Share

Bab 8

Author: Bemine
last update Huling Na-update: 2025-05-02 15:19:01

Aku mengulum senyum geli karena melihat Ninik panik. Duduknya yang sedari tadi arogan, asal-asalan hingga paha putihnya terlihat telah berubah total. Ninik melirik Fahri, mungkin meminta pertolongan.

“Ya sudah, Bu … aku masuk dulu.” Puas melihat pemandangan itu, aku berjalan ke kamar. Masih dengan pikiran jernih dan sedikit rasa bahagia karena melihat Ninik gelagapan.

Tentu saja dia tidak akan berani menolak perintah ibu mertua. Kutebak, Ninik akan berusaha melakukan segala cara agar bisa menikahi Bang Fahri, meski itu berarti akan menyulitkan dirinya sendiri.

Beberapa saat ada di kamar, aku mencium bau asing. Seperti bau terbakar–

Gegas, aku keluar kamar.

Di luar kamar, kabut gelap sudah membumbung di seluruh penjuru rumah. Seolah-olah ada sesuatu yang sedang dibakar.

“Astagfirullah!” pekikku sembari menahan napas dan mengipas tangan di depan muka.

Kabut hitam itu rupanya asap, sangat pekat dan menyesakkan. Apa yang telah terjadi hingga seluruh rumah jadi begini?

Aku teringat jik
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 180 (Tamat)

    Acara aqiqah di desa berlalu dengan semarak. Meskipun ada bisik-bisik yang kurang menyenangkan, kebahagiaan kami tidak sedikit pun tergoyahkan. Dukungan Ayah dan Ibu Tiri, ditambah kehadiran Bang Zul yang selalu menjadi perisai untukku dan anak-anak, membuatku merasa lengkap, tidak kurang meski hanya sedikit. Kami menghabiskan beberapa hari lagi di desa, membiarkan para kakek-nenek puas menggendong cucu-cucu mereka, sebelum akhirnya kembali ke kota.Kembali ke rumah, rutinitas baru langsung menyapa. Dengan tiga bayi di rumah, suasana tidak pernah sepi. Tangisan, rengekan, suara tawa, semua bercampur aduk menjadi melodi kehidupan yang indah.Beruntungnya aku memiliki Bi Sumi dan ketiga baby sitter profesional yang Bang Zul datangkan. Mereka bekerja dengan sangat sigap, memastikan kebutuhan para bayi terpenuhi dan rumah tetap teratur.Jangan tanya biayanya! Aku yakin Bang Zul harus merogok kocek tiga kali lipat dibanding biasanya setiap bulan. Tapi, tidak sekalipun pria itu mengeluh!Ak

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 179

    "Bang... ini berlebihan sekali!" bisikku padanya saat kami memasuki rumah. "Satu saja sudah mahal, ini langsung tiga! Kita tidak perlu sebanyak ini, Bang. Aku bisa mengurus anak-anak sendiri, kok."Bang Zul menuntunku menuju ranjang di kamar utama yang sudah diatur senyaman mungkin, lengkap dengan bantal-bantal empuk dan selimut hangat."Tidak ada yang berlebihan, Dek. Kamu baru saja melewati masa sulit. Kamu harus fokus pada pemulihanmu. Anak-anak ini butuh perawatan ekstra karena mereka kembar tiga. Abang tidak mau kamu terlalu lelah atau jatuh sakit lagi." Bang Zul duduk di tepi ranjang, menatapku serius, kedua tangannya menggenggam tanganku. "Pokoknya, Abang mau kamu sehat dan baik-baik saja. Kamu mengerti? Istirahatlah. Biarkan mereka yang mengurus semuanya. Ini perintah Abang, bukan cuma permintaan."Aku hanya bisa menghela napas, takjub dengan keputusan Bang Zul. Dia selalu saja melakukan hal-hal di luar dugaanku, selalu memprioritaskan kesehatanku.Aku tahu berapa biaya untuk

