Share

Bab 52

Author: Bemine
last update Last Updated: 2025-05-26 18:11:45

Bab 52

“Kami pamit dulu, Mbak Riska. Sepertinya kalau kami lebih lama tinggal di sini, akan terjadi pertengkaran lain yang tidak diharapkan,” ucap dokter berwajah ayu itu.

Aku sangat setuju dengan pendapatnya barusan. Di sini, di rumah ini, hanya berisi perdebatan, pertengkaran dan kezaliman. Anak-anak itu hanya akan semakin terluka jika terus dibiarkan ada di rumah ini, bertemu dengan Ninik dan mendengar semua caci-makinya itu.

“Mari saya antar,” tawarku.

Walau Ninik masih mengomel di serambi rumah, aku sudah berjalan di samping dokter berwajah ayu tersebut.

Tidak ada yang merespon teriakan nyaring dari nenek. Kami hanya berjalan ke arah pagar bahkan enggan menoleh ke belakang meski suara dari perempuan itu terdengar.

Kami memutuskan untuk mengabaikannya, sebab jika kami masih meladeni kegilaan ini maka semua ini tidak akan berakhir hingga akhirnya kami tiba di depan pagar rumah. Perempuan berwajah Ayu itu lebih dulu bicara mewakili suaminya.

“Mbak Riska, saya cuma bisa bilang t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 66

    “Ini, Ris. Sudah selesai semua. Abang sudah bereskan, tinggal kamu lengkapi datanya untuk dibuat sertifikat hak milik,” jelas Bang Zul setelah aku duduk di sisinya.Sesaat, aku terdiam. Bang Zul memberiku beberapa berkas penting terkait peternakan incaran itu. Semuanya tersusun rapi di dalam sebuah amplop cokelat.Aku membukanya, melihat satu demi satu lembaran yang ada di amplop oitu.“Sudah dibeli?“ tanyaku bingung.Ada selembar kwitansi dengan nilai fantastis tertera di atasnya. Diselesaikan kemarin dan sudah dilunasi.“Sudah, kamu mau ke peternakan milikmu?“ Bang Zul bertanya. “Kita bisa bertemu dengan pemilik sebelumnya saat sore.”Bibirnya melengkung, senyum tipis membuat wajahnya tampak ramah dan bersahaja. Biasanya Bang Zul serius, dingin dan tegas.“Sudah? Mana mungkin, aku belum bayar. Dan ini jumlahnya, aku tidak punya uang sebanyak ini, Bang.“Bang Zul tersenyum lagi. Dia mengambil berkas-berkas dari tanganku, lalu disimpan di dashboard.“Sudah dibayar, pabrik jadi pemodal

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 65

    Aku berdiri di belakang keduanya saat Ninik merengek uang belanja pada Bang Fahri, lalu menyunggingkan senyum. Ternyata aku tidak perlu bersusah payah mencari cara untuk membalas mereka. Pembalasan itu datang dengan sendirinya, membuat mereka kembali adu mulut dan pecah kongsi.“Maksud kamu apa, Bang? Kenapa kamu nyuruh aku pakai uangku sendiri? Aku sudah ngalah sama Ibumu, ATM yang kamu kasih juga dipegang Ibu. Sekarang aku bahkan enggak bisa minta duit sama kamu?”“Kamu selalu dapat kiriman uang dari mantan suamimu, pakai itu saja.” Bang Fahri berbicara sembari menikmati sarapan yang dibuatkan oleh Ninik.“Tidak ada, sudah habis, Bang. Semua uang itu kupakai buat kamu dan keluargamu,” balas Ninik. “Apa kamu lupa uang siapa yang kamu pakai beli baju di mall? Uang yang kamu pakai beli ayam utuh, beli jajan, beli makan malam?”Bukannya peduli, Bang Fahri malah tetap santai. “Minta lagi, biasa juga begitu, kan?”“Minta lagi? Mana mungkin, Bang. Aku dapat uang kiriman karena merawat anak

