Share

AKAL BULUS ALDI

Bab 4

AKAL BULUS ALDI

"Pesan dari siapa?" tanya Aldi.

"Ha … ow dari teman. Mau ngajak ketemuan, mumpung dia disini," sahut Sekar.

Aldi mengangguk paham. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah Sekar. Aldi segera turun dari mobil. Dia mengitari setengah badan mobil dan membukakan pintu untuk Sekar.

"Silahkan, Tuan Putri!" ujarnya.

"Terimakasih, Pangeranku!" ujar Sekar sembari tersenyum.

"Mau mampir?" tambahnya

"Gak deh. Lain kali saja. Males!" sahut Aldi.

"Kok males? Kenapa?" tanya Sekar penasaran.

"Ada satpamnya," jawab Aldi sembari berbisik di telinga Sekar. Mendengar hal itu, Sekar tak dapat menahan tawanya.

"Ha ... aku bilangin Bunda, lho!"

"Jangan dong! Ntar, aku malah gak boleh ngajak kamu jalan lagi!"

"Habisnya ... kamu ngatain Bunda satpam," rajuk Sekar.

"Mau gimana lagi. Kalau di rumah kamu, aku gak boleh ngapa-ngapain. Cium kamu aja dilarang. Untungnya sayang," sahut Aldi.

Sekar masih melanjutkan tertawa. Memang, saat Aldi main ke rumahnya, Bunda Sekar selalu mengawasi.

"Ya sudah. Kalau begitu, aku masuk dulu, ya!" pamit Sekar.

"Bentar!"

"Ada apa?" tanya Sekar.

Aldi menyandarkan tubuh Sekar ke badan mobil.

"Kamu belum memberikan ciuman perpisahan."

"Jangan, nanti dimarahi Bunda."

Aldi celingukan.

"Gak ada," sahutnya.

"Ekhm ...," suara deheman Irma mengagetkan Aldi saat dia akan melakukan aksinya. Sekar tersenyum tertahan.

"Selamat sore, Tante!" sapa Aldi.

"Selamat sore!" sahut Irma.

"Saya permisi dulu, Tante!"

"Hm ...."

Aldi segera masuk ke dalam mobil dan meluncur meninggalkan rumah Sekar.

"Ayo, masuk!" ajak Bundanya.

"Iya, Bun!" sahut Sekar sembari menggandeng Bundanya.

"Sampai kapan kamu seperti ini?" tanya Bundanya.

"Bun, kita kan, sudah pernah bahas masalah ini."

"Tapi Bunda masih gak rela lihat kamu dipegang-pegang pria itu. Apapun alasannya, kalian belum menikah."

"Bunda gak usah khawatir, aku bisa jaga diri, kok."

"Tapi tetap saja, Bunda khawatir terjadi sesuatu sama kamu."

"Bun, aku sudah pernah mengalami yang lebih buruk dari itu. Bunda gak perlu khawatir," sahut Sekar.

"Terserah kamu!" sahut Irma.

"Bunda jangan marah, dong! Sekar hanya ingin membalas mereka. Mereka bukan hanya membuat hidup kita sulit dan menderita, tapi mereka juga penyebab hancurnya hidupku. Aku tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar menderita," sahut Sekar.

"Terserah! Satu pesan Bunda, hati-hati! Udah, sana mandi dulu!"

"Siap, Bundaku sayang!"

*********************

Aldi masuk ke dalam rumah sambil bersiul senang. Dia segera naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar.

Dia mengernyitkan dahi. Tak biasanya, kamarnya gelap. Aldi segera menyalakan lampu.

Ceklek.

Untuk sesaat, dia tertegun. Kamarnya sangat berantakan seperti kapal pecah. Bantal dan selimut berserakan. Tampak Nasha tertelungkup di atas kasur.

"Sayang … kamu kenapa? Ada apa ini?" tanya Aldi heran.

Nasha segera bangkit dari tempat tidurnya.

"Kamu jahat … kamu jahat! Kamu sudah hianatin aku! Kamu jahat!" teriak Nasha sembari memukul dada Aldi.

"Sayang … kamu kenapa? Jangan seperti ini! Tolong jelaskan sama aku!" ujar Aldi sembari berusaha menghentikan aksi Nasha.

"Kamu jahat, Mas! Kenapa kamu hianati aku?" tanya Nasha tergugu.

"Sayang … aku gak pernah hianati kamu. Siapa yang bilang? Cepat katakan!"

Nasha beranjak, lalu mengambil ponselnya. Diperlihatkannya isi ponselnya kepada suaminya.

Aldi sangat terkejut. Disana, terpampang jelas foto-fotonya saat berciuman dengan Sekar di restoran tadi. Aldi mulai panik. Keringat membasahi pelipisnya.

"Sayang … ini tidak seperti yang kamu fikirkan," ujar Aldi membela diri.

"Apa yang tidak seperti aku pikirkan? Foto-foto itu sudah jelas," teriak Nasha sembari memukuli dada suaminya.

