    Aku melawan dengan sekuat tenaga, mengumpulkan semua amarah dan rasa putus asa yang menghimpitku. Aku tidak akan membiarkan mereka mengambil alih hidupku lagi. Tidak akan pernah. Namun, satu melawan empat adalah pertarungan yang sia-sia. Tenagaku terkuras, tubuhku yang sudah lelah akibat kejadian di pondok dan penggerebekan itu terasa semakin berat. Meskipun aku berhasil melayangkan beberapa tendangan dan dorongan, mereka terus mendesak, seperti ombak yang tidak ada habisnya. Akhirnya, dengan napas terengah-engah dan air mata yang kembali membasahi pipi, aku menyerah. Aku mundur beberapa langkah, membiarkan Bang Fahri dan yang lainnya menerobos masuk ke dalam rumahku. Mereka melangkah dengan angkuh, seolah-olah merekalah pemilik sah rumah ini. Sebuah senyum kemenangan tipis terukir di bibir Ninik dan Ibu Mertua. Bang Fahri hanya menatapku dengan sorot mata puas. Aku tidak lagi melawan. Aku membiarkan mereka sesuka hati menguasai ruang tamuku. Aku hanya berbalik, melangkah

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 145

    Darahku mendidih melihat mereka berempat berdiri di depan rumahku, seolah mereka adalah pemiliknya. Rasa lelah, marah, dan terhina yang baru saja kurasakan di peternakan kembali menyeruak, berkali-kali lipat. Mereka pasti sudah mendengar kabar penggerebekan itu, dan ini adalah kesempatan emas bagi mereka untuk menekanku.Aku menghentikan langkah, aku sendirian di sini, bahkan gadis muda keponakan Pak RT sudah naik ojol."Lihat, Bu! Si Pezina itu sudah pulang!" teriak Ninik, suaranya melengking tajam, memecah keheningan malam. Dia melangkah maju dengan angkuh, diikuti oleh ibu mertua dan Bang Fahri."Dasar wanita murahan! Baru saja digerebek, sudah berani pulang ke sini?!" timpal Ibu Mertua, matanya menyala-nyala. "Kamu ini sudah membuat malu keluarga kami! Kamu itu masih istrinya Fahri! Beraninya berzina dengan laki-laki lain!"Ucapan itu bagai pukulan langsung ke ulu hatiku. Rasa sakit dan amarah bercampur aduk. Aku bahkan belum sempat mencerna tuduhan serta fitnah tadi, kini mereka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status