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 64

    “Tidak ada yang mau kubahas, Nik. Tapi jika ingin melanjutkannya, lakukan di kamar. Itu hak kalian untuk bersenang-senang, tapi aku mohon bersikaplah seperti layaknya manusia. Di sini bukan hanya kalian yang tinggal, ada aku si pemilik rumah!” balasku dingin.Aku mencoba mengalihkan pandangan dari keduanya. Hati ini bak berdarah, sakitnya luar biasa. Entah soal Bang Fahri, mungkin dia terbawa suasana karena berduaan dengan Ninik, tapi perempuan ini jelas-jelas sedang menunjukkan posisinya untuk Bang Fahri. Dia ingin mengumbar perihal Bang Fahri yang menyukai pelayanannya dibanding aku.“Ris, kamu jujur saja. Kamu itu sebenarnya iri, kesal dan sakit hati, kan? Bang Fahri menjadikanmu pelengkap sedangkan aku pemeran utamanya. Bang Fahri tidak lagi datang padamu semenjak ada aku,” ujarnya seraya menunjuk diri sendiri.Di belakangnya, ada Bang Fahri yang masih berusaha menaikkan resleting. Sepertinya, mereka berdua begitu bergairah sampai tidak kenal tempat lagi.“Ya, anggaplah begitu. Se

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 63

    Seolah terhipnotis, aku menuruti Bang Zul tanpa pertimbangan lagi. Aku turun dari mobil, mengekorinya begitu cepat. Saat menjauh dari mobil, Bang Zul langsung menyerahkan bungkus jajanan itu padaku.“Makasih?!” seruku riang. Bahkan aku hampir teriak, berjingkrak seperti anak-anak. Ini kali pertama merasakan jajanan lagi, Bang Fahri tidak mengizinkanku menikmati ini semua, apa lagi kalau dibeli pakai uangnya.Sebuah tindakan sederhana dari Bang Zul membuatku melayang ke angkasa. Aku menikmati jajanan, duduk di bebatuan, membiarkan kakiku terendam air yang beriak kencang, lalu menatap air terjun, pepohonan, dan orang-orang.Di sini, di tempat ini, tidak ada yang berwajah sedih. Mereka semua tersenyum lebar, bahkan bercanda dan tertawa.Untuk sesaat, aku bisa bernapas lega. Dan orang yang membawaku ke titik ini bukanlah Bang Fahri, melainkan Bang Zul, pria dari masa kecilku.Kejadian menakutkan siang tadi membuatku berakhir di tempat seindah ini, tiba-tiba saja rasa syukurku mengudara le

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 62

    Aku sibuk memilin jari di pangkuan, menggeser menu di gawai, bahkan melempar pandangan ke luar jendela. Bukan karena jalanan yang kami lewati sempit dan jelek, atau pepohonan serta jurang tinggi di tepiannya yang mengerikan, melainkan jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore, artinya kami sudah telat hampir tiga jam.Meski sudah berkendara selama tiga puluh menit, belum terlihat tanda-tanda perkampungan atau peternakan yang kami tuju. Semuanya masih berupa hutan kosong di kiri dan kanan, hanya ada beberapa rumah, serta warung-warung kecil di pinggiran.“Jangan gelisah, kamu membuatku tidak fokus,” tegur Bang Zul yang mungkin menangkap perasaanku lewat ekor matanya.Meski sudah diberi tahu kalau pria itu baik hati, aku tetap tidak bisa berhenti khawatir. Melewati batas waktu, berarti aku tidak cukup disiplin untuk mengelola sebuah peternakan. Aku juga tidak menghargai waktu orang lain karena membiarkan mereka menunggu sampai berjam-jam lamanya.“Apa bisa telefon dulu, Bang? Mungkin k

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 61

    Bab 61Aku duduk lebih dari satu jam di sebuah warung makan yang ramai. Di sini, aku tidak hanya beristirahat, tapi juga menenangkan diri, sekaligus mengisi perut.Bang Zul bilang, dia akan datang menjemput dari warung tempat kami janjian. Dia memberi perintah sederhana; aku tidak boleh naik ojek lainnya untuk kembali, apalagi taksi. Jadinya, aku berakhir di sini.“Enggak mau tambah, Neng?” Pemilik warung bertanya sebab piringku sudah kosong sejak tadi.Aku hanya duduk sendirian di sana untuk waktu yang lama. Tidak berbicara, tidak juga makan lagi.“A-apa aku harus pindah, Bu?” tanyaku. Khawatir jika kehadiranku di sini malah membuatnya merugi. Mungkin meja yang kuisi bisa ditempati oleh orang lain, bukan hanya aku sendiri untuk waktu yang cukup lama.“Bukan, Neng. Eneng cuma duduk diam, seperti menunggu seseorang. Makan juga sedikit sekali,” ujarnya. “Tubuh Neng kurus gini, makan yang banyak biar gemuk, Neng.”Perempuan tambun itu menatapku, dia menyeka tangannya yang berminyak karen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status