Aldi segera memegang tangan Nasha dan memaksanya membawa ke dalam pelukan. Meski awalnya berontak, namun akhirnya Nasha bisa tenang. Dia menangis tergugu di pelukan suaminya.

Perlahan, Aldi memapah istrinya untuk duduk di sisi tempat tidur.

"Maafkan aku, Sayang! Tapi, itu tidak seperti yang kamu pikirkan!"

"Siapa wanita itu?" tanya Nasha sembari terisak.

"Dia … teman kuliahku dulu. Tadi itu … aku janjian sama Dito, tapi Ditonya tiba-tiba gak bisa datang. Pas aku mau pulang, gak sengaja ketemu dia, trus kita ngobrol."

"Ngobrol apa pacaran?" ujar Nasha sewot.

"Ngobrol, Sayangku. Awalnya ngobrol biasa saja, tapi sepertinya dia terpesona dengan kesuksesanku sekarang, lalu dia mencoba merayu aku. Tiba-tiba saja dia menciumku, aku sudah berusaha mengelak. Beneran deh!"

"Tapi kamu suka, kan?"

"Gak dong, Sayang! Kalau aku suka, udah aku ladenin! Tapi tadi itu, aku berusaha menolak. Mungkin yang ngirim foto itu lihatnya pas dia nyium aku, tapi gak lihat pas aku nolaknya. Memang, siapa sih, yang ngirim foto-foto gak jelas seperti itu?" tanya Aldi.

"Gak tahu. Cuma nomor aja. Aku hubungi gak bisa," sahut Nasha dengan sisa tangisnya.

Aldi memeluk istrinya.

"Mulai sekarang, jangan percaya dengan hal-hal seperti itu lagi, ya? Aku cuma cinta sama kamu. Mau digoda seperti apapun, aku gak akan goyah," ujar Aldi.

Nasha tersenyum dikulum.

"Beneran?" tanya Nasha.

"Iya, Sayang!" ujar Aldi.

"Jangan diulangi lagi!" ujar Nasha masih cemberut.

"Gak akan!" sahut Aldi berusaha meyakinkan.

"Diluar sana, pasti banyak wanita yang menginginkan kamu. Kamu kan tampan, kaya lagi."

"Biarian aja. Yang penting,dihatiku hanya ada kamu," rayu Aldi.

Aldi menundukkan wajahnya, lalu ia mencium kening dan pipi istrinya. Saat dia akan melanjutkan aksinya, Nasha menghentikan gerakannya.

"Gak mau, mandi dulu sana! Itu bekasnya orang!" ujar Nasha cemberut.

"Oke deh, sayang!" sahut Aldi, lalu tiba-tiba dia membopong tubuh istrinya.

"Mas, aku mau dibawa kemana?" protes Nasha.

"Kita mandi bareng, aku kangen," bisik Aldi tepat di telinganya.

"Terimakasih, Sayang! Kamu memang yang terbaik!" ujar Aldi, lalu mencium kening istrinya usai mereka melakukan aktivitas panas di atas ranjang.

"Aku sudah memberikan segalanya untuk kamu, jadi, jangan hinaati aku ya!" ujar Nasha.

"Tentu, sayang! Aku tidak mungkin menduakan kamu!"

Aldi tersenyum lega. Kali ini, dia masih selamat. Nasha mempercayai segala ucapannya.

"Sayang!" panggil Nasha.

"Hm!"

"Kondisi perusahaan bagaimana?" tanya Nasha.

Aldi menghembuskan napas panjang.

"Belum ada perubahan, Sayang!" sahut Aldi lesu.

"Yach … padahal, aku udah pengen shoping! Udah lama aku gak shoping-shoping!" sahut Nasha cemberut.

"Kamu shoping pakai uang yang ada saja, Sayang!" sahut Aldi.

"Kurang! Uang segitu dapat apaan? Biasanya kan, tiga kali lipat dari itu!" sahut Nasha cemberut. Memang, akhir-akhir ini, Aldi memangkas habis uang belanja Nasha dan diberikan kepada Sekar.

"Kamu sabar dulu, ya, Sayang! Kalau keuangan perusahaan sudah stabil, aku akan kembalikan uang belanja kamu seperti semula," ujar Aldi.

"Beneran ya?"

"Iya, sayang! Kamu tenang saja! Aku kerja kan, memang buat kamu!"

"Memangnya, gak ada yang bisa dilakukan agar perusahaan stabil lagi?" tanya Nasha. Selama ini, Aldi beralasan pengurangan uang belanja itu karena kondisi perusahaan yang sedang tidak baik-baik saja.

"Ada sih, tapi …." sahut Aldi menggantung.

"Tapi kenapa, sayang?"

"Tapi … perusahaan butuh suntikan dana."

"Berapa?" tanya Nasha.

"Sekitar lima miliar."

"Apa? Banyak sekali?" ujar Nasha terkejut.

"Iya, Sayang. Makanya aku juga bingung."

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Nasha.

"Sebenarnya … ada satu jalan keluar."

"Apa itu?" tanya Nasha penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status