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 178

    Aku membuka mata perlahan. Langit-langit putih rumah sakit yang steril menyambut pandanganku. Samar-samar kudengar suara mesin infus di samping ranjang, ritmis dan menenangkan. Seluruh tubuhku terasa lemah, nyeri di bagian perut masih sangat terasa, namun rasa pusing hebat yang kemarin kurasakan sudah jauh berkurang. Sebuah kelegaan membanjiri diriku. Aku berhasil melewati ini. Aku selamat.Sebuah gerakan kecil di samping ranjang membuatku menoleh. Bang Zul duduk di kursi lipat, wajahnya tampak sangat lelah dengan kantung mata menghitam, namun matanya memancarkan kelegaan luar biasa saat melihatku sadar. Bang Zul langsung sigap menggenggam tanganku."Dek... kamu sudah sadar?" Suaranya serak, seperti menahan tangis. Bang Zul mengecup punggung tanganku berulang kali.Aku mengangguk lemah, berusaha tersenyum. "Bang... anak-anak kita bagaimana?"Senyum lebar merekah di wajahnya, mengalahkan segala kelelahan. Diusapnya keningku yang berpeluh walau ruangan luas ini berpendingin udara."Alha

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 177

    Perjalanan ke rumah sakit terasa seperti neraka. Setiap kontraksi yang menghantam membuatku menggigit bibir hingga perih, berusaha menahan suara. Bang Zul terus menoleh ke belakang, khawatir dengan aku yang tidak bisa menahan rasa sakit ini. Seperti, tubuhku dirobek menjadi dua bagian."Sabar ya, Dek. Sebentar lagi sampai. Kamu kuat, Sayang. Demi anak-anak kita," suaranya bergetar, lebih dari biasanya. Aku tahu dia juga panik.Akhirnya, mobil berhenti di depan IGD rumah sakit. Tanpa menunggu, Bang Zul langsung menggendongku lagi keluar dari mobil, menerobos keramaian menuju pintu masuk. Ayah, Ibu Tiri, dan Bi Sumi mengikuti di belakang, wajah mereka semua dipenuhi kecemasan."Dokter! Suster! Istri saya mau melahirkan! Kembar tiga!" teriak Bang Zul, suaranya lantang, menarik perhatian para petugas medis.Beberapa perawat dan seorang dokter jaga segera menghampiri kami dengan ranjang dorong. "Segera bawa ke ruang bersalin!" perintah dokter. Aku dipindahkan ke ranjang, dan para perawat m

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 176

    Kabar kehamilan kembar tiga membawa kebahagiaan tidak terhingga, namun juga menjadi kenyataan baru yang menantang. Dokter Arini yang Bang Zul pilih sebagai dokterku telah menjelaskan bahwa kehamilan ini akan jauh lebih berat daripada kehamilan tunggal. Aku harus ekstra hati-hati, menjaga asupan nutrisi, dan sangat membatasi aktivitas fisik. Bang Zul menjadi sangat protektif, bahkan lebih dari sebelumnya."Dek, Abang sudah siapkan supir pribadi untukmu. Jadi kamu tidak perlu naik taksi online lagi," katanya pagi ini saat aku menemaninya sarapan di meja. "Pokoknya, jangan sampai kamu kecapekan. Kalau ada apa-apa, langsung bilang Abang atau Bi Sumi, ya."Aku mengangguk patuh, merasa beruntung memiliki suami seperti Bang Zul. Dia benar-benar memastikan semua kebutuhanku terpenuhi, bahkan hal-hal kecil sekalipun. Bi Sumi juga sangat perhatian, selalu menyiapkan makanan bergizi dan mengingatkanku untuk beristirahat.Semester terakhir kuliahku adalah ujian sesungguhnya. Perutku mulai membesa

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 175

    Setelah keluar dari klinik dokter, perasaan syok bercampur kebahagiaan masih menyelimuti kami berdua. Bang Zul sesekali mengusap keningnya, dan aku masih sering melamun, membayangkan tiga bayi mungil di dalam perutku. Rasanya seperti mimpi. Selama ini kami hanya membayangkan satu atau dua anak, tapi ini... tiga sekaligus."Jadi, kamu mau kita langsung ke desa atau bagaimana, Dek?" tanya Bang Zul, memecah keheningan saat mobil melaju di jalanan kota. Pria itu melirikku.Aku berpikir sejenak. Aku tahu Ayah dan Ibu Tiri pasti akan sangat senang mendengar kabar ini. Tapi..."Bagaimana kalau kita pulang dulu, Bang? Kita bereskan barang-barang, lalu nanti sore atau besok pagi kita ke desa. Abang juga kan harus ke pabrik lagi." Aku merasa perutku sedikit tidak nyaman dan ingin segera beristirahat di rumah. Ada rasa mual yang tiba-tiba menyeruak saat mobil melaju. "Oke, kalau begitu kita pulang saja dulu, ya," jawab Bang Zul, mengangguk setuju. "Apa kamu mau belanja perlengkapan bayi?""Eh?